KlinikBerita
New
Hukumonline Stream
Data PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Apakah Perkawinan Tetap Sah Jika Ada Kesalahan pada Akta Nikah?

Share
Keluarga

Apakah Perkawinan Tetap Sah Jika Ada Kesalahan pada Akta Nikah?

Apakah Perkawinan Tetap Sah Jika Ada Kesalahan pada Akta Nikah?
Bernadetha Aurelia Oktavira, S.H.Si Pokrol

Bacaan 10 Menit

Apakah Perkawinan Tetap Sah Jika Ada Kesalahan pada Akta Nikah?

PERTANYAAN

Apakah kesalahan pada akta perkawinan atau akta nikah membuat pernikahan batal demi hukum? Situasinya, tanggal pelaksanaan pernikahan yang tercantum dalam akta tidak sesuai. Bagaimana konsekuensi kekuatan mengikat akta tersebut? Apakah foto bisa dijadikan alat bukti sah?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Adanya kesalahan pada kutipan akta perkawinan, tidak menyebabkan perkawinan batal karena hal ini tidak termasuk pada hal-hal yang dapat membatalkan perkawinan. Bila tanggal pelaksanaan perkawinan yang tercantum dalam kutipan akta nikah tidak sesuai dengan yang sesungguhnya karena kesalahan redaksional, maka terhadap akta tersebut dapat dimintakan pembetulannya.  

    Mengenai apakah foto dapat menjadi alat bukti yang sah untuk membuktikan adanya perkawinan, tentunya pihak pencatat perkawinan (Kantor Urusan Agama dan Kantor Catatan Sipil) yang akan menentukan. Akan tetapi, selain foto, Anda juga dapat mengajukan saksi nikah, wali nikah dan bukti-bukti terkait lainnya untuk mendukung keterangan Anda.

     

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

     

    KLINIK TERKAIT

    Bisakah Karyawan Dipecat karena Hamil di Luar Nikah?

    Bisakah Karyawan Dipecat karena Hamil di Luar Nikah?

    Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran ketiga dari artikel dengan judul sama yang dibuat oleh Diana Kusumasari, S.H., M.H. dan pertama kali dipublikasikan pada Jumat, 19 Agustus 2011, kemudian dimutakhiran pertama kali oleh Sovia Hasanah, S.H. pada Senin, 23 Juli 2018, dan dimutakhirkan kedua kali pada 14 Maret 2019.

     

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

     

    Syarat Sah dan Pencatatan Perkawinan

    Perlu diketahui bahwa suatu perkawinan dikatakan sah apabila dilakukan berdasarkan hukum agama dan dilakukan pendaftaran perkawinan di lembaga pencatatan perkawinan setempat.

    Kemudian, syarat sah suatu perkawinan berdasarkan Pasal 2 UU Perkawinan adalah:

    1. Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu.
    2. Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

    Kemudian UU 23/2006 sebagaimana diubah oleh UU 24/2013 lebih lanjut mengatur mengenai pencatatan perkawinan. Hal ini dapat kita lihat pengaturannya dalam Pasal 34 ayat (1) UU 23/2006 yang menyatakan bahwa:

    Perkawinan yang sah berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan wajib dilaporkan oleh Penduduk kepada Instansi Pelaksana di tempat terjadinya perkawinan paling lambat 60 (enam puluh) hari sejak tanggal perkawinan.

    Berdasarkan laporan, Pejabat Pencatatan Sipil mencatat pada Register Akta Perkawinan dan menerbitkan Kutipan Akta Perkawinan. Kutipan Akta Perkawinan sebagaimana dimaksud masing-masing diberikan kepada suami dan istri.[1]

    Khusus untuk penduduk yang beragama Islam, pelaporan dilakukan kepada Kantor Urusan Agama (“KUA”) Kecamatan.[2]

     

    Hal-Hal yang Dapat Membatalkan Perkawinan

    Terkait dengan penerbitan kutipan akta nikah ini mungkin saja isinya tidak terhindar dari kesalahan, termasuk kesalahan redaksional. Namun, adanya kesalahan pada kutipan akta nikah, tidak menyebabkan perkawinan dapat dibatalkan.

    Adapun yang menyebabkan batalnya suatu perkawinan antara lain adalah apabila:

    1. Para pihak tidak memenuhi syarat-syarat untuk melangsungkan perkawinan.[3] Mengenai syarat-syarat perkawinan ini diatur dalam Pasal 6 UU Perkawinan;
    2. Salah satu pihak melangsungkan perkawinan padahal masih terikat perkawinan dengan pihak lain;[4]
    3. Perkawinan dilangsungkan di muka pegawai pencatat perkawinan yang tidak berwenang, wali nikah yang tidak sah atau yang dilangsungkan tanpa dihadiri oleh 2 (dua) orang saksi;[5]
    4. Perkawinan dilangsungkan di bawah ancaman yang melanggar hukum;[6]
    5. Pada waktu berlangsungnya perkawinan terjadi salah sangka mengenai diri suami atau isteri.[7]

    Khusus bagi yang beragama Islam berlaku KHI. Mengenai batalnya perkawinan ini diatur dalam Pasal 70 s.d. Pasal 71 KHI yang berbunyi:

    Pasal 70 KHI

    Perkawinan batal apabila:

    1. Suami melakukan perkawinan, sedang ia tidak berhak melakukan akad nikah karena sudah mempunyai empat orang istri sekalipun salah satu dari keempat istrinya dalam iddah talak raj`i;
    2. Seseorang menikah bekas istrinya yang telah dili`annya;
    3. Seseorang menikah bekas istrinya yang pernah dijatuhi tiga kali talak olehnya, kecuali bila bekas istri tersebut pernah menikah dengan pria lain kemudian bercerai lagi ba`da al dukhul dan pria tersebut dan telah habis masa iddahnya;
    4. Perkawinan dilakukan antara dua orang yang mempunyai hubungan darah; semenda dan sesusuan sampai derajat tertentu yang menghalangi perkawinan menurut Pasal 8 UU Perkawinan, yaitu:
      1. berhubungan darah dalam garis keturunan lurus kebawah atau ke atas.
      2. berhubungan darah dalam garis keturunan menyimpang yaitu antara saudara, antara seorang dengan saudara orang tua dan antara seorang dengan saudara neneknya.
      3. berhubungan semenda, yaitu mertua, anak tiri, menantu dan ibu atau ayah tiri.
      4. berhubungan sesusuan, yaitu orang tua sesusuan, anak sesusuan dan bibi atau paman sesusuan.
    1. Istri adalah saudara kandung atau sebagai bibi atau kemenakan dan istri atau istri-istrinya.

     

    Pasal 71 KHI

    Suatu perkawinan dapat dibatalkan apabila:

    1. seorang suami melakukan poligami tanpa izin Pengadilan Agama;
    2. perempuan yang dikawini ternyata kemudian diketahui masih menjadi istri pria lain yang mafqud.
    3. perempuan yang dikawini ternyata masih dalam iddah dan suami lain;
    4. perkawinan yang melanggar batas umur perkawinan sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 7 UU Perkawinan;
    5. perkawinan dilangsungkan tanpa wali atau dilaksanakan oleh wali yang tidak berhak;
    6. perkawinan yang dilaksanakan dengan paksaan.

    Perlu dipahami bahwa batalnya suatu perkawinan dimulai setelah putusan pengadilan mempunyai kekuatan hukum yang tetap dan berlaku sejak saat berlangsungnya perkawinan.[8]

     

    Pembetulan Akta Perkawinan yang Salah

    Bila tanggal pelaksanaan perkawinan yang tercantum dalam kutipan akta nikah tidak sesuai dengan yang sesungguhnya karena kesalahan redaksional, maka terhadap akta tersebut dapat dimintakan pembetulannya.[9]

    Adapun yang dimaksud dengan "kesalahan tulis redaksional", misalnya kesalahan penulisan huruf dan/atau angka.[10]

    Pembetulan akta pencatatan sipil dilaksanakan dengan atau tanpa permohonan dari orang yang menjadi subjek akta.[11]

    Pembetulan akta perkawinan biasanya dilakukan pada saat akta sudah selesai di proses (akta sudah jadi) tetapi belum diserahkan atau akan diserahkan kepada subjek akta. Pembetulan akta atas dasar koreksi dari petugas, wajib diberitahukan kepada subjek akta.[12]

    Dan mengenai apakah foto dapat menjadi alat bukti yang sah untuk membuktikan adanya perkawinan, tentunya pihak pencatat perkawinan (KUA dan KCS) yang akan menentukan. Akan tetapi, selain foto, Anda juga dapat mengajukan saksi nikah, wali nikah dan bukti-bukti terkait lainnya untuk mendukung keterangan Anda.

    Menegenai cara pembetulan akta pencatatan sipil (termasuk akta perkawinan) kita dapat merujuk Perpres 96/2018. Apabila terdapat kesalahan redaksional pada akta perkawinan Anda, kita dapat memohonkan pembetulan dengan tata cara berikut:[13]

    1. Pembetulan akta pencatatan sipil dilakukan pada Dinas Pendudukan dan Pencatatan Sipil (“Disdukcapil”) Kabupaten/Kota atau Unit Pelaksana Teknis (“UPT”) Disdukcapil Kabupaten/Kota atau Perwakilan Republik Indonesia sesuai domisili dengan atau tanpa permohonan dari subjek akta.
    2. Dalam hal pembetulan akta pencatatan sipil tersebut diajukan oleh subjek akta harus memenuhi persyaratan:
      1. dokumen autentik yang menjadi persyaratan pembuatan akta pencatatan sipil; dan
      2. kutipan akta pencatatan sipil dimana terdapat kesalahan tulis redaksional.

     

    Demikian jawaban dari kami terkait pembetulan akta perkawinan sebagaimana ditanyakan, semoga bermanfaat.

     

    DASAR HUKUM

    Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
    Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
    Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan
    Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan
    Peraturan Presiden Nomor 96 Tahun 2018 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil
    Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam

    [1] Pasal 34 ayat (2) dan (3) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (“UU 23/2006”)

    [2] Pasal 37 ayat (4) UU 23/2006

    [3] Pasal 22 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“UU Perkawinan”)

    [4] Pasal 24 UU Perkawinan

    [5] Pasal 26 ayat (1) UU Perkawinan

    [6] Pasal 27 ayat (2) UU Perkawinan

    [7] Pasal 27 ayat (2) UU Perkawinan

    [8] Pasal 28 ayat (1) UU Perkawinan

    [9] Pasal 71 ayat (1) UU 23/2006

    [10] Penjelasan Pasal 70 ayat (1) UU 23/2006

    [11] Pasal 71 ayat (2) UU 23/2006

    [12] Penjelasan Pasal 71 ayat (2) UU 23/2006

    [13] Pasal 68 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan jo. Pasal 31 huruf n dan Pasal 59 Peraturan Presiden Nomor 96 Tahun 2018 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil

    Tags

    kawin
    pernikahan

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Powered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Tips Terhindar dari Penipuan Mobil Skema Segitiga

    24 Jul 2024
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    dot
    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda di sini!