Kalau tidak salah, selain KPK, Polisi juga bisa menangani kasus korupsi. Lalu, bagaimana jika terduga pelakunya adalah polisi, apakah bisa kasusnya ditangani polisi atau harus KPK agar lebih independen?
Daftar Isi
INTISARI JAWABAN
Dalam kasus korupsi, terdapat tiga lembaga yang berwenang untuk menanganinya yaitu kepolisian, kejaksaan dan Komisi Pemberantasan Korupsi (“KPK”) sesuai kewenangannya masing-masing. Akan tetapi, apabila terdapat kasus polisi korupsi, lembaga apa yang berwenang untuk penyelidikan, penyidikan dan penuntutannya?
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.
ULASAN LENGKAP
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Artikel di bawah ini merupakan pemutakhiran dari artikel berjudul Kewenangan Penyidikan KPK dan Polri yang dibuat oleh Ilman Hadi, S.H., dan pertama kali dipublikasikan pada Selasa, 14 Agustus 2012.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Penyelidikan dan Penyidikan Kasus Tindak Pidana Korupsi
Sebelum menjawab pertanyaan Anda, dapat kami sampaikan bahwa terdapat tiga lembaga yang berwenang dalam kasus korupsi, yaitu kepolisian, kejaksaan dan Komisi Pemberantasan Korupsi (“KPK”).
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Ketiga lembaga tersebut memiliki wewenang dalam penyelidikan, penyidikan dan penuntutan kasus tindak pidana korupsi, sesuai dengan porsi masing-masing yang diatur di dalam peraturan perundang-udnagan.
Kewenangan Polisi dalam Kasus Korupsi
Berdasarkan Pasal 14 ayat (1) huruf g UU Kepolisian, kepolisian bertugas melakukan penyelidikan dan penyidikan semua tindak pidana sesuai hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya. Artinya, kepolisian memiliki wewenang untuk menyelidiki dan menyidik kasus tindak pidana korupsi.
Wewenang kepolisian dalam penyidikan juga berdasarkan Pasal 6 KUHAPyang menyatakan bahwa penyidik adalah:
Pejabat polisi negara Republik Indonesia;
Pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang.
Kewenangan penyidik Polri diatur dalam Pasal 7 ayat (1) KUHAP antara lain:
menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana;
melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian;
menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka;
melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan;
melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;
mengambil sidik jari dan memotret seseorang;
memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara;
mengadakan penghentian penyidikan;
mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.
Wewenang KPK
Selanjutnya, kewenangan KPK untuk menangani kasus korupsi diatur dalam Pasal 6 huruf e UU 19/2019, bahwa KPK mempunyai tugas melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi.
Perlu Anda pahami bahwa, terdapat ketentuan yang membatasi kewenangan KPK dalam menangani kasus tindak pidana korupsi. Hal ini diatur dalam Pasal 11 ayat (1) UU 19/2019 yang menyatakan bahwa KPK berwenang melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan tindak pidana korupsi apabila:
Melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara negara, dan orang lain yang ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum atau penyelenggara negara; dan/atau
Menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp1 miliar.
Dalam hal kasus tindak pidana korupsi yang tidak memenuhi ketentuan di atas, maka KPK wajib menyerahkan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan kepada kepolisian dan/atau kejaksaan.[1]
Perlu Anda ketahui bahwa selain berwenang atas penyelidikan, penyidikan dan penuntutan kasus korupsi, KPK juga memiliki tugas supervisi terhadap instansi yang bertugas dan berwenang melakukan pemberantasan korupsi.[2]
Dalam melaksanakan tugas supervisi tersebut, KPK berdasarkan Pasal 10A ayat (1) UU KPKmemiliki kewenangan tambahan yaitu KPK mengambil alih penyidikan dan/atau penuntutan terhadap pelaku korupsi yang sedang dilakukan oleh kepolisian atau kejaksaan.
Adapun alasan pengambilalihan oleh KPK tersebut diatur di dalam Pasal 10A ayat (2) UU KPK yang berdasarkan pada hal-hal sebagai berikut:
Laporan masyarakat mengenai tindak pidana korupsi tidak ditindaklanjuti;
Proses penanganan tindak pidana korupsi tanpa ada penyelesaian atau tertunda tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan;
Penanganan tindak pidana korupsi ditujukan untuk melindungi pelaku tindak pidana korupsi yang sesungguhnya;
Penanganan tindak pidana korupsi mengandung unsur tindak pidana korupsi;
Hambatan penanganan tindak pidana korupsi karena campur tangan dari pemegang kekuasaan eksekutif, yudikatif, atau legislatif; atau
Keadaan lain yang menurut pertimbangan kepolisian atau kejaksaan, penanganan tindak pidana korupsi sulit untuk dilaksanakan secara baik dan dapat dipertanggungjawabkan.
Jika Kasus Korupsi Dilakukan Penyidikan oleh KPK, Kepolisian dan Kejaksaan
Apabila terdapat kasus korupsi tetapi KPK belum melakukan penyidikan, sedangkan perkara tersebut sudah dilakukan penyidikan oleh kepolisian atau kejaksaan, maka instansi tersebut wajib memberitahukan kepada KPK paling lambat 14 hari kerja terhitung sejak tanggal dimulainya penyidikan dan kepolisian wajib melakukan koordinasi secara terus menerus dengan KPK.[3]
Sedangkan sebaliknya, apabila KPK sudah mulai melakukan penyidikan, kepolisian atau kejaksaan tidak berwenang lagi melakukan penyidikan.[4]
Dalam hal penyidikan ternyata dilakukan secara bersamaan antara kepolisian dan/atau kejaksaan dan KPK, maka penyidikan yang dilakukan oleh kepolisian atau kejaksaan tersebut harus segera dihentikan.[5]
Lembaga Apa yang Berwenang Menangani Kasus Polisi Korupsi?
Kasus polisi korupsi kerap kali menuai polemik. Misalnya, dalam UU 19/2019 disebutkan bahwa KPK berwenang melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum, salah satunya adalah polisi.
Akan tetapi, dalam praktiknya, kerap kali ditemukan benturan tugas dan kewenangan antara kepolisian dan KPK dalam menangani perkara korupsi. Namun, jika dilihat dari dasar hukum yang telah dijabarkan di atas, kepolisian dan KPK sesungguhnya masing-masing memiliki landasan yuridis untuk melakukan tugas sesuai dengan fungsi masing-masing dalam penanganan perkara korupsi.
Sebagai contoh adalah kasus korupsi Irjen Pol Napoleon Bonaparte sebagai kepala Divisi Hubungan Internasional Polri, yang terbukti menerima suap red notice Djoko Tjandra sebesar Rp7 miliar. Kasus ini ditangani oleh Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri dan penuntutan dilakukan oleh kejaksaan, bukan oleh KPK.
Berdasarkan analisis dan uraian di atas, maka menjawab pertanyaan Anda, dapat kami sampaikan bahwa dalam penyelidikan, penyidikan dan penuntutan tindak pidana korupsi dapat dilakukan baik oleh kepolisian, kejaksaan maupun KPK. Hal ini karena masing-masing lembaga tersebut memiliki kewenangan yang diberikan oleh undang-undang untuk menangani kasus korupsi.