Di daerah saya di Jakarta Selatan, banyak sekali bangunan atau melakukan kegiatan membangun tanpa memiliki IMB. Sementara di daerah/wilayah Jakarta Utara atau Barat sangat riskan atau berisiko kalau membangun tidak memiliki IMB. Sedengar saya sekarang perizinan bangunan yang dikenal IMB telah diubah menjadi PBG.
Pertanyaannya:
Apa pengertian PBG?
Apa sanksinya jika bangunan tidak memiliki PBG?
Terima kasih atas penjelasannya.
Daftar Isi
INTISARI JAWABAN
Sejak diundangkannya UU Cipta Kerja yang mengubah, menghapus, dan memuat ketentuan baru dalam UU Bangunan Gedung,istilah Izin Mendirikan Bangunan Gedung (“IMB”) tidak lagi dikenal.Adapun istilah yang kini digunakan adalah Persetujuan Bangunan Gedung (“PBG”).
Bagi pemilik bangunan gedung dan/atau pengguna bangunan gedung yang tidak memiliki persyaratan perizinan bangunan berupa PBG, dapat dikenai sanksi administratif, denda, hingga pidana penjara. Bagaimana dasar hukum selengkapnya?
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.
ULASAN LENGKAP
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran kedua dari artikel dengan judul sama yang dibuat oleh Ilman Hadi, S.H., yang dipublikasikan pertama kali pada Senin, 3 Desember 2012, dan dimutakhirkan oleh Saufa Ata Taqiyya, S.H., pada Senin, 7 Juni 2021.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Istilah “Izin Mendirikan Bangunan Gedung” Telah Dihapus
Sebelum menjawab pertanyaan Anda, sebaiknya kita pahami terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan “bangunan gedung”, yaitu wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di atas dan/atau di dalam tanah dan/atau air, yang berfungsi sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya, baik untuk hunian atau tempat tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial, budaya, maupun kegiatan khusus.[1]
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Secara historis, peraturan perundang-undanganmensyaratkan adanya Izin Mendirikan Bangunan Gedung (“IMB”) bagi setiap orang yang akan mendirikan bangunan gedung. Sebagai contoh, IMB pernah diatur dalam UU Bangunan Gedung dan PP 36/2005.[2]
Adapun definisi IMB sebelumnya diatur dalam Pasal 1 angka 6 PP 36/2005 sebagai perizinan yang diberikan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota kepada pemilik bangunan gedung untuk membangun baru, mengubah, memperluas, mengurangi, dan/ atau merawat bangunan gedung sesuai dengan persyaratan administratif dan persyaratan teknis yang berlaku.
Akan tetapi, istilah IMB tidak lagi dikenal, melainkan istilah yang kini digunakan adalah Persetujuan Bangunan Gedung (“PBG”) sebagaimana diatur dalam PP 16/2021dan UU Cipta Kerja.
Lantas, apa itu PBG? Pada dasarnya,PBG adalah perizinan yang diberikan kepada pemilik bangunan gedung untuk membangun baru, mengubah, memperluas, mengurangi, dan/atau merawat bangunan gedung sesuai dengan standar teknis bangunan gedung.[3] Adapun manfaat dari PBG adalah adanya kepastian hukum terkait kepemilikan bangunan gedung dan meminimalisir kecelakaan dalam penggunaan bangunan, karena bangunan yang berdiri sesuai dengan standar teknis bangunan dan sudah selaras dengan kondisi lingkungan.[4]
Kemudian, bagaimana proses memperoleh PBG? Berikut ulasannya.
Proses Memperoleh PBG
Untuk memperoleh PBG sebelum pelaksanaan konstruksi, dokumen rencana teknis perlu diajukan kepada Pemerintah Daerah (“Pemda”) kabupaten/kota atau Pemda provinsi untuk Daerah Khusus Ibukota Jakarta atau Pemerintah Pusat.[5] PBG tersebut dilakukan untuk membangun bangunan gedung atau prasarana bangunan gedung baru, mengubah, memperluas, mengurangi, dan/atau merawat bangunan gedung atau prasarana bangunan gedung.[6] Kemudian, PBG juga harus diajukan pemilik sebelum pelaksanaan konstruksi, sebagaimana diatur dalam Pasal 253 ayat (4) PP 16/2021.
Lebih lanjut, PBG meliputi proses konsultasi perencanaan dan penerbitan.[7] Adapun proses konsultasi perencanaan meliputi:[8]
Pendaftaran yang dilakukan oleh pemohon/pemilik melalui Sistem Informasi Manajemen Bangunan Gedung (“SIMBG”)[9], dengan menyampaikan:[10]
Anda dapat membaca selengkapnya mengenai Persetujuan Bangunan Gedung pada Pasal 253 sampai dengan Pasal 262 PP 16/2021.
Kemudian sebagaimana disebutkan di atas, selain diatur dalam PP 16/2021, PBG juga diatur dalam UU Cipta Kerja. Berdasarkan Pasal 24 angka 34 Perppu Cipta Kerjayang memuat baru Pasal 36A ayat (1) UU Bangunan Gedung, pembangunan bangunan gedung dilakukan setelah mendapatkan PBG. Lalu, PBG diperoleh setelah mendapatkan pernyataan pemenuhan standar teknis bangunan gedung dari Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya berdasarkan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat, yang kemudian dimohonkan melalui sistem elektronik yang diselenggarakan oleh Pemerintah Pusat.[12]
Sanksi Jika Tidak Memiliki PBG
Menjawab pertanyaan Anda mengenai sanksi jika tidak memiliki PBG, pada dasarnya apabila pemilik bangunan gedung, pengguna bangunan gedung, penyedia jasa konstruksi, profesi ahli, penilik, dan/atau pengkaji teknis tidak memenuhi kewajiban pemenuhan fungsi, persyaratan, dan/atau penyelenggaraan bangunan gedung (dalam hal ini kepemilikan PBG), berpotensi dikenai sanksi administratif.[13]
penghentian sementara atau tetap pada pekerjaan pelaksanaan pembangunan;
penghentian sementara atau tetap pada pemanfaatan bangunan gedung;
pembekuan persetujuan bangunan gedung;
pencabutan persetujuan bangunan gedung;
pembekuan sertifikat laik fungsi bangunan gedung;
pencabutan sertifikat laik fungsi bangunan gedung; atau
perintah pembongkaran bangunan gedung.
Selain itu, terdapat sanksi pidana dan denda juga apabila tidak dipenuhinya ketentuan dalam UU Bangunan Gedung jo. UU Cipta Kerja. Jika pemilik bangunan gedung dan/atau pengguna bangunan gedung tidak memenuhi ketentuan dalam peraturan perundang-undangan, maka ia berpotensi dipidana penjara paling lama 3 tahun atau pidana denda paling banyak 10% dari nilai bangunan gedung jika karenanya mengakibatkan kerugian harta benda orang lain. Kemudian, jika mengakibatkan kecelakaan bagi orang lain yang mengakibatkan cacat seumur hidup, pelaku berpotensi dipidana penjara paling lama 4 tahun atau pidana denda paling banyak 15% dari nilai bangunan gedung. Lalu, jika mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain, pemilik bangunan gedung dan/atau pengguna bangunan gedung dapat dipidana penjara paling lama 5 tahun dan pidana denda paling banyak 20% dari nilai bangunan gedung.[15]
Laporan Tertulis Kepada Pemerintah
Selanjutnya menurut hemat kami, Anda selaku anggota masyarakat juga dapat melaporkan secara tertulis kepada Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah kabupaten/kota terhadap:[16]
indikasi bangunan gedung yang tidak laik fungsi; dan/atau
bangunan gedung yang pembangunan, pemanfaatan, pelestarian, dan/atau pembongkaran berpotensi menimbulkan gangguan dan/atau bahaya bagi pengguna, masyarakat, dan lingkungannya.
Kemudian, bagaimana jika bangunan tersebut sudah terlanjur berdiri tetapi belum memiliki PBG? Untuk memperoleh PBG, harus mengurus Sertifikat Laik Fungsi (“SLF”) berdasarkan ketentuan PP 16/2021.[17]
Jadi dapat kami simpulkan, kewajiban untuk melengkapi setiap pembangunan gedung dengan PBG berlaku kepada setiap orang, dan tidak ada pengecualian untuk penduduk asli sekalipun yang sudah terlanjur membangun bangunan tanpa adanya PBG.
Ratih Dita Rohalia dan Nur Laila Meilani. Implementasi Kebijakan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) di Kota Bukittinggi. Jurnal Pendidikan Tambusai, Vol. 7, No. 1, 2023.
[4] Ratih Dita Rohalia dan Nur Laila Meilani. Implementasi Kebijakan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) di Kota Bukittinggi. Jurnal Pendidikan Tambusai, Vol. 7, No. 1, 2023, hal. 4521.