KlinikBeritaData PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Pencuri Modus Pecah Kaca Mobil, Apa Jerat Hukumnya?

Share
copy-paste Share Icon
Pidana

Pencuri Modus Pecah Kaca Mobil, Apa Jerat Hukumnya?

Pencuri Modus Pecah Kaca Mobil, Apa Jerat Hukumnya?
Renata Christha Auli, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Pencuri Modus Pecah Kaca Mobil, Apa Jerat Hukumnya?

PERTANYAAN

Akhir-akhir ini, kejadian maling pecah kaca mobil marak terjadi. Pada kasus pencuri modus pecah kaca mobil, setelah pelaku memecahkan kaca mobil, pelaku mencuri barang yang ada dalam mobil tersebut. Lalu, apa sanksi hukum bagi pelaku pecah kaca mobil yang mencuri barang di mobil?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Pada dasarnya, tindak pidana pencurian biasa diatur dalam Pasal 362 KUHP dan Pasal 476 UU 1/2023. Namun pada kasus yang Anda sampaikan, kejahatan yang terjadi bukan pencurian biasa, melainkan pencurian dengan pemberatan atau pencurian yang bersifat khusus, yang diatur dalam pasal berbeda.

    Lantas, apa sanksi hukum bagi pelaku pencurian dengan pemberatan? Apa dasar hukumnya?

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

    Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023.

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

    Tindak Pidana Pencurian

    Berdasarkan keterangan Anda, inti dari tindakan pemecahan kaca mobil yang dilakukan oleh pelaku adalah untuk mencuri barang yang berada di dalam mobil. Pada dasarnya, tindak pidana pencurian diatur dalam KUHP lama yang masih berlaku pada saat artikel ini diterbitkan dan UU 1/2023 yang mulai berlaku 3 tahun terhitung sejak tanggal diundangkan,[1] yakni pada tahun 2026, yaitu:

    KUHPUU 1/2023

    Pasal 362

    Barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak Rp900 ribu.[2]

    Pasal 476

    Setiap orang yang mengambil suatu barang yang sebagian atau seluruhnya milik orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, dipidana karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak kategori V, yaitu Rp500 juta.[3]

    Terkait pasal tindak pidana pencurian, R. Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal (hal. 249-250) menjelaskan bahwa Pasal 362 KUHP adalah “pencurian biasa”, dengan elemen-elemennya sebagai berikut:

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
    1. Perbuatan mengambil

    Mengambil untuk dikuasainya, maksudnya waktu pencuri mengambil barang itu, barang tersebut belum ada dalam kekuasaannya. Pengambilan (pencurian) itu sudah dapat dikatakan selesai, apabila barang tersebut sudah pindah tempat.

    1. Yang diambil harus sesuatu barang

    Barang di sini adalah segala sesuatu yang berwujud, termasuk pula binatang (manusia tidak termasuk). Dalam pengertian barang, termasuk pula “daya listrik”dan “gas”, meskipun tidak berwujud, akan tetapi dialirkan di kawat atau pipa. Lalu, barang ini tidak perlu mempunyai harga ekonomis.

    1. Barang itu harus seluruhnya atau sebagian milik orang lain

    Barang tersebut tidak perlu seluruhnya milik orang lain, cukup sebagian saja, sedangkan yang sebagian milik pelaku itu sendiri. Contohnya seperti sepeda motor milik bersama yaitu milik A dan B, yang kemudian A mengambil dari kekuasaan B lalu menjualnya. Akan tetapi bila semula sepeda motor tersebut telah berada dalam kekuasaannya kemudian menjualnya, maka bukan pencurian yang terjadi melainkan penggelapan.[4] 

    1. Pengambilan itu harus dilakukan dengan maksud untuk memiliki barang itu dengan melawan hukum (melawan hak)

    Unsur melawan hukum dalam rumusan Pasal 362 KUHP mengandung makna sebagai unsur melawan hukum yang subjektif, yaitu suatu perbuatan dapat disebut melawan hukum apabila perbuatan mengambil barang milik orang lain dengan maksud memilikinya, telah terbukti dilakukan berdasarkan dengan kehendak atau niat yang jahat dan orang yang melakukannya sadar telah melakukan perbuatan melawan hukum.[5]

    Selengkapnya mengenai tindak pidana pencurian dapat Anda baca pada Pasal 362 s.d. Pasal 367 KUHP, dan Pasal 476 s.d. Pasal 481 UU 1/2023.

    Pencurian dengan Pemberatan dalam KUHP

    Berdasarkan informasi yang Anda berikan, pelaku tidak hanya mencuri barang saja, melainkan pelaku perlu memecahkan kaca mobil untuk dapat mencuri barang yang ada di dalam mobil tersebut. Dengan demikian, menurut hemat kami kejahatan yang dilakukan pelaku bukan pencurian biasa, melainkan pencurian dengan pemberatan.

    Pencurian dengan pemberatan diatur dalam Pasal 363 KUHP sebagai berikut:

    (1) Diancam dengan pidana penjara paling lama 7 tahun:

    1. pencurian "pada waktu ada kebakaran, letusan, banjir gempa bumi, atau gempa laut, gunung meletus, kapal karam, kapal terdampar, kecelakaan kereta api, huru-hara, pemberontakan atau bahaya perang;
    2. pencurian di waktu malam dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, yang dilakukan oleh orang yang ada di situ tidak diketahui atau tidak dikehendaki oleh yang berhak;
    3. pencurian yang dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu;
    4. pencurian yang untuk masuk ke tempat melakukan kejahatan, atau untuk sampai pada barang yang diambil, dilakukan dengan merusak, memotong atau memanjat, atau dengan memakai anak kunci palsu, perintah palsu atau pakaian jabatan palsu.

    (2) Jika pencurian yang diterangkan dalam butir 3 disertai dengan salah satu hal dalam butir 4 dan 5, maka diancam dengan pidana penjara paling lama 9 tahun.

    Menurut Hermien Hadiati Koeswadji, karena sifatnya, maka pencurian itu diperberat ancaman pidananya.[6] Lalu, menurut R. Soesilo, pencurian jenis ini dikenal dengan istilah pencurian dengan kualifikasi (gekwalificeerde diefstal) atau pencurian dengan pemberatan. Unsur-unsur yang memberatkan ancaman pidana dalam pencurian dengan kualifikasi disebabkan karena perbuatan itu ditujukan kepada objeknya yang khas atau karena dilakukan dengan cara yang khas dan dapat terjadi karena perbuatan itu menimbulkan akibat yang khas. Sedangkan Wirjono menerjemahkannya dengan pencurian khusus, sebab pencurian tersebut dilakukan dengan cara tertentu.[7]

    Pencurian yang Bersifat Khusus dalam UU 1/2023

    Dalam UU 1/2023, istilah pencurian yang bersifat khusus memiliki arti yang berbeda dengan pencurian dengan pemberatan. Pencurian yang bersifat khusus atau pencurian dikualifikasi[8] diatur dalam Pasal 477 UU 1/2023. Sedangkan pencurian dengan pemberatan diatur dalam Pasal 479 UU 1/2023.

    Hal yang membedakan, dalam tindak pidana pencurian dengan pemberatan, unsur pemberatnya adalah adanya kekerasan atau ancaman kekerasan terhadap orang di dalam melakukan pencurian. Kekerasan atau ancaman kekerasan dapat dilakukan sebelum, pada saat, atau setelah pencurian dilakukan. Kekerasan menunjuk pada penggunaan kekuatan fisik, baik dengan tenaga badan maupun dengan menggunakan alat, sedangkan ancaman kekerasan menunjukkan keadaan sedemikian rupa yang menimbulkan rasa takut, cemas, atau khawatir pada orang yang diancam.[9]

    Sedangkan pencurian yang bersifat khusus dalam Pasal 477 UU 1/2023 berbunyi sebagai berikut:

    1. Dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 tahun atau pidana denda paling banyak kategori V, yaitu Rp500 juta,[10] setiap orang yang melakukan:

      1. pencurian secara bersama-sama dan bersekutu.
      2. pencurian dengan cara merusak, membongkar, memotong, memecah, memanjat, memakai anak kunci palsu, menggunakan perintah palsu, atau memakai pakaian jabatan palsu, untuk masuk ke tempat melakukan tindak pidana atau sampai pada barang yang diambil; atau
      3. pencurian pada malam dalam suatu rumah atau dalam pekarangan tertutup yang ada rumahnya, yang dilakukan oleh orang yang adanya di situ tidak diketahui atau tidak dikehendaki oleh yang berhak;
      4. pencurian pada waktu ada kebakaran, ledakan, bencana alam, kapal karam, kapal terdampar, kecelakaan pesawat udara, kecelakaan kereta api, kecelakaan lalu lintas jalan, huru-hara, pemberontakan, atau perang;
      5. pencurian ternak atau barang yang merupakan sumber mata pencaharian atau sumber nafkah utama seseorang;
      6. pencurian benda purbakala;
      7. pencurian benda suci keagamaan atau kepercayaan;
    2. Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e disertai dengan salah satu cara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f dan huruf g, dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 tahun.

    Sebagai informasi, menurut Kartanegara, pengertian tindakan merusak sama dengan membongkar, yaitu sebagai perusakan terhadap suatu benda.[11] Hanya saja, dalam istilah membongkar, kerusakan yang ditimbulkan lebih besar dibanding merusak.[12]

    Kesimpulannya, karena pelaku mencuri barang dengan modus memecahkan kaca mobil, maka pelaku bukan melakukan tindak pidana pencurian biasa, melainkan melakukan tindak pidana pencurian dengan pemberatan yang diatur dalam KUHP, atau pencurian yang bersifat khusus yang diatur dalam UU 1/2023. Dengan demikian, jika pelaku memenuhi unsur-unsur di atas, maka pencuri modus pecah kaca mobil berpotensi dipidana berdasarkan Pasal 363 KUHP atau Pasal 477 UU 1/2023.

    Dasar Hukum:

    1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
    2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
    3. Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP;
    4. Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP.

    Referensi:

    1. Hermien Hadiati Koeswadji. Delik Harta Kekayaan. Asas-asas Kasus dan Permasalahannya, Cetakan Pertama. Surabaya: Sinar Wijaya, 1984;
    2. Jatiana Manik Edawanti (et.al). Unsur Melawan Hukum Dalam Pasal 362 KUHP Tentang Tindak Pidana Pencurian. Jurnal Kertha Semaya, Vol. 1, No. 3, Mei 2013;
    3. Lamintang. Delik-Delik Khusus Kejahatan Terhadap Harta Kekayaan. Jakarta: Sinar Grafika, 2009;
    4. Marsudi Utoyo. Pencurian Ringan dalam Hukum Positif Indonesia dalam Sisi Pembangunan Hukum Indonesia. Bandar Lampung: Universitas Bandar Lampung Press, 2019;
    5. R. Soesilo. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Sukabumi: Politeia. 1991;
    6. Wahyu Nugroho. Disparitas Hukuman Dalam Perkara Pidana Pencurian Dengan Pemberatan. Jurnal Yudisial, Vol. 5, No. 3, Desember 2012;
    7. Wirjono Prodjodikoro. Tindak-Tindak Pidana Tertentu Di Indonesia. Bandung: Eresco, 1986.

    [1] Pasal 624 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“UU 1/2023”)

    [2] Pasal 3 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP, denda dilipatgandakan 1.000 kali

    [3] Pasal 79 ayat (1) huruf e UU 1/2023

    [4] Marsudi Utoyo. Pencurian Ringan dalam Hukum Positif Indonesia dalam Sisi Pembangunan Hukum Indonesia. Bandar Lampung: Universitas Bandar Lampung Press, 2019, hal. 78

    [5] Jatiana Manik Edawanti (et.al). Unsur Melawan Hukum Dalam Pasal 362 KUHP Tentang Tindak Pidana Pencurian. Jurnal Kertha Semaya, Vol. 1, No. 3, Mei 2013, hal. 5

    [6] Hermien Hadiati Koeswadji. Delik Harta Kekayaan. Asas-asas Kasus dan Permasalahannya, Cetakan Pertama. Surabaya: Sinar Wijaya, 1984, hal. 25

    [7] Wahyu Nugroho. Disparitas Hukuman Dalam Perkara Pidana Pencurian Dengan Pemberatan. Jurnal Yudisial, Vol. 5, No. 3, Desember 2012, hal. 265

    [8] Penjelasan Pasal 477 ayat (1) UU 1/2023

    [9] Penjelasan Pasal 479 ayat (1) UU 1/2023

    [10] Pasal 79 ayat (1) huruf e UU 1/2023

    [11] Lamintang. Delik-Delik Khusus Kejahatan Terhadap Harta Kekayaan. Jakarta: Sinar Grafika, 2009, hal. 49

    [12] Wirjono Prodjodikoro. Tindak-Tindak Pidana Tertentu Di Indonesia. Bandung: Eresco, 1986, hal. 91

    Tags

    pencurian
    maling

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Cara Mengurus Akta Cerai yang Hilang

    19 Mei 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!