Ada Peraturan Gubernur DKI Jakarta tentang cara pengangkatan dan pemberhentian direksi BUMD. Merujuk kemana pemberhentian direksi di DKI Jakarta? Apakah tidak merujuk lagi pada Undang-Undang Perseroan Terbatas?
Dalam konteks pertanyaan Anda mengenai aturan apa yang menjadi rujukan dalam pemberhentian Direksi BUMD berdasarkan Pergub DKI Jakarta 5/2018, peraturan yang menjadi rujukan adalah PP 54/2017 dan/atau UUPT, bergantung dari apa jenis BUMD tersebut.
BUMD terdiri dari 2 (dua) yaitu Perusahaan Umum Daerah dan Perusahaan Perseroan Daerah. Berdasarkan PP 54/2017, Direksi pada Perusahaan Umum Daerah diberhentikan oleh Kepala Daerah yang Mewakili Pemerintah Daerah dalam Kepemilikan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan Pada Perusahaan Umum Daerah (KPM). Sedangkan Direksi pada Perusahaan Perseroan Daerah diberhentikan oleh RUPS. Mengenai RUPS pada BUMD ini sendiri, PP 54/2017 merujuk padaUUPT.
Ini berarti untuk pemberhentian Direksi pada Perusahaan Umum Daerah, yang menjadi rujukan hanya PP 54/2017. Sedangkan pemberhentian Direksi pada Perusahaan Perseroan Daerah yang menjadi rujukan adalah PP 54/2017 dan UUPT.
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.
Dalam konteks pertanyaan Anda mengenai aturan apa yang menjadi rujukan dalam pemberhentian Direksi BUMD berdasarkan Pergub DKI Jakarta 5/2018, peraturan yang menjadi rujukan adalah PP 54/2017 dan/atau UUPT, bergantung dari apa jenis BUMD tersebut.
BUMD terdiri dari 2 (dua) yaitu Perusahaan Umum Daerah dan Perusahaan Perseroan Daerah. Berdasarkan PP 54/2017, Direksi pada Perusahaan Umum Daerah diberhentikan oleh Kepala Daerah yang Mewakili Pemerintah Daerah dalam Kepemilikan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan Pada Perusahaan Umum Daerah (KPM). Sedangkan Direksi pada Perusahaan Perseroan Daerah diberhentikan oleh RUPS. Mengenai RUPS pada BUMD ini sendiri, PP 54/2017 merujuk padaUUPT.
Ini berarti untuk pemberhentian Direksi pada Perusahaan Umum Daerah, yang menjadi rujukan hanya PP 54/2017. Sedangkan pemberhentian Direksi pada Perusahaan Perseroan Daerah yang menjadi rujukan adalah PP 54/2017 dan UUPT.
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.
Anggota Direksi dapat diberhentikan sewaktu-waktu berdasarkan keputusan RUPS dengan menyebutkan alasannya.
Keputusan untuk memberhentikan anggota Direksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diambil setelah yang bersangkutan diberi kesempatan untuk membela diri dalam RUPS.
Dalam hal keputusan untuk memberhentikan anggota Direksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan keputusan di luar RUPS sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91, anggota Direksi yang bersangkutan diberi tahu terlebih dahulu tentang rencana pemberhentian dan diberikan kesempatan untuk membela diri sebelum diambil keputusan pemberhentian.
Pemberian kesempatan untuk membela diri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak diperlukan dalam hal yang bersangkutan tidak berkeberatan atas pemberhentian tersebut.
Pemberhentian anggota Direksi berlaku sejak:
ditutupnya RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1);
tanggal keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (3);
tanggal lain yang ditetapkan dalam keputusan RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1); atau
tanggal lain yang ditetapkan dalam keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
Keputusan Rapat Umum Pemegang Saham (“RUPS”) untuk memberhentikan anggota Direksi dapat dilakukan dengan alasan yang bersangkutan tidak lagi memenuhi persyaratan sebagai anggota Direksi yang ditetapkan dalam UUPT. Antara lain melakukan tindakan yang merugikan Perseroan atau karena alasan lain yang dinilai tepat oleh RUPS.[1]
Berdasarkan Pasal 86 ayat (1) UUPT, RUPS dapat dilangsungkan jika dalam RUPS lebih dari 1/2 (satu perdua) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili, kecuali UUPT dan/atau anggaran dasar (“AD)”) menentukan jumlah kuorum yang lebih besar.
