KlinikBerita
New
Hukumonline Stream
Data PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Perbedaan Legalisasi dan Waarmerking oleh Notaris

Share
Perdata

Perbedaan Legalisasi dan Waarmerking oleh Notaris

Perbedaan Legalisasi dan <i>Waarmerking</i> oleh Notaris
Renata Christha Auli, S.H.Si Pokrol

Bacaan 10 Menit

Article Klinik

PERTANYAAN

Apa perbedaan legalisasi dan waarmerking notaris?

Daftar Isi

    INTISARI JAWABAN

    Ketentuan legalisasi oleh notaris diatur dalam Pasal 15 ayat (2) huruf a UU 20/2014, yaitu notaris dalam jabatannya berwenang mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus.

    Sementara itu, ketentuan waarmerking diatur dalam Pasal 15 ayat (2) huruf b UU 20/2014. Bagaimana bunyi ketentuan hukumnya?

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

    Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul Perbedaan Legalisasi dan Waarmerking Dokumen yang pertama kali dibuat oleh Irma Devita Purnamasari, S.H., M.Kn. dan dipublikasikan pada 23 Maret 2015.

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

    Sebelum menjawab pertanyaan Anda, penting untuk diketahui bahwa dalam menjalankan jabatannya, notaris tunduk pada UU 30/2004 sebagaimana telah diubah dengan UU 2/2014. Terkait perbedaan legalisasi dan waarmerking, berikut penjelasannya.

    Legalisasi

    Pasal 15 ayat (2) huruf a UU 2/2014 menerangkan bahwa notaris dalam jabatannya berwenang mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus.

    Ketentuan ini merupakan legalisasi terhadap akta di bawah tangan yang dibuat sendiri oleh orang perseorangan atau oleh para pihak, di atas kertas yang bermaterai cukup, dengan jalan pendaftaran dalam buku khusus, yang disediakan oleh notaris.[1]

    Menurut Irma Devita Purnamasari, S.H., M.Kn. (penulis sebelumnya), ringkasnya, poin dari legalisasi adalah, para pihak membuat suratnya, dibawa ke notaris, lalu menandatanganinya di hadapan notaris, kemudian dicatatkan dalam buku legalisasi.

    Lebih lanjut, tanggal pada saat penandatanganan di hadapan notaris itulah yang merupakan tanggal terjadinya perbuatan hukum atau yang melahirkan hak dan kewajiban antara para pihak.

    Kemudian, notaris dapat pula menjelaskan isi dari surat tersebut atau hanya mengesahkan tanda tangan dan kepastian tanggalnya saja. Namun, yang menjadi poin pentingnya adalah adanya pengesahan tanda tangan para pihak, penetapan kepastian tanggal, dan pencatatan dalam buku khusus atau buku legalisasi. Hanya sebatas itulah pertanggungjawaban notaris atas legalisasi.

    Selanjutnya, apa itu waarmerking notaris?

    Waarmerking

    Ketentuan waarmerking diatur dalam Pasal 15 ayat (2) huruf b UU 2/2014 yang menerangkan bahwa notaris dalam jabatannya berwenang pula membukukan surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus. Buku khusus tersebut disebut dengan Buku Pendaftaran Surat Di Bawah Tangan. Dalam keseharian, kewenangan ini dikenal juga dengan sebutan pendaftaran surat di bawah tangan dengan kode: “Register” atau Waarmerking atau Waarmerk.[2]

    Poin dari pendaftaran atau waarmerking ini, para pihak telah menandatangani suratnya, baik sehari ataupun seminggu sebelumnya, kemudian membawa surat tersebut ke notaris untuk didaftarkan ke dalam Buku Pendaftaran Surat Di Bawah Tangan. Fungsinya, terhadap perjanjian/kesepakatan yang telah disepakati dan ditandatangani dalam surat tersebut, selain para pihak, ada pihak lain yang mengetahui adanya perjanjian/kesepakatan itu. Hal ini dilakukan agar meniadakan atau setidaknya meminimalisir penyangkalan dari pihak lain.

    Kemudian, hak dan kewajiban antara para pihak muncul pada saat penandatanganan surat yang telah dilakukan oleh para pihak tersebut, bukan saat pendaftaran kepada notaris. Pertanggungjawaban notaris sebatas pada membenarkan bahwa para pihak membuat perjanjian atau kesepakatan pada tanggal yang tercantum dalam surat yang didaftarkan.[3]

    Adapun menurut A. A. Andi Prajitno dalam bukunya Kewenangan Notaris: Contoh Akta-Akta Notaris dalam Perbuatan Hukum Keperdataan Perorangan (hal. 31), pencatatan atau waarmerking mempunyai arti akta di bawah tangan yang dicatatkan, dan didaftar pada protokol kantor notaris. Akta tersebut sudah sempurna atau sudah selesai, sudah ada tanda tangan para pihak dalam akta dan kemungkinan tanggal selesainya akta tersebut jauh sebelum tanggal didaftarkan atau dilakukan waarmerking. Jadi, terdapat kemungkinan tanggal pembuatan akta dan tanggal waarmerking tidak sama.

    Kesimpulannya, pada legalisasi, dengan telah dilegalisasinya suatu akta atau surat, maka para pihak dengan sendirinya telah memberikan penegasan tentang kebenaran tanda tangan mereka, dan hal tersebut berarti ada penegasan tentang kebenaran tanggal. Setelah itu, akta dicatatkan dalam buku legalisasi. Sedangkan pada waarmerking notaris, notaris hanya melakukan pendaftaran saja.

    Baca juga: Perbedaan Akta Notaris, Legalisasi dan Waarmerking

    Demikian jawaban dari kami terkait perbedaan legalisasi dan waarmerking oleh notaris, semoga bermanfaat.

    Dasar Hukum:

    1. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris;
    2. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.

    Referensi:

    1. A. A. Andi Prajitno. Kewenangan Notaris: Contoh Akta-Akta Notaris dalam Perbuatan Hukum Keperdataan Perorangan. Surabaya: CV. Putra Media Nusantara, 2018;
    2. Anak Agung Bagus Indra Dwipraditya (et.al). Tanggung Jawab Notaris terhadap Keabsahan Tanda Tangan Para Pihak pada Perjanjian di Bawah Tangan yang di Waarmerking. Jurnal Konstruksi Hukum, Vol. 1, No. 2, 2020;
    3. Karmila Sari Sukarno dan Pujiyono. Penghapusan Legislasi Surat Pengakuan Utang dalam Perjanjian Kredit Perbankan. Surakarta: CV. Indotama Solo, 2016.

    [1] Penjelasan Pasal 15 ayat (2) huruf a Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris

    [2] Karmila Sari Sukarno dan Pujiyono. Penghapusan Legislasi Surat Pengakuan Utang dalam Perjanjian Kredit Perbankan. Surakarta: CV. Indotama Solo, 2016, hal. v

    [3] Anak Agung Bagus Indra Dwipraditya (et.al). Tanggung Jawab Notaris terhadap Keabsahan Tanda Tangan Para Pihak pada Perjanjian di Bawah Tangan yang di Waarmerking. Jurnal Konstruksi Hukum, Vol. 1, No. 2, 2020, hal. 235

    TAGS

    Punya masalah hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Powered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Semua

    TIPS HUKUM

    Lihat Semua
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda