Bagaimana perlindungan hukum bagi nasabah yang menyimpan uangnya di bank yang merger? Upaya hukum apa yang dapat ditempuh untuk mendapatkan perlindungan tersebut?
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
Perlindungan hukum bagi nasabah pada bank yang melakukan merger diatur dalam UU Perbankan dan perubahannya serta peraturan pelaksananya. Pada intinya, merger tidak boleh merugikan kepentingan nasabah.
Salah satu bentuk perlindungan bagi nasabah adalah dapat mengajukan keberatan terhadap merger dan mengakhiri perjanjian dengan bank.
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.
ULASAN LENGKAP
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul Perlindungan Nasabah dalam Merger Bank? yang dibuat oleh Shanti Rachmadsyah, S.H. dan pertama kali dipublikasikan pada Jumat, 1 Oktober 2010.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Dalam melakukan kegiatan usahanya, bank dapat melakukan merger atau penggabungan yang diatur dalam UU Perbankan dan perubahannya. Adapun definisi penggabungan atau merger berbunyi sebagai berikut.[1]
Merger adalah penggabungan dua bank atau lebih, dengan cara tetap mempertahankan berdirinya salah satu bank dan membubarkan bank-bank lainnya dengan atau tanpa melikuidasi.
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Penggabungan berasal dari inisiatif bank sendiri atau atas permintaan Otoritas Jasa Keuangan.[2]
Bagi bank yang berbentuk perseroan terbatas, definisi penggabungan berbunyi:[3]
Penggabungan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu Perseroan atau lebih untuk menggabungkan diri dengan Perseroan lain yang telah ada yang mengakibatkan aktiva dan pasiva dari Perseroan yang menggabungkan diri beralih karena hukum kepada Perseroan yang menerima penggabungan dan selanjutnya status badan hukum Perseroan yang menggabungkan diri berakhir karena hukum.
Untuk dapat melakukan penggabungan, bank harus mendapatkan izin dari Otoritas Jasa Keuangan.[4] UU Perbankan mengatur persyaratan dalam melakukan penggabungan yaitu:[5]
bank harus menghindari timbulnya pemusatan kekuatan ekonomi pada suatu kelompok dalam bentuk monopoli yang merugikan masyarakat; dan
penggabungan tidak boleh merugikan kepentingan nasabah.
Berdasarkan ketentuan di atas, dapat dilihat bahwa perlindungan bagi nasabah merupakan salah satu komponen utama yang perlu diperhatikan oleh bank dalam melakukan penggabungan.
Sebelum membahas lebih rinci mengenai perlindungan nasabah dalam pelaksanaan penggabungan bank, kita perlu mengetahui bahwa terdapat 2 jenis nasabah perbankan, yaitu:[6]
nasabah penyimpan, yang menempatkan dana dalam bentuk simpanan di bank; dan
nasabah debitur, yang mendapatkan fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah dari bank.
Perlindungan bagi Nasabah Penyimpan dalam Merger Bank
Lantas, apakah ada perlindungan hukum nasabah penyimpan dana dalam merger bank? Untuk menjawab pertanyaan tersebut dapat kami sampaikan bahwa bagi nasabah penyimpan, perlindungan diberikan dalam bentuk perlindungan bagi kreditur. Dalam hal ini, nasabah penyimpan memiliki simpanan di bank, yang merupakan prestasi yang harus dipenuhi oleh bank. Oleh karena itu, nasabah penyimpan dapat dikategorikan sebagai kreditur.[7]
Berdasarkan PP 28/1999, dalam melakukan merger, bank harus memperhatikan kepentingan kreditur dalam hal ini menyangkut pengembalian dana terhadap kreditur, termasuk nasabah penyimpan.[8]
Selain itu, bentuk perlindungan bagi kreditur adalah dengan mewajibkan bank untuk mengumumkan ringkasan rencana penggabungan sebelum pemanggilan rapat umum pemegang saham (“RUPS”) mengenai penggabungan.[9]
Setelah pengumuman tersebut, nasabah penyimpan atau kreditur memiliki hak untuk mengajukan keberatan terhadap penggabungan.[10] Keberatan ini harus diselesaikan oleh bank, dan selama penyelesaian keberatan belum tercapai, penggabungan tidak dapat dilaksanakan.[11]
Penjelasan lebih rinci kemudian diatur dalam POJK 41/2019. Pengumuman rencana penggabungan dilakukan pada 1 surat kabar harian nasional yang berbahasa Indonesia dan situs web bank.[12]
Selanjutnya, keberatan harus diselesaikan oleh direksi bank atau RUPS.[13] Apabila penyelesaian keberatan telah disepakati oleh bank dan kreditur, penyelesaian tersebut dimuat dalam akta notaris.[14]
Sebagai catatan, penggabungan tidak dapat dilaksanakan apabila penyelesaian keberatan belum tercapai.[15]
Perlindungan bagi Nasabah Debitur dalam Merger Bank
Lalu, bagaimana perlindungan bagi nasabah debitur?
Pertama, pengumuman rencana penggabungan, yang sebelumnya telah dijelaskan, juga merupakan bentuk perlindungan bagi nasabah debitur. Dengan adanya pengumuman melalui surat kabar nasional dan situs web bank, nasabah debitur mengetahui bahwa akan dilakukan penggabungan yang dapat memengaruhi posisinya sebagai debitur.
Kedua, kita dapat merujuk pada POJK tentang perlindungan nasabah, yaitu POJK Perlindungan Konsumen untuk melihat ketentuan yang dapat melindungi nasabah debitur dari konsekuensi penggabungan yang merugikan.
Konsekuensi yang mungkin terjadi setelah penggabungan adalah perubahan isi perjanjian antara bank dan nasabah debitur. Apabila perubahan dilakukan secara sepihak oleh bank dan tidak menguntungkan nasabah debitur, hal ini tidak adil karena nasabah debitur harus mematuhi perjanjian yang tidak seimbang. Bahkan, mungkin akan mengalami kerugian.
Sehubungan dengan hal ini, POJK Perlindungan Konsumen mewajibkan pelaku usaha jasa keuangan (dalam konteks ini bank) untuk menginformasikan perubahan isi perjanjian kepada konsumen sebelum perubahan tersebut berlaku.[16] Apabila konsumen tidak menyetujui perubahan, mereka berhak untuk mengakhiri penggunaan produk dan/atau layanan yang ditawarkan oleh bank.[17]
Konsekuensi lain yang mungkin terjadi setelah penggabungan adalah pengalihan hak tagih kepada bank hasil penggabungan. Dengan kata lain, nasabah debitur memiliki kreditur baru, yaitu bank hasil penggabungan. Apabila pengalihan tidak dilakukan dengan baik, hal ini dapat merugikan nasabah debitur.
Untuk menghindari kerugian yang dapat diderita oleh konsumen, POJK Perlindungan Konsumen mengatur bahwa dalam melakukan pengalihan hak tagih, bank harus:[18]
memenuhi tata cara pengalihan hak tagih sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
memuat pengalihan hak tagih dalam perjanjian kredit atau pembiayaan;
menyampaikan pemberitahuan kepada konsumen; dan
memastikan bahwa pengalihan hak tagih tidak menimbulkan kerugian bagi konsumen.
Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa perlindungan nasabah bank bagi nasabah penyimpan berupa kepemilikan hak untuk mengajukan keberatan terhadap penggabungan, yang apabila tidak diselesaikan menyebabkan penggabungan tidak dapat dilaksanakan.
Sementara itu, nasabah debitur memiliki hak untuk diberitahukan mengenai perubahan isi perjanjian dan pengalihan hak tagih, yang dapat terjadi sebagai akibat penggabungan, dan hak untuk mengakhiri perjanjian apabila tidak menyetujui perubahan isi perjanjian.
Perkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwi bahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di sini.