Apakah perbedaan menyadap dengan merekam baik itu rekaman video maupun rekaman audio secara sengaja sebagai bukti tindak pidana? Apakah orang lain (bukan penegak hukum) boleh melakukan penyadapan untuk sebagai alat bukti dalam kejahatan?
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
ULASAN LENGKAP
Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul yang samayang dibuat olehTri Jata Ayu Pramesti, S.H. danpernahdipublikasikanpadaRabu, 16 Desember 2015.
Menyadap menurut UU ITE beserta perubahannya adalah kegiatan untuk mendengarkan, merekam, membelokkan, mengubah, menghambat, dan/atau mencatat transmisi Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak bersifat publik, baik menggunakan jaringan kabel komunikasi maupun jaringan nirkabel, seperti pancaran elektromagnetis atau radio frekuensi.
Tindakan merekam belum tentu tindakan menyadap. Karena realita berupa suara atau kejadian yang direkam ke dalam satu tape recorder maupun kamera bukanlahdata elektronik, Informasi Elektronik maupunDokumen Elektronik.
Penyadapan atau intersepsi merupakan perbuatan yang dilarang oleh UU ITE beserta perubahannya dan kepada pelakunya dapat diancam sanksi pidana. Pengecualian terhadap ketentuan larangan penyadapan atau intersepsi itu adalah intersepsi yang dilakukan dalam rangka penegakan hukum atas permintaan kepolisian, kejaksaan, atau institusi lainnya yang kewenangannya ditetapkan berdasarkan undang-undang.
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Ulasan:
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Arti Menyadap dan Merekam Secara Harfiah
Menyadap menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang kami akses dari lamanKementerian Pendidikan dan Kebudayaan RIadalah mendengarkan (merekam) informasi (rahasia, pembicaraan) orang lain dengan sengaja tanpa sepengetahuan orangnya.Sedangkan arti merekam adalah memindahkan suara (gambar, tulisan) ke dalam pita kaset, piringan, dan sebagainya.
Mengacu pada definisi di atas dapat kita ketahui bahwa menyadap lebih luas dari makna merekam. Menyadap dilakukan salah satunya dengan jalan merekam namun secara diam-diam (tanpa sepengetahuan orang yang disadap).Sedangkan dalam merekam, bisa saja orang atau obyek yang direkam itu tahu bahwa dirinya direkam.
Setiap orang dilarang melakukan kegiatan penyadapan atas informasi yang disalurkan melalui jaringan telekomunikasi dalam bentuk apapun.
Yang dimaksud dengan penyadapan adalah kegiatan memasang alat atau perangkat tambahan pada jaringan telekomunikasi untuk tujuan mendapatkan informasi dengan cara tidak sah. Pada dasarnya informasi yang dimiliki oleh seseorang adalah hak pribadi yang harus dilindungi sehingga penyadapan harus dilarang.[1]Siapa yang melanggarnyadipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.[2]
Intersepsi atau penyadapan menurut UU ITE adalah kegiatan untuk mendengarkan, merekam, membelokkan, mengubah, menghambat, dan/atau mencatat transmisi Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak bersifat publik, baik menggunakan jaringan kabel komunikasi maupun jaringan nirkabel, seperti pancaran elektromagnetis atau radio frekuensi.[3]
Menjawab pertanyaan Anda, penyadapan atau intersepsi ini termasuk sebagai perbuatan yang dilarang, yang diatur dalam Bab VII UU ITE beserta perubahannya, apabila dilakukan bukan oleh pihak yang berwenang dalam rangka penegakan hukum, sebagaimana diatur dalam Pasal 31 UU 19/2016:
(1)Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atau penyadapan atas Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dalam suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik orang lain.
(2)Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atas transmisi Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak bersifat publik dari, ke, dan di dalam suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik Orang lain, baik yang tidak menyebabkan perubahan apa pun maupun yang menyebabkan adanya perubahan, penghilangan, dan/atau penghentian Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang sedang ditransmisikan.
(3)Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku terhadap intersepsi atau penyadapan yang dilakukan dalam rangka penegakan hukum atas permintaan kepolisian, kejaksaan, atau institusi lainnya yang kewenangannya ditetapkan berdasarkan undang-undang.
(4)Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan undang-undang.
Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) atau ayat (2) UU ITE di atas dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp800 juta.[4]
Pengecualian atas pelarangan penyadapan atau intersepsi itu adalah intersepsi yang dilakukan dalam rangka penegakan hukum atas permintaan kepolisian, kejaksaan, atau institusi lainnya yang kewenangannya ditetapkan berdasarkan undang-undang.[5]
Salah satu institusi penegak hukum yang berwenang menurut undang-undang untuk melakukan penyadapan ini adalah Komisi Pemberantasan Korupsi (“KPK”). KPK berwenang melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan dalam melaksanakan tugas penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan.[6]
Sementara,tindakan merekam bukan berarti tindakan menyadap. Konsultan dan Pemerhati Cyber LawTeguh Arifiyadi, S.H., M.H. berpendapat bahwa merekam secara diam-diam menggunakan perangkat teknologi tertentu seperti kamera tersembunyi, alat perekam video, maupun perekam suara bukan termasuk kategori intersepsi sebagaimana Pasal 31 ayat (2) UU ITE (sekarang Pasal 31 UU 19/2016) dengan dasar bahwa tidak ada “transmisi” informasi elektronik yang diintersep. Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam artikel Hukum Merekam Menggunakan Kamera Tersembunyi (Hidden Camera).
Hal serupa juga dikatakan Konsultan dan Pemerhati Cyber Lawyang lain yaitu Josua Sitompul, S.H., IMMdalam artikel Bolehkah Merekam Suatu Peristiwa Secara Sembunyi-Sembunyi?, bahwa realita berupa suara atau kejadian yang direkam dalam satu tape recorder atau kamera bukanlah data elektronik, bukan Informasi Elektronik dan bukan Dokumen Elektronik.
Kamera atau tape recorder tersebut merekam kejadian atau suara dengan mengubahnya menjadi Informasi dan Dokumen Elektronik. Dengan perkataan lain suara yang diucapkan pada waktu kejadian masih belum termasuk dalam Informasi atau Dokumen Elektronik. Oleh karena itu, perekaman terhadap kejadian nyata secara langsung dengan menggunakan kamera bukanlah termasuk dalam pelanggaran Pasal 31 UU ITE (sekarang Pasal 31 UU 19/2016).
Penyadapan dalam Rangka Penegakan Hukum
Dalam artikel Tindakan Penyadapan dalam Rangka Penegakan Hukum Harus Diatur Dalam UU/Hukum Acara Pidana yang kami akses dari laman Institute for Criminal Justice Reform (“ICJR”),LSM yang peduli pada isu pembaharuan hukum pidana Indonesia, dijelaskan bahwa ketentuan Pasal 31 UU ITE (sekarang Pasal 31 UU 19/2016) mempunyai maksud:
1.Pertama, penegak hukum mempunyai kewenangan untuk melakukan penyadapan yang dilakukan dalam rangka penegakan hukum.
2.Kedua, penyadapan yang dilakukan harus berdasarkan permintaan dalam rangka penegakan hukum.
3.Ketiga, kewenangan penyadapan dan permintaan penyadapan dalam rangka penegakan hukum harus ditetapkan berdasarkan UU.
Melihat dari rumusan Pasal 31 UU 19/2016 tentang larangan penyadapan atau intersepsi di atas, jelas bahwa selain pihak yang berwenang dalam rangka penegakan hukum, dilarang melakukan penyadapan. Jika penyadapan tersebut dilakukan dengan melanggar hukum, tentu tidak dapat digunakan sebagai bukti dalam persidangan.