Menyambung pertanyaan Anda, perbedaan penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui konsiliasi dengan arbitrase dapat dibedakan menjadi beberapa pembeda. Salah satunya pihak yang melakukan konsiliasi adalah konsiliator, sedangkan pihak yang melakukan arbitrase adalah arbiter.
Selain itu, kewenangan konsiliasi adalah menangani penyelesaian perselisihan kepentingan, perselisihan PHK atau perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan. Sementara kewenangan arbitrase adalah menangani perselisihan kepentingan dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda klik ulasan di bawah ini.
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Perselisihan Hubungan Industrial
Perselisihan antara pekerja dengan pengusaha dalam peraturan perundang-undangan biasanya dikenal dengan istilah “perselisihan hubungan industrial”. Perselisihan Hubungan Industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan.[1]
Jenis perselisihan hubungan industrial meliputi:[2]
perselisihan hak;
perselisihan kepentingan;
perselisihan pemutusan hubungan kerja (“PHK”); dan
perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan.
Perselisihan hubungan industrial wajib diupayakan penyelesaiannya terlebih dahulu melalui perundingan bipartit secara musyawarah untuk mencapai mufakat.[3] Dalam hal penyelesaian secara musyawarah untuk mufakat tidak tercapai, maka pengusaha dan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh menyelesaikan perselisihan hubungan industrial melalui prosedur penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang diatur dengan undang-undang.[4]
Prosedur penyelesaian perselisihan yang dimaksud adalah melalui perundingan bipartit, penyelesaian melalui mediasi, konsiliasi, dan arbitrase.[5] Jika mediasi atau konsiliasi tidak mencapai kesepakatan yang dituangkan dalam perjanjian bersama, maka salah satu pihak dapat mengajukan gugatan ke pengadilan hubungan industrial.[6] Tetapi tidak halnya dengan arbitrase. Perselisihan hubungan industrial yang sedang atau telah diselesaikan melalui arbitrase tidak dapat diajukan ke pengadilan hubungan industrial.[7]
Menjawab pertanyaan Anda, berikut kami uraikan penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui konsiliasi dan arbitrase.
Penyelesaian Melalui Konsiliasi
Konsiliasi Hubungan Industrial yang selanjutnya disebut dengan konsiliasi adalah penyelesaian perselisihan kepentingan, perselisihan PHK atau perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih konsiliator yang netral.[8] Jadi, kewenangan konsiliasi adalah hanya menangani perselisihan kepentingan, perselisihan PHK atau perselisihan antar serikat pekerja. Artinya, perselisihan hak tidak termasuk perselisihan yang diselesaikan melalui konsiliasi.
Pihak yang melakukan penyelesaian perselisihan melalui konsiliasi adalah konsiliator yang terdaftar pada kantor instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan kabupaten/kota.[9]
Dalam artikel Meniti Perdamaian di Jalur Hubungan Industrial (1) dijelaskan bahwa seorang konsiliator baru bisa bertindak untuk menangani perkara ketika ada permintaan tertulis dari para pihak.[10] Tentu saja permintaan tertulis itu baru ada setelah kedua belah pihak menyepakati siapa konsiliator yang dipilih. Dalam menjalankan tugasnya, konsiliator yang notabene adalah pihak swasta yang independen, dapat memanggil saksi atau ahli dalam sidang konsiliasi guna diminta dan didengar keterangannya (hal. 1).[11]
Jika tidak tercapai kesepakatan antara kedua belah pihak makan konsiliator bisa mengeluarkan anjuran tertulis.[12] Dalam hal anjuran tertulis ditolak oleh salah satu pihak atau para pihak, maka selanjutnya dapat dilanjutkan penyelesaian perselisihan ke pengadilan hubungan industrial pada pengadilan negeri setempat.[13]
Sebaliknya, jika kesepakatan penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui konsiliasi tercapai, maka dibuat Perjanjian Bersama yang ditandatangani oleh para pihak dan disaksikan oleh konsiliator dan didaftarkan ke pengadilan hubungan industrial.[14]
Penyelesaian Melalui Arbitrase
Arbitrase Hubungan Industrial yang selanjutnya disebut arbitrase adalah penyelesaian suatu perselisihan kepentingan, dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan, di luar pengadilan hubungan industrial melalui kesepakatan tertulis dari para pihak yang berselisih untuk menyerahkan penyelesaian perselisihan kepada arbiter yang putusannya mengikat para pihak dan bersifat final.[15]
Masih bersumber dari artikel Meniti Perdamaian di Jalur Hubungan Industrial (1), ruang lingkup arbitrase dalam menyelesaikan perselisihan hubungan industrial lebih sempit ketimbang yang lain. Arbitrase hanya berwenang menangani perkara (hal. 1):[16]
perselisihan kepentingan; dan
perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan.
