Ada yang mengatakan pensiunan ASN, TNI atau Polri setelah ia pensiun kemudian masuk dalam lingkup politik praktis maka ia akan kehilangan haknya sebagai seorang pensiunan dan tunjangan pensiun. Benarkah hal ini dan bagaimana dasar hukumnya?
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
Pada dasarnya, Pegawai Aparatur Sipil Negara (ASN) yang dalam hal ini adalah PNSdilarang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik. Sama halnya dengan PNS, prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) dilarang terlibat dalam politik praktis.
Maka dari itu, apabila pensiunan PNS, TNI, atau Polri yang di kemudian hari ikut terlibat politik praktis, apakah ia akan kehilangan hak pensiun?
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda klik ulasan di bawah ini.
Sebelumnya, perlu diketahui terlebih dahulu apa itu Pegawai Aparatur Sipil Negara (“Pegawai ASN”) dengan Pegawai Negeri Sipil (“PNS”).
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Pegawai ASN adalah PNSdan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) yang diangkat oleh pejabat pembina kepegawaian dan diserahi tugas dalam suatu jabatan pemerintahan atau diserahi tugas negara lainnya dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan.[1]
Sedangkan PNS adalah warga negara Indonesiayangmemenuhi syarat tertentu,diangkat sebagai Pegawai ASN secara tetap oleh pejabat pembina kepegawaian untuk menduduki jabatan pemerintahan.[2] Dengan demikian, PNS merupakan Pegawai ASN, sementara Pegawai ASN belum tentu PNS, sebab terdiri atas PNS dan PPPK.
Sementara itu, PPPK berhak memperoleh hak yang sama dengan PNS, kecuali fasilitas, jaminan pensiun dan jaminan hari tua.[4] Jadi meluruskan pernyataan Anda, hak pegawai ASN yang Anda maksud seperti jaminan pensiun maupun jaminan hari tua hanya dapat dimiliki oleh Pegawai ASN yang berstatus sebagai PNS.
Larangan PNS Terlibat Politik Praktis
Pada dasarnya, Pegawai ASN wajib menjalankan tugas secara profesional dan tidak berpihak[5] serta menjaga agar tidak terjadi konflik kepentingan dalam melaksanakan tugasnya.[6]
Pegawai Negeri Sipil dilarang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik.
Pegawai Negeri Sipil yang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik diberhentikan sebagai Pegawai Negeri Sipil.
PNS diberhentikan dengan hormat apabila PNS yang akan menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik itu mengundurkan diri.[7] Sedangkan bagi PNS yang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik tanpa mengundurkan diri,makayang bersangkutanakan diberhentikan dengan tidak hormat.[8]
Tidak hanya itu, setiap PNS juga dilarang memberikan dukungan kepada Presiden/Wakil Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah.[9]
Perlu dicatat, bahwa pelanggaran pemberian dukungan tersebut termasuk pelanggaran disiplin berat,[10] dengan jenis hukuman disiplin berat berupa:[11]
penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3 tahun;
pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih rendah;
pembebasan dari jabatan;
pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS; dan
pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS.
Jadi dapat disimpulkan Pegawai ASN atau dalam hal ini PNS dilarang terlibat politik praktis, baik menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik maupun memberikan dukungan kepada para pejabat sebagaimana disebut di atas.
Hak Pensiun PNS
Pertanyaan selanjutnya, apakah larangan terlibat politik praktis tetap berlaku bagi pensiunan PNS? Terkait itu,PNS yang berhenti bekerja berhak atas jaminan pensiun dan jaminan hari tua.[12] PNS memperoleh jaminan pensiun apabila[13]:
meninggal dunia;
atas permintaan sendiri dengan usia dan masa kerja tertentu;
mencapai batas usia pensiun;
perampingan organisasi atau kebijakan pemerintah yang mengakibatkan pensiun dini; atau
tidak cakap jasmani dan/atau rohani sehingga tidak dapat menjalankan tugas dan kewajiban.
