Saya ingin menanyakan terkait dengan produk elektronik berkonsep antibakteri. Contohnya untuk remote TV yang rentan menularkan bakteri karena sering dipindahtangankan. Apakah ada peraturan yang mengatur mengenai konsep antibakteri di Indonesia, khususnya untuk produk elektronik? Apakah ada regulasi yang mengatur mengenai pengujian laboratorium untuk menilai standardisasi komponen agar suatu produk dapat lolos uji sebagai “produk antibakteri”?
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
Sepanjang penelusuran melalui laman SISPK BSN, belum ada Standar Nasional Indonesia (“SNI”) yang mengatur standardisasi produk elektronik antibakteri. Karena itu, laboratorium penguji yang melakukan kegiatan pengujian terhadap contoh produk sesuai spesifikasi/metode uji SNI seharusnya belum ada. Sebagai alternatif, invensi remote TV antibakteri sendiri dapat didaftarkan agar mendapatkan hak paten.
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda klik ulasan di bawah ini.
SNI adalah standar yang ditetapkan oleh Badan Standardisasi Nasional (“BSN”) yang berlaku secara nasional di Indonesia.[1]
Pemberlakuan SNI secara wajib atas barang dan/atau jasa di bidang industri harus:[2]
terkait dengan aspek keselamatan, keamanan dan kesehatan masyarakat, pelestarian lingkungan hidup, pertimbangan ekonomis dan atau kepentingan nasional Iainnya;
mengacu pada Sistem Standardisasi Nasional (SSN), pedoman yang ditetapkan oleh BSN, peraturan perundang-undangan dan perjanjian internasional bidang standardisasi yang telah diratifikasi pemerintah; dan
ditetapkan dengan peraturan menteri.
Kemudian dikenal adanya Sertifikat Produk Penggunaan Tanda SNI (“SPPT SNI”), yaitu sertifikat yang diberikan kepada produsen yang mampu menghasilkan barang dan/atau jasa yang sesuai persyaratan SNI.[3]
Dokumen permohonan SPPT SNI serta lampiran dokumen legal perusahaan, pedoman mutu dan daftar induk dokumen dan diagram alir proses produksi harus dalam bahasa Indonesia. Terjemahan dokumen legal perusahaan harus oleh penerjemah tersumpah.
Kaji ulang permohonan harus dilakukan oleh asesor yang berkompeten sesuai produk yang dimohonkan.
Determinasi
Audit kecukupan dan kesesuaian, yakni:
Pada saat pelaksanaan, tim audit kesesuaian dapat didampingi tenaga ahli yang memiliki kompetensi sesuai produk yang diaudit.
Audit kesesuaian proses produksi dilakukan terhadap setiap tahapan proses mulai dari bahan baku hingga produk akhir termasuk pengendalian mutu.
Audit kesesuaian sistem manajemen mutu dilakukan terhadap seluruh elemen.
Untuk pemohon yang berasal dari luar negeri, pada saat audit kesesuaian harus menyediakan penerjemah independen.
Kaji ulang dan penetapan
Anggota panel harus mewakili kompetensi sesuai produk yang dibahas dalam panel.
Lebih lanjut, sepanjang penelusuran kami melalui laman SISPK BSN, memang belum ada SNI yang mengatur standardisasi antibakteri khusus untuk produk elektronik. Setidaknya yang ada adalah untuk produk pangan dan tekstil.
Mengingat belum ada SNI terkait produk tersebut, maka laboratorium penguji produk terkait seharusnya belum ada. Hal ini mengingat, laboratorium penguji adalah laboratorium yang melakukan kegiatan pengujian terhadap contoh barang sesuai spesifikasi/metode uji SNI.[5]
Menurut hemat kami, dikarenakan belum ada aturan khusus yang mengatur pengujian antibakteri terhadap produk elektronik, kami menyarankan Anda untuk terlebih dahulu mendaftarkannya agar mendapatkan hak paten.
Bersumber dari Berita Resmi Paten Seri-A No. BRP562/XI/2017 sebelumnya telah terdapat penerbitan paten yang berkaitan dengan antibakteri atau antimikroba. Contohnya, invensi Metode Pembuatan Selulosa Antibakteri dari Limbah Cair Ubi Jalar dan Sabun Batang Kalium yang Terdiri dari Komposisi-Komposisi yang Menunjukkan Manfaat Antimikroba yang Ditingkatkan.
Lebih lanjut, mekanisme dan proses pengajuan permohonan paten dapat diakses dari artikel Prosedur/Diagram Alir Permohonan Paten pada laman Direktorat Jendral Kekayaan Intelektual.
Secara garis besar, pendaftaran paten terdiri atas pengajuan permohonan baik secara elektronik maupun non-elektronik dengan melampiri persyaratan:[6]
judul invensi;
deskripsi tentang invensi;
klaim atau beberapa klaim invensi;
abstrak invensi;
gambar yang disebutkan dalam deskripsi yang diperlukan untuk memperjelas invensi, jika permohonan dilampiri dengan gambar;
surat kuasa dalam hal permohonan diajukan melalui kuasa;
surat pernyataan kepemilikan invensi oleh inventor;
surat pengalihan hak kepemilikan invensi dalam hal permohonan diajukan oleh pemohon yang bukan inventor; dan
surat bukti penyimpanan jasad renik dalam hal permohonan terkait dengan jasad renik.
Selanjutnya, dilakukan pemeriksaan kelengkapan dokumen persyaratan. Dalam hal dokumen telah lengkap, pemohon akan memperoleh kode billing. [7]
Pemohon melakukan pembayaran dalam waktu tiga hari kalender. Jika melampaui batas waktu tersebut maka kode billing tersebut dinyatakan tidak berlaku.[8]
Pembayaran dilakukan melalui bank persepsi atau pos persepsi yang menggunakan sistem SIMPONI. Setelah membayar, pemohon memperoleh tanda terima permohonan.[9]
Harus diingat, bukti/tanda telah mengajukan permohonan bukan merupakan sertifikat paten. Akan ada proses lebih lanjut sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam UU Paten hingga diterbitkannya keputusan akhir.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihatPernyataan Penyangkalanselengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten
Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 86/M-IND/PER/9/2009 Tahun 2009 tentang Standar Nasional Indonesia Bidang Industri
Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 15 Tahun 2018 tentang Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia Audio Video dan Elektronik Sejenis Secara Wajib
Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 42 Tahun 2016 tentang Pelayanan Permohonan Kekayaan Intelektual Secara Elektronik