Dalam hal kuorum tidak tercapai, dapat diadakan pemanggilan RUPS kedua.[2] RUPS kedua sah dan berhak mengambil keputusan jika dalam RUPS paling sedikit 1/3 (satu pertiga) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili, kecuali AD menentukan jumlah kuorum yang lebih besar.[3]
Keputusan RUPS pada dasarnya diambil berdasarkan musyawarah untuk mufakat. Akan tetapi dalam hal keputusan berdasarkan musyawarah untuk mufakat tidak tercapai, keputusan adalah sah jika disetujui lebih dari 1/2 (satu perdua) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan kecuali UUPT dan/atau AD menentukan bahwa keputusan adalah sah jika disetujui oleh jumlah suara setuju yang lebih besar.[4]
BUMD adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh Daerah.[5] Berdasarkan Pasal 4 ayat (3) PP 54/2017 BUMD terdiri atas:
Perusahaan Umum Daerah
Perusahaan Umum Daerah merupakan BUMD yang seluruh modalnya dimiliki satu daerah dan tidak terbagi atas saham.[6]
Perusahaan Perseroan Daerah
Perusahaan Perseroan Daerah merupakan BUMD yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruhnya atau paling sedikit 51% (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh 1 (satu) Daerah.[7]
Perlu diketahui, walaupun pengaturan lebih lanjut mengenai BUMD diatur dalam PP 54/2017, namun memang tidak semua hal diatur lebih lanjut dalam PP ini. Beberapa hal tetap merujuk pada UUPT seperti:
Kedudukan perusahaan perseroan Daerah sebagai badan hukum diperoleh sesuai dengan ketentuan undang-undang yang mengatur mengenai perseroan terbatas (Pasal 4 ayat (5) PP 54/2017);
Ketentuan lebih lanjut mengenai RUPS sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai perseroan terbatas (Pasal 35 PP 54/2017);
Pengurusan oleh Direksi perusahaan perseroan Daerah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai perseroan terbatas (Pasal 55 ayat (2) PP 54/2017);
Ketentuan mengenai kewenangan anggota Direksi perusahaan perseroan Daerah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai perseroan terbatas (Pasal 73 PP 54/2017);
Laporan tahunan bagi perusahaan perseroan Daerah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai perseroan terbatas (Pasal 99 PP 54/2017).
Berkaitan dengan pertanyaan Anda, mengenai pemberhentian Direksi pada BUMD, hal tersebut diatur lebih lanjut dalam PP 54/2017.
Jabatan anggota Direksi BUMD berakhir apabila anggota Direksi:[8]
meninggal dunia;
masa jabatannya berakhir; atau
diberhentikan sewaktu-waktu.
Berdasarkan Pasal 65 PP 54/2017, pemberhentian Direksi BUMD karena diberhentikan sewaktu-waktu diatur sebagai berikut:
Dalam hal jabatan anggota Direksi berakhir karena diberhentikan sewaktu-waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 huruf c, pemberhentian dimaksud wajib disertai alasan pemberhentian.
Pemberhentian anggota Direksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan apabila berdasarkan data dan informasi yang dapat dibuktikan secara sah, anggota Direksi yang bersangkutan:
tidak dapat melaksanakan tugas;
tidak melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan dan/atau ketentuan anggaran
terlibat dalam tindakan kecurangan yang mengakibatkan kerugian pada BUMD, negara, dan/atau Daerah;
dinyatakan bersalah dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap;
mengundurkan din;
tidak lagi memenuhi persyaratan sebagai anggota Dewan Pengawas atau anggota Komisaris sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan/atau
tidak terpilih lagi karena adanya perubahan kebijakan Pemerintah Daerah dalam hal Restrukturisasi, likuidasi, akuisisi, dan pembubaran BUMD.
Mengenai pemberhentian Direksi ini, karena BUMD terdiri dari 2 (dua) yaitu Perusahaan Umum Daerah dan Perusahaan Perseroan Daerah, maka mekanismenya tidak seluruhnya serupa dengan yang diatur dalam UUPT.
Direksi pada Perusahaan Umum Daerah diberhentikan oleh Kepala Daerah yang Mewakili Pemerintah Daerah dalam Kepemilikan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan Pada Perusahaan Umum Daerah (“KPM”).[9] KPM merupakan organ Perusahaan Umum Daerah yang memegang kekuasaan tertinggi dalam perusahaan umum Daerah dan memegang segala kewenangan yang tidak diserahkan kepada Direksi atau Dewan Pengawas.[10] Sedangkan Direksi pada perusahaan perseroan Daerah diberhentikan oleh RUPS.[11] Yang mana mengenai RUPS pada BUMD, sebagaiman telah disebutkan di atas, ketentuan lebih lanjutnya merujuk pada UUPT.[12]
Pemberhentian Direksi BUMD Berdasarkan Peraturan Gubernur DKI Jakarta
Pasal 20 Pergub DKI Jakarta 5/2018 mengatur tentang pemberhentian Direksi BUMD yang berbunyi sebagai berikut:
Jabatan anggota Direksi berakhir apabila anggota Direksi:
meninggal dunia;
masa jabatannya berakhir; atau
diberhentikan sewaktu-waktu.
Tata cara pemberhentian Direksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c mengikuti sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam hal Direksi diberhentikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, segera dilakukan pengisian jabatan tersebut.
Dalam konteks pertanyaan Anda mengenai aturan apa yang menjadi rujