Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Besaran Tunjangan Hari Raya Ketika Cuti di Luar Tanggungan
Setiap pekerja/buruh berhak atas penghasilan yang layak atas hasil pekerjaannya, sehingga mampu memenuhi kebutuhan hidup pekerja/buruh dan keluarganya secara wajar.
[1]
Penghasilan yang layak tersebut diberikan dalam bentuk:
[2]upah; dan
pendapatan non upah.
Upah tersebut hanya diterima oleh pekerja/buruh sepanjang ia melaksanakan pekerjaannya atau yang dikenal dengan prinsip no work no pay yang diatur dalam Pasal 93 ayat (1) UU Ketenagakerjaan:
Upah tidak dibayar apabila pekerja/buruh tidak melakukan pekerjaan
Prinsip
no work no pay tersebut dikecualikan dalam hal pekerja/buruh sedang menjalankan
hak waktu istirahat kerja yang meliputi:
[3]hak istirahat mingguan;
cuti tahunan;
istirahat panjang;
cuti sebelum dan sesudah melahirkan; atau
cuti keguguran kandungan.
Mengacu pada prinsip no work no pay di atas, dalam hal pekerja/buruh mengajukan hak waktu istirahat kerja di luar ketentuan di atas, maka pekerja/buruh tidak akan mendapatkan upah, kecuali perusahaan menentukan lain.
Cuti yang demikian biasanya dikenal dengan cuti di luar tanggungan atau unpaid leave.
Lalu, apakah pengajuan unpaid leave berdampak pada perhitungan Tunjangan Hari Raya (“THR”)?
Dalam Pasal 6 ayat (1) PP Pengupahan, THR merupakan bagian dari pendapatan non upah.
pekerja/buruh yang telah mempunyai masa kerja 12 bulan secara terus menerus atau lebih, diberikan sebesar 1 bulan upah;
pekerja/buruh yang mempunyai masa kerja 1 bulan secara terus menerus tetapi kurang dari 12 bulan, diberikan secara proporsional sesuai masa kerja dengan perhitungan: (masa kerja : 12) x 1 bulan upah.
Berdasarkan penelusuran yang kami lakukan, kami tidak menemukan adanya ketentuan mengenai pemotongan THR apabila pekerja/buruh menjalankan cuti di luar tanggungan (unpaid leave).
Karena, berdasarkan ketentuan Pasal 3 ayat (1) Permenaker 6/2016, perhitungan THR secara proporsional hanya dapat dilakukan apabila pekerja/buruh memiliki masa kerja kurang dari 1 tahun.
Meski demikian, kami menyarankan Anda untuk membaca ketentuan pembayaran THR yang diatur secara khusus dalam perjanjian kerja, perjanjian kerja bersama, maupun peraturan perusahaan yang berlaku di perusahaan tempat Anda bekerja.
Apakah Iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Termasuk Tunjangan?
Tunjangan adalah bagian dari upah atau gaji yang akan diterima oleh pekerja/buruh sebagai imbalan atas pekerjaannya.
Upah pokok, yaitu imbalan dasar yang dibayarkan kepada pekerja menurut tingkat atau jenis pekerjaan yang besarnya ditetapkan berdasarkan kesepakatan.
Tunjangan tetap, yaitu suatu pembayaran yang teratur berkaitan dengan pekerjaan dan diberikan secara tetap untuk pekerja dan keluarganya serta dibayarkan dalam satuan waktu yang sama dengan pembayaran upah pokok, seperti tunjangan istri, tunjangan anak, tunjangan perumahan, tunjangan kematian, tunjangan daerah dan lain-lain.
Tunjangan makan dan tunjangan tranportasi dapat dimasukkan dalam komponen tunjangan tetap apabila pemberian tunjangan tersebut tidak dikaitkan dengan kehadiran, dan diterima secara tetap oleh pekerja menurut satuan waktu, harian atau bulanan.
Tunjangan tidak tetap, yaitu suatu pembayaran secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan pekerja, yang diberikan secara tidak tetap untuk pekerja dan keluarganya serta dibayarkan menurut satuan waktu yang tidak sama dengan waktu pembayaran upah pokok, seperti tunjangan transportasi yang didasarkan pada kehadiran atau tunjangan makan yang dapat dimasukkan ke dalam tunjangan tidak tetap apabila tunjangan tersebut diberikan atas dasar kehadiran (pemberian tunjangan bisa dalam bentuk uang atau fasilitas makan).
Terhadap komponen upah di atas, terdapat potongan yang mengurangi jumlah penghasilan pekerja. Potongan ini biasanya terdiri dari pajak penghasilan, iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (“BPJS”), dan lain-lain.
Pemungutan iuran tersebut dilakukan pemberi kerja melalui pemotongan upah pekerja yang dibenarkan oleh Pasal 57 ayat (1) dan (4) PP Pengupahan.
Menjawab pertanyaan Anda, berdasarkan penjelasan di atas, pembayaran iuran BPJS oleh pemberi kerja bukanlah bagian dari komponen upah maupun tunjangan, melainkan hasil pemotongan upah pekerja yang disetorkan oleh pengusaha ke BPJS sebagai akibat kepesertaan pekerja di BPJS.
Lebih lanjut, karena pekerja/buruh tidak mendapatkan upah selama masa cuti di luar tanggungan (unpaid leave), maka pengusaha tidak dapat melakukan pemotongan iuran BPJS untuk disetorkan, sehingga dapat mengakibatkan kepesertaan BPJS dihentikan sementara.
Dengan catatan, dalam konteks BPJS Kesehatan, jika pemberi kerja belum melunasi tunggakan iuran tersebut, pemberi kerja wajib bertanggung jawab pada saat pekerjanya membutuhkan pelayanan kesehatan sesuai dengan manfaat yang diberikan.
[5]
Demikian jawaban kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
[3] Pasal 24 ayat (5) PP Pengupahan
[4] Pasal 19 ayat (1) UU BPJS
[5] Pasal 42 ayat (2) Perpres 64/2020