Saat ini saya tinggal di Jakarta dan merasa udara Jakarta sangat tercemar dan tidak baik bagi kesehatan. Mohon bantuannya, adakah ketentuan yang mengatur pengendalian pencemaran udara, misalnya seperti polusi udara di Jakarta? Adakah sanksi pidana bagi pelaku pencemaran lingkungan? Dalam hal ini seseorang yang mengakibatkan polusi udara.
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
Dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia, istilah ‘polusi udara’ dikenal dengan ‘pencemaran udara’.Pencemaran udara sendiri merupakan masuk atau dimasukkannya zat, energi, dan/atau komponen lainnya ke dalam udara ambien oleh kegiatan manusia sehingga melampaui Baku Mutu Udara Ambien yang telah ditetapkan.
Berdasarkan PP 22/2021, pengendalian pencemaran udara dapat meliputi pencegahan, penanggulangan, dan pemulihan dampak pencemaran udara.
Apa saja masing-masing penjelasannya, dan bagaimana bunyi dasar hukum selengkapnya?
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.
ULASAN LENGKAP
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalanselengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Pengertian Pencemaran Udara
Sebelum menjawab pertanyaan Anda, perlu diketahui bahwa dalam peraturan perundang-undangan, istilah ‘polusi udara’ dikenal dengan ‘pencemaran udara’. Berdasarkan Pasal 1 angka 49 PP 22/2021, pencemaran udara adalah masuk atau dimasukkannya zat, energi, dan/atau komponen lainnya ke dalam udara ambien oleh kegiatan manusia sehingga melampaui Baku Mutu Udara Ambien yang telah ditetapkan.
Dari penjelasan di atas, terdapat beberapa istilah penting yang perlu diketahui. Pertama, udara ambien adalah udara bebas di permukaan bumi pada lapisan troposfer yang berada di dalam wilayah yurisdiksi Republik Indonesia yang dibutuhkan dan berpengaruh terhadap kesehatan manusia, makhluk hidup, dan unsur lingkungan hidup lainnya.[1] Kedua, Baku Mutu Udara Ambien adalah nilai pencemar udara yang ditenggang keberadaannya dalam udara ambien.[2]
Lantas, adakah ketentuan yang mengatur pengendalian pencemaran udara di Indonesia? Berikut ulasannya.
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Pengendalian Pencemaran Udara
Pada dasarnya, pengendalian pencemaran udara dilaksanakan sesuai dengan Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Mutu Udara (“RPPMU”),[3] yaitu perencanaan yang memuat potensi, masalah, dan upaya Perlindungan dan Pengelolaan Mutu Udara dalam kurun waktu tertentu.[4]
Kemudian, berdasarkan Pasal 188 ayat (2) PP 22/2021, pengendalian pencemaran udara dapat meliputi pencegahan, penanggulangan, dan pemulihan dampak pencemaran udara. Berikut adalah masing-masing penjelasannya.
Pencegahan
Pencegahan pencemaran udara dilakukan melalui penerapan:[5]
Baku Mutu Emisi, yakni nilai pencemar udara maksimum yang diperbolehkan masuk atau dimasukkan ke dalam udara ambien;[6]
Persetujuan teknis pemenuhan Baku Mutu Emisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (3) huruf b dan Pasal 57 ayat (4) huruf b PP 22/2021;
Baku mutu gangguan;
Internalisasi biaya pengelolaan mutu udara, yaitu adalah memasukkan biaya
Pencemaran Lingkungan Hidup dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup dalam perhitungan biaya produksi atau biaya suatu usaha dan/atau kegiatan;[7]
Kuota emisi yaitu kuota emisi dari sumber tidak bergerak yang diizinkan untuk
dibuang ke media Lingkungan Hidup,[8] dan sistem perdagangan kuota emisi yaitu jual beli kuota emisi yang diizinkan untuk dibuang ke media Lingkungan Hidup antar penanggung jawab usaha dari/atau kegiatan;[9] dan
Standar Nasional Indonesia (“SNI”) terhadap produk yang digunakan di rumah tangga yang mengeluarkan residu ke udara.
Penjelasan selengkapnya mengenai pencegahan pencemaran udara dapat Anda temukan pada Pasal 189 s.d. Pasal 212 PP 22/2021.
Penanggulangan
Pada dasarnya, penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang melakukan pencemaran udara wajib melaksanakan penanggulangan, sebagaimana diatur dalam Pasal 213 ayat 1 PP 22/2021. Kemudian, penanggulangan pencemaran udara meliputi kegiatan:[10]
pemberian informasi kepada masyarakat terkait pencemaran udara;
penghentian sumber pencemaran udara; dan
cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Adapun penghentian sumber pencemaran udara dilakukan dengan beberapa cara seperti:[11]
penghentian proses produksi;
penghentian kegiatan pada fasilitas yang menyebabkan pencemaran udara; dan/atau
tindakan tertentu untuk meniadakan pencemaran udara pada sumbernya.
Kemudian, penting untuk diketahui bahwa penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang melakukan penanggulangan pencemaran udara wajib menyampaikan laporan pelaksanaan penghentian pencemaran udara kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (“Menteri”), gubernur, dan bupati/wali kota.[12]
Lalu, penanggulangan pencemaran udara dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 24 jam sejak diketahuinya pencemaran udara. Dalam hal penanggulangan tidak dilakukan dalam jangka waktu 24 jam, Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya menetapkan pihak ketiga untuk melakukan penanggulangannya. Sementara, biaya yang timbul dari pelaksanaan penanggulangan akan dibebankan kepada penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang melakukan pencemaran udara.[13]
Ketentuan lainnya yang berkaitan dengan penanggulangan pencemaran udara dapat Anda temukan pada Pasal 213 s.d. Pasal 215 PP 22/2021.
Pemulihan Dampak Pencemaran Udara
Berdasarkan Pasal 216 ayat (1) PP 22/2021, setiap orang yang melakukan pencemaran udara wajib melakukan pemulihan dampak pencemaran udara yang meliputi:[14]
pembersihan unsur pencemar pada media Lingkungan Hidup; dan
cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Pemulihan dampak pencemaran udara dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 30 hari sejak diketahuinya pencemaran udara. Lalu, jika pemulihan tidak dilakukan dalam jangka waktu yang ditetapkan, Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya menetapkan pihak ketiga untuk melakukan pemulihan fungsi Lingkungan Hidup. Kemudian, biaya yang timbul dari pelaksanaan pemulihan akan dibebankan kepada setiap orang yang melakukan pencemaran udara.[15]
Selanjutnya, jika sumber pencemar udara tidak diketahui, dan/atau tidak diketahui pihak yang melakukan pencemaran, maka pemulihan dilakukan oleh Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya.[16]
gubernur, jika dampak pencemaran lintas kabupaten kota; dan
bupati/wali Kota, jika dampak pencemaran terbatas dalam wilayah kabupaten/kota.
Selengkapnya mengenai pemulihan dampak pencemaran udara dapat Anda baca dalam Pasal 216 s.d. Pasal 219 PP 22/2021.
Sanksi Pidana
Menjawab pertanyaan Anda, berdasarkan Pasal 98 ayat (1) UU PPLH, setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, berpotensi dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 10 tahun dan denda paling sedikit Rp3 miliar dan paling banyak Rp10 miliar.
Sedangkan menurut Pasal 98 ayat (2) UU PPLH, apabila perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien mengakibatkan orang luka dan/atau bahaya pada kesehatan manusia, maka pelaku dapat dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 12 tahun dan denda paling sedikit Rp4 miliar dan paling banyak Rp12 miliar.
Kemudian, jika perbuatan mengakibatkan orang luka berat atau mati, maka pelaku berpotensi dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun dan denda paling sedikit Rp5 miliar dan paling banyak Rp15 miliar, sebagaimana diatur dalam Pasal 98 ayat (3) UU PPLH.