Beberapa waktu lalu ada kasus mayat yang ditemukan di salah satu gudang BUMN. Namun, pihak keluarga sempat alot untuk dapat bukti CCTV-nya. Pertanyaan saya, bagaimana ketentuan untuk dapat akses CCTV ketika diduga ada tindak pidana?
Daftar Isi
INTISARI JAWABAN
Rekaman Close-Circuit Television (“CCTV”) dapat dikategorikan sebagai informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang dapat dijadikan alat bukti hukum yang sah dalam suatu perkara pidana.
Untuk bisa mendapatkan rekaman CCTV tersebut, umumnya setiap instansi atau perusahaan memiliki Standar Operasional Prosedur (SOP) masing-masing. Namun, jika korban atau pihak yang terkait kesulitan mendapatkan rekaman CCTV yang dibutuhkan, maka korban dapat melaporkan kepada pihak kepolisian yang berwenang untuk meminta rekaman CCTV tersebut.
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihatPernyataan Penyangkalanselengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung denganKonsultan Mitra Justika.
CCTV sebagai Alat Bukti Elektronik
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Sebelum menjawab pertanyaan Anda, kami akan menjelaskan terlebih dahulu apa itu CCTV dan apa fungsinya? CCTV atau close-circuit television merupakan kamera yang dilengkapi dengan layar monitor. CCTV umumnya digunakan untuk kamera keamanan untuk mengawasi keadaan sekitar lokasi tertentu.
Disarikan dari artikel CCTV Sebagai Alat Bukti Pidana, salah satu fungsi CCTV adalah menjadi petunjuk utama jika terjadi suatu kejadian, dimana tidak ada saksi pada saat peristiwa terjadi. Oleh karena itu, CCTV sering menjadi alat bukti elektronik dalam persidangan perkara pidana.
Dengan demikian, dalam konteks pertanyaan Anda yaitu adanya dugaan tindak pidana, maka rekaman CCTV dapat dijadikan sebagai alat bukti elektronik. Hal ini karena rekaman CCTV berupa video atau foto termasuk ke dalam kategori informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik.
Merujuk Pasal 5 UU 1/2024informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah, sesuai dengan hukum acara yang berlaku di Indonesia.[1]
Selain itu, informasi dan/atau dokumen elektronik tersebut dinyatakan sah apabila menggunakan sistem elektronik dengan ketentuan yang diatur dalam UU ITE beserta perubahannya, kecuali diatur lain dalam undang-undang.[2]
Keberadaan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik tersebut mengikat dan diakui sebagai alat bukti yang sah untuk memberikan kepastian hukum terhadap penyelenggaraan sistem elektronik dan transaksi elektronik, terutama dalam pembuktian dan hal yang berkaitan dengan perbuatan hukum yang dilakukan melalui sistem elektronik.[3]
Prosedur Meminta Rekaman CCTV
Lantas, bagaimana cara meminta CCTV? Sepanjang penelusuran kami, setiap instansi atau perusahaan yang memasang CCTV memiliki Standar Operasional Prosedur (SOP) masing-masing jika masyarakat ingin meminta rekaman CCTV tersebut.
Salah satu contohnya adalah SOPPermohonan Data dan Rekaman CCTV ATCS Dinas Perhubungan DIY. Dalam SOP tersebut diterangkan bahwa rekaman CCTV ATCS dapat diberikan kepada instansi atau TNI atau POLRI yang membutuhkan sesuai dengan SOP agar tidak terjadi penyalahgunaan terhadap data tersebut. SOP meminta rekaman CCTV tersebut antara lain:
Instansi yang membutuhkan rekaman CCTV ATCS mengirimkan surat permohonan kepada Kepala Dinas Perhubungan DIY yang berisi identitas pemohon, nomor telepon, rincian waktu dan lokasi data CCTV yang akan diambil.
Surat permohonan dimasukkan ke bagian persuratan Dishub DIY
Permohonan diproses paling lambat 5 hari kerja.
Penyerahan data ATCS kepada pemohon, disertai tanda bukti penyerahan data.
Pemohon wajib datang menggunakan pakaian sopan dan rapi.
Jika data tidak tersedia atau tidak disetujui, Dishub akan memberikan surat balasan kepada pemohon.