Sama halnya dengan konsiliasi, arbitrase baru bisa ditempuh ketika para yang pihak berselisih sudah menuangkan kesepakatan tertulis.[17] Kesepakatan itu tercantum dalam perjanjian arbitrase yang berisikan:[18]
nama lengkap dan alamat para pihak yang berselisih;
pokok-pokok persoalan yang menjadi perselisihan;
jumlah arbiter yang disepakati;
pernyataan tunduk dan menjalankan keputusan arbitrase; dan
tanggal, tempat dan tanda tangan para pihak.
Masih bersumber dari artikel yang sama, prosedur untuk berperkara lewat arbitrase tidak cukup berhenti di situ. Para pihak masih harus membuat sebuah perjanjian tertulis lain, yaitu perjanjian penunjukan arbiter dengan para pihak yang berselisih.[19] Di sini para pihak diberi opsi antara menunjuk arbiter tunggal atau beberapa arbiter.[20]
Penyelesaian perselisihan hubungan industrial oleh arbiter harus diawali dengan upaya mendamaikan kedua belah pihak yang berselisih.[21] Apabila upaya perdamaian gagal, arbiter atau majelis arbiter meneruskan sidang arbitrase.[22]
Putusan sidang arbitrase ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, perjanjian, kebiasaan, keadilan dan kepentingan umum.[23]Putusan arbitrase mempunyai kekuatan hukum yang mengikat para pihak yang berselisih dan merupakan putusan yang bersifat akhir dan tetap.[24] Perselisihan hubungan industrial yang sedang atau telah diselesaikan melalui arbitrase tidak dapat diajukan ke pengadilan hubungan industrial.[25]
Perbedaan Konsiliasi dengan Arbitase
Setelah mengetahui konsiliasi adalah penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang dilakukan oleh konsiliator, sedangkan pihak yang melakukan arbitrase adalah arbiter, sebagai gambaran untuk Anda, berikut kami meringkas perbedaan penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui konsiliasi dan arbitrase:
Pembeda
Konsiliasi
Arbitrase
Kewenangan
Kewenangan konsiliasi adalah menangani perselisihan kepentingan, perselisihan PHK dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan.[26]
Kewenangan arbitrase adalah menangani perkara perselisihan kepentingan dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan.[27]
Pihak berwenang yang menengahi
Pihak yang melakukan konsiliasi adalah seorang atau lebih konsiliator yang netral.[28]
Pihak yang melakukan arbitrase adalah arbiter yang telah ditetapkan oleh Menteri Ketenagakerjaan.[29]
Cara penunjukan pihak yang menengahi
Penunjukan konsiliator berdasarkan kesepakatan para pihak.[30]
Konsiliator bertindak jika para pihak sudah mengajukan permintaan penyelesaian secara tertulis kepada konsiliator yang ditunjuk.[31]
Penunjukan arbiter berdasarkan kesepakatan para pihak.[32]
Tetapi para pihak masih harus membuat sebuah perjanjian penunjukan arbiter.[33]
Di sini para pihak diberi opsi antara menunjuk arbiter tunggal atau beberapa arbiter.[34]
Jika tidak tercapai kesepakatan
Dalam hal tujuan konsiliasi adalah kesepakatan tapi tidak tercapai, salah satu pihak dapat mengajukan gugatan ke pengadilan hubungan industrial.[35]
Perselisihan hubungan industrial yang sedang atau telah diselesaikan melalui arbitrase tidakdapat diajukan ke pengadilan hubungan industrial.[36]
Penyelesaian perselisihan
Apabila kesepakatan tercapai, maka dibuat Perjanjian Bersama yang ditandatangani oleh para pihak dan disaksikan oleh konsiliator dan didaftar di pengadilan hubungan industrial pada pengadilan negeri untuk mendapatkan akta bukti pendaftaran.[37]
Dalam hal tidak tercapai kesepakatan, maka konsiliator mengeluarkan anjuran tertulis.[38]
Apabila perdamaian tercapai, maka dibuat Akta Perdamaian yang ditandatangani oleh para pihak yang berselisih dan arbiter atau majelis arbiter.[39]
Apabila upaya perdamaian gagal, maka arbiter atau majelis arbiter meneruskan sidang arbitrase.[40] Kemudian perselisihan diselesaikan dengan ditetapkannya putusan sidang arbitrase.[41]
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihatPernyataan Penyangkalanselengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
DASAR HUKUM
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja