Saya berencana menikah. Calon suami saya sedang dalam proses cerai. Sebagai antisipasi sebelum menikah, saya ingin mendaftarkan harta pribadi saya. Bagaimana caranya? Terima kasih.
Daftar Isi
INTISARI JAWABAN
ULASAN LENGKAP
Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul sama yang dibuat oleh Letezia Tobing, S.H., M.Kn. dan pernah dipublikasikan padaSelasa, 29 September 2015.
Jika Anda ingin membuat daftar harta bawaan Anda, terutama barang bergerak yang mana sulit dibuktikan kepemilikannya, maka Anda dapat membuat perjanjian kawin. Karena dalam perjanjian kawin, para pihak juga membuat daftar harta masing-masing yang dibawa ke dalam perkawinan. Daftar harta bawaan tersebut dinyatakan dalam 2 (dua) buah daftar yang dibubuhi materai, ditandatangani oleh para pihak (calon suami istri), saksi-saksi, dan notaris, kemudian dilekatkan pada minuta akta perjanjian kawin.
Penjelasan lebih lanjut, silakan baca ulasan di bawah ini.
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Ulasan:
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Jika Anda ingin mendaftarkan harta pribadi Anda sebelum menikah, Anda dapat melakukannya dengan membuat perjanjian kawin.
Perjanjian kawin pada intinya adalah suatu perjanjian mengenai harta benda suami istri selama perkawinan mereka, yang menyimpang dari ketentuan yang telah ditetapkan dalam undang-undang.
Mengenai harta benda suami dan istri, untuk Anda yang menikah setelah berlakunya UU Perkawinan, maka merujuk pada ketentuan dalam UU Perkawinan. Ketentuan mengenai harta benda suami istri dalam UU Perkawinan adalah sebagai berikut:[1]
1.Harta bersama adalah harta benda yang diperoleh selama perkawinan.
2.Harta bawaan adalah harta benda yang dibawa masing-masing suami dan istri sebelum perkawinan dan harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan.
Untuk menyimpangi ketentuan mengenai harta benda dalam perkawinan ini, (calon) suami istri membuat perjanjian kawin.
Mengenai perjanjian kawin, sebagaimana telah disebutkan di atas bahwa perjanjian kawin diatur baik dalam KUH Perdata maupun dalam UU Perkawinan. Akan tetapi, ketentuan mengenai perjanjian kawin dalam UU Perkawinan tidak serinci dalam KUH Perdata. Oleh karena itu, sepanjang tidak diatur dalam UU Perkawinan, maka ketentuan yang digunakan merujuk pada KUH Perdata.[2] Ketentuan perjanjian kawin baik dalam KUH Perdata maupun UU Perkawinan jo. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-XIII/2015 (“Putusan MK”) antara lain adalah sebagai berikut:[3]
1.Perjanjian kawin dibuat secara notariil.
2.Perjanjian kawin dibuat pada waktu, sebelum dilangsungkan, atau selama dalam ikatan perkawinan, yang disahkan oleh Pegawai pencatat perkawinan atau notaris, yang setelah itu isinya berlaku juga terhadap pihak ketiga sepanjang pihak ketiga tersangkut.
3.Selama perkawinan berlangsung perjanjian tersebut tidak dapat diubah, kecuali bila dari kedua belah pihak ada persetujuan untuk mengubah dan perubahan tidak merugikan pihak ketiga.
4.Perjanjian kawin tidak boleh melanggar batas-batas hukum, agama dan kesusilaan:
a.Perjanjian itu tidak boleh mengurangi hak-hak yang bersumber pada kekuasaan si suami sebagai suami, dan pada kekuasaan sebagai orang tua, tidak pula hak-hak yang oleh undang-undang diberikan kepada yang masih hidup paling lama (hak sebagai wali).
b.Perjanjian itu tidak boleh melepaskan hak mereka sebagai ahli waris menurut hukum dalam warisan anak-anaknya atau keturunannya.
c.Tidak boleh membuat perjanjian bahwa salah satu pihak menanggung bagian utang yang lebih besar daripada bagiannya dalam keuntungan-keuntungan harta bersama.
Perjanjian kawin ada banyak jenisnya. Akan tetapi, pada dasarnya, pada perjanjian kawin yang menghendaki perpisahan harta antara suami dan istri, pada saat membuat perjanjian perkawinan, para pihak menyertakan juga daftar barang-barang yang dibawa oleh masing-masing pihak ke dalam perkawinan, terutama jika barang tersebut adalah barang bergerak karena barang bergerak sulit untuk dibuktikan siapa pemiliknya.[4]Daftar harta bawaan tersebut dinyatakan dalam 2 (dua) buah daftar yang dibubuhi materai, ditandatangani oleh para pihak (calon suami istri), saksi-saksi, dan notaris, kemudian dilekatkan pada minuta akta perjanjian kawin.
Jika Anda ingin melindungi harta yang telah Anda peroleh sebelum perkawinan, sebenarnya UU Perkawinan telah memberikan perlindungan atas harta bawaan. Yaitu bahwa harta bawaan berada di bawah penguasaan masing-masing pihak. Akan tetapi, jika Anda tetap ingin ada daftar benda-benda yang Anda peroleh sebelum perkawinan berlangsung, Anda dapat membuat perjanjian kawin.