Adapun jaminan pensiun dan jaminan hari tua PNS mencakup jaminan pensiun dan jaminan hari tua yang diberikan dalam program jaminan sosial nasional.[14] Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan program jaminan pensiun dan jaminan hari tua PNS diatur dalam Peraturan Pemerintah.[15].
Menyambung pertanyaan Anda, menurut Pasal 29 ayat (1) UU 11/1969, hak pensiun PNS hapus apabila:
jika penerima pensiun pegawai tidak seizin pemerintah menjadi anggota tentara atau pegawai negeri suatu negara asing.
jika penerima pensiun pegawai/pensiun janda/duda/bagian pensiun janda menurut keputusan pejabat/Badan Negara yang berwenang dinyatakan salah melakukan tindakan atau terlibat dalam suatu gerakan yang bertentangan dengan kesetiaan terhadap Negara dan Haluan Negara yang berdasarkan Pancasila.
jika ternyata bahwa keterangan-keterangan yang diajukan sebagai bahan untuk penetapan pemberian pensiun pegawai/pensiun janda/duda/bagian pensiun janda, tidak benar dan bekas Pegawai Negeri atau janda/duda/anak yang bersangkutan sebenarnya tidak berhak diberikan pensiun.
Dari bunyi pasal di atas tidak diatur hapusnya hak pensiun akibat pensiunan PNS terlibat dalam politik praktis. Jadi menurut hemat kami, pensiunan PNS tetap dapat memperoleh hak pensiun meskipun setelah pensiun ia berpolitik praktis.
Hak Pensiun TNI dan Polri
Sama seperti PNS, prajurit Tentara Nasional Indonesia (“TNI”) dan Kepolisian Negara Republik Indonesia (“Polri”) dilarang terlibat dalam politik praktis.[16]
Patut diperhatikan, prajuritTNI hanya dapat menduduki jabatan sipil setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif keprajuritan.[17] Sama halnya dengan prajurit TNI, bagi anggota Polri dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian.[18] Maka, prajurit TNI dan anggota Polri baru dapat terjun ke kegiatan politik praktis setelah mengundurkan diri atau pensiun.
Pensiun diberikan kepada prajurit TNI yang diberhentikan dengan hormat, termasuk pula tunjangan atau pesangon dan rawatan kesehatan.[19] Selanjutnya, kriteria prajurit TNI yang berhak memperoleh pensiun dan aturan pemberiannya tercantum pada:
Menjawab pertanyaan Anda, sepanjang penelusuran kami sejauh ini belum ada aturan yang menghapus hak pensiun dari pensiunan TNI/Polri yang ikut terlibat politik praktis. Jadi, kami berpendapat pensiunan TNI/Polri tetap dapat memperoleh hak pensiun meskipun setelah pensiun ia berpolitik praktis.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihatPernyataan Penyangkalanselengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
DASAR HUKUM
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1969 tentang Pensiun Pegawai dan Pensiun Janda/Duda Pegawai
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia
Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara
Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja
Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Larangan Pegawai Negeri Sipil Menjadi Anggota Partai Politik
Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2010 tentang Administrasi Prajurit Tentara Nasional Indonesia
Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil
Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2019 tentang Penetapan Pensiun Pokok Purnawirawan, Warakawuri/Duda, Tunjangan Anak Yatim/Piatu, dan Tunjangan Orang Tua Anggota Tentara Nasional Indonesia
Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2020 tentang Pemberian Gaji, Pensiun, Tunjangan, atau Penghasilan Ketiga Belas Tahun 2020 kepada Pegawai Negeri Sipil, Prajurit Tentara Nasional Indonesia, Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, Pegawai Nonpegawai Negeri Sipil, dan Penerima Pensiun atau Tunjangan
Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2019 tentang Administrasi Pengakhiran Dinas Bagi Pegawai Negeri pada Kepolisian Negara Republik Indonesia