Adik saya berjualan minuman beralkohol secara online tanpa izin dan ditangkap. Belakangan diketahui penangkapan ini terjadi karena seseorang dari kepolisian menyamar menjadi pembeli minuman beralkohol, dan lalu menangkap adik saya ini. Saya ingin menanyakan, bolehkah penangkapan di mana polisi menyamar seperti ini? Penyamaran polisi ini diatur di mana?
Sedangkan apabila mengacu pada peraturan pembatasan penjualan minuman beralkohol, tidak diatur ketentuan yang membolehkan metode pembelian terselubung dengan penyamaran polisi untuk menangkap penjual minuman beralkohol yang tidak memiliki izin.
Sehingga menurut hemat kami, penangkapan penjual minuman beralkohol yang tidak memiliki izin ini seharusnya dapat dilakukan dengan metode tertangkap tangan atau penangkapan biasa dari pada melakukan penyamaran polisi sebagaimana Anda ceritakan.
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda klik ulasan di bawah ini.
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Kegiatan penyelidikan dilakukan dengan cara:
pengolahan TKP;
pengamatan (observasi);
wawancara (interview;
pembuntutan (surveillance);
penyamaran (undercover);
pelacakan (tracking); dan/ atau
penelitian dan analisis dokumen.
Undercover atau penyamaran polisi diatur juga dalam Standard Operasional Prosedure Penyelidikan yang dikeluarkan oleh Badan Reserse Kriminal POLRI disebutkan bahwa (hal. 13):
Penyamaran atau Undercover dilakukan untuk keperluan penyelidikan yang tidak mungkin didapat dengan cara-cara terbuka oleh sebab itu perlu dilakukan penyamaran, menyusup ke dalam sasaran guna memperoleh bahan keterangan yang diperlukan.
Petugas yang melakukan undercover harus betul-betul dipilih dan dipersiapkan sehingga memiliki kemampuan tehnis dalam melakukan interview, observasi dan surveillance serta kemampuan untuk melakukan tindakan-tindakan lain yang mendukung tindakan penyelidikan.
Menyambung pertanyaan Anda terkait polisi yang menyamar menjadi pembeli minuman beralkohol, sepanjang pengetahuan kami, pembelian terselubung atau undercover buy sebenarnya merupakan salah satu kewenangan yang diberikan oleh Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika(“UU Narkotika”) dalam pemberantasan tindak pidana penyalahgunaan narkotika.
Penyamaran undercover buy dilakukan dengan cara seorang anggota polisi atau pejabat lain yang diperbantukan kepada polisi, bertindak sebagai pembeli dalam suatu transaksi gelap jual beli narkotika. Hal ini tertuang dalam Pasal 75 huruf j jo. Pasal 81 UU Narkotika yang berbunyi:
Dalam rangka melakukan penyidikan, penyidik BNN berwenang:
j. melakukan teknik penyidikan pembelian terselubung dan penyerahan di bawah pengawasan;
Dalam pelaksanaan undercover buy kasus tindak pidana narkotika, polisi memang dapat melakukan tindakan penyamaran polisi dengan adanya perintah tertulis.[1]
Izin Menjual Minuman Beralkohol
Berbeda dengan penyamaran polisi untuk membeli minuman beralkohol seperti yang Anda tanyakan, bahwa berdasarkan beberapa aturan mengenai pembatasan penjualan minuman beralkohol yang ada, di antaranya yaitu:
Penjualan Minuman Beralkohol untuk diminum langsung di tempat hanya dapat dijual di:
Hotel, Restoran, Bar sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang kepariwisataan; dan
tempat tertentu lainnya yang ditetapkan oleh Bupati/Walikota dan Gubernur untuk Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
Pasal14 ayat (2) Permendag 20/2014
Penjualan Minuman Beralkohol secara eceran hanya dapat dijual oleh pengecer, pada:
Toko Bebas Bea (TBB);
tempat tertentu lainnya yang ditetapkan oleh Bupati/Walikota dan Gubernur untuk Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
Selain itu, minuman beralkohol golongan A juga dapat dijual di supermarket dan hypermarket.[3]
Berdasarkan ketentuan di atas, dapat diartikan bahwa di tempat hiburan atau tempat makan diperbolehkan menjual minuman beralkohol asalkan sesuai dengan persyaratan dan juga pelaku usaha harus memiliki izin memperdagangkan minuman beralkohol.
Kemudian jika melihat ketentuan yang ada dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) berkaitan dengan minuman yang berbahaya bagi nyawa atau kesehatan orang, pelakunya akan diancam pidana dalam Pasal 204 ayat (1) KUHP:
Barangsiapa menjual, menawarkan, menyerahkan atau membagi-bagikan barang yang diketahuinya membahayakan nyawa atau kesehatan orang, padahal sifat berbahaya itu tidak diberitahu, diancam dengan pidana penjara paling lama 15 tahun.
Di samping itu, Pasal 300 ayat (1) angka 1 KUHP juga mengatur ancaman pidana bagi penjual minuman beralkohol sebagai berikut:
Diancam dengan pidana penjara paling lama 1 tahun atau denda paling banyak Rp4.500 bagi barangsiapa dengan sengaja menjual atau memberikan minuman yang memabukkan kepada seseorang yang telah kelihatan mabuk.
Bolehkah Polisi Menyamar sebagai Pembeli Minuman Beralkohol Ilegal?
Dari berbagai bunyi ketentuan di atas, metode undercover buy memang diperbolehkan dalam kasus narkotika. Tetapi mengacu peraturan pembatasan penjualan minuman beralkohol, tidak diatur ketentuan yang membolehkan teknik pembelian terselubung (penyamaran polisi) untuk menangkap penjual minuman beralkohol yang tidak memiliki izin. Maka, seharusnya penangkapan penjual minuman beralkohol yang tidak memiliki izin ini tunduk pada ketentuan penangkapan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”).
Definisi yuridis mengenai penangkapan diatur dalam Pasal 1 angka 20 KUHAP yaitu:
Penangkapan adalah suatu tindakan penyidik berupa pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidikan atau penuntutan dan/atau peradilan dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.
Penangkapan hanya dapat dilakukan kepada seseorang yang diduga keras telah melakukan suatu tindak pidana, dan dugaan tersebut harus didasarkan pada bukti permulaan yang cukup.[4]
Pada saat melakukan penangkapan biasa, petugas kepolisian wajib memperlihatkan surat tugas dan surat perintah penangkapan kepada orang yang akan ditangkap. Surat perintah tersebut harus mencantumkan:[5]
identitas orang yang akan ditangkap secara jelas;
alasan penangkapan;
uraian singkat mengenai tindak pidana yang diduga dipersangkakan.
Setelah menangkap seseorang, polisi juga harus memberikan segera tembusan surat perintah penangkapan kepada keluarga orang yang ditangkap.[6]
Namun apabila dalam hal tertangkap tangan, penangkapan bisa dilakukan tanpa surat perintah. Meski demikian, pihak yang yang melakukan penangkapan harus segera menyerahkan orang yang ditangkap serta bukti-bukti yang ada di tempat kejadian kepada penyidik atau penyidik pembantu yang terdekat.[7]
Oleh karena pembelian terselubung (undercover buy) hanya dapat dilakukan dalam kasus tindak pidana narkotika, alih-alih melakukan penyamaran polisi, menurut hemat kami, penangkapan penjual minuman beralkohol yang tidak memilik izin ini dapat dilakukan melalui metode tertangkap tangan atau penangkapan biasa yang dilakukan oleh polisi.
Melalui penangkapan biasa dalam praktiknya ada upaya pengintaian maupun laporan masyarakat tentang dugaan tindak pidana. Dengan adanya informasi dari hasil pengintaian ini maka dilakukan penangkapan. Saat dilakukan penangkapan oleh karena identitas pelaku sudah dimiliki polisi, maka disiapkan surat penangkapan dengan identitas pelaku lengkap beserta uraian singkat tindak pidana yang diduga dilakukan.
Catatan penting mengenai tertangkap tangan oleh polisi yaitu biasa terjadi ketika kondisi pelaku memang sedang melakukan tindak pidana, sesaat setelah tindak pidana itu dilakukan atau sesaat kemudian diserukan oleh khalayak ramai sebagai orang yang melakukannnya atau ketika sesaat kemudian ditemukan benda yang diduga keras telah digunakan untuk melakukan tindak pidana yang menunjukkan bahwa ia adalah pelakunya atau turut melakukan atau membantu melakukan tindak pidana.
Sebagaimana diatur Pasal 1 angka 10 dan Pasal 77 KUHAP jo. Putusan MK 21/2014, bahwa sah tidaknya penangkapan termasuk dalam objek praperadilan. Namun demikian, perlu dicermati, sah tidaknya tertangkap tangan bukan merupakan objek praperadilan.