Selain itu, bagaimana cara meninjau rekaman CCTV di lingkungan perusahaan? Sepanjang penelusuran kami, umumnya di lingkungan perusahaan, jika ingin melihat rekaman CCTV di lingkungan tersebut maka Anda dapat datang ke kantor atau perusahaan yang dituju kemudian menyerahkan surat permohonan atau formulir jika disediakan, disertai dengan alasan Anda ingin melihat atau meminta rekaman CCTV tersebut. Selanjutnya, Anda perlu menunggu konfirmasi dari kantor atau perusahaan tersebut berdasarkan SOP dari masing-masing.
Namun, jika terdapat dugaan adanya tindak pidana, Anda dapat langsung melaporkan kepada pihak kepolisian. Hal ini agar dilakukan penyelidikan yaitu untuk mencari dan menemukan peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana untuk menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan.[4]
Dalam melakukan penyelidikan, polisi melakukan pengolahan tempat kejadian perkara (“TKP”), pengamatan, wawancara, pembuntutan, penyamaran, pelacakan, dan/atau penelitian dan analisis dokumen. Sasaran penyidikan pun meliputi orang, benda/barang, tempat, peristiwa, dan/atau kegiatan.[5]
Sebagai informasi, TKP merupakan tempat suatu tindak pidana dilakukan atau terjadi dan tempat lain dimana korban dan/atau barang bukti dan/atau saksi dan/atau pelaku yang berhubungan dengan tindak pidana tersebut dapat ditemukan.[6]
Selanjutnya, apabila suatu peristiwa disimpulkan sebagai tindak pidana, maka akan dilakukan penyidikan.[7] Salah satu proses kegiatan penyidikan adalah penyelidikan jika belum ditemukan barang bukti atau belum terpenuhinya alat bukti.[8]
Dengan demikian, dalam proses penyelidikan dan penyidikan tersebut, polisi berwenang untuk meminta rekaman CCTV dari instansi atau perusahaan terkait sebagai bukti.
Apabila terdapat kesulitan dalam prosedur meminta rekaman CCTV tersebut, menurut hemat kami, dapat dilakukan penyitaan oleh polisi. Hal ini karena rekaman CCTV termasuk benda yang digunakan untuk menghalangi penyelidikan tindak pidana sekaligus sebagai benda yang berhubungan dengan tindak pidana. Sehingga menurut Pasal 39 KUHAP dapat dikenakan penyitaan. Untuk melakukan penyitaan, penyidik wajib menyampaikan surat perintah penyitaan dan surat izin penyitaan dari ketua pengadilan.[9]
Nantinya, rekaman CCTV yang disita tersebut akan menjadi barang bukti dalam tingkat penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan.[10]
Selanjutnya, rekaman CCTV sebagai barang bukti tersebut dimintakan pemeriksaan ke Laboratorium Forensik (“Lapfor”) Polriuntuk pembuktian secara ilmiah suatu barang bukti.[11] Melalui prosedur ini, menurut hemat kami bertujuan untuk membuktikan bahwa rekaman CCTV tersebut terbukti keaslian dan keakuratannya.
Pemeriksaan barang bukti perangkat elektronik tersebut dapat dilakukan di Labfor Polri dan/atau di TKP dan wajib memenuhi persyaratan formal yaitu permintaan tertulis kepala kesatuan kewilayahan atau kepala/pimpinan instansi, laporan polisi, BAP saksi/tersangka atau laporan kemajuan, dan BA pengambilan, penyitaan dan pembungkusan barang bukti.[12]
Adapun, jika ada pihak yang diduga mencoba menghalang-halangi permintaan rekaman CCTV dalam proses penyelidikan/penyidikan, dapat dikenakan pasal obstruction of justice yang selengkapnya dapat Anda baca dalam Bunyi Pasal 221 KUHP tentang ObstructionofJustice.
Dengan demikian menjawab pertanyaan Anda apakah rekaman CCTV bisa diminta? Jawabannya bisa, jika Anda sudah melakukan permohonan untuk melihat rekaman CCTV kepada instansi/perusahaan sesuai dengan SOP dan disetujui oleh yang bersangkutan.
Namun, jika upaya Anda tidak disetuju dan jika ada dugaan tindak pidana, sebaiknya Anda melaporkan hal tersebut kepada pihak kepolisian yang memiliki wewenang untuk memeriksa rekaman CCTV di TKP, bahkan berwenang melakukan penyitaan untuk kepentingan penyidikan dan pembuktian. Selama proses penyidikan tersebut, Anda juga dapat meminta Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (“SP2HP”) kepada polisi untuk mengetahui perkembangan penyidikan perkara.[13]
Perkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwibahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di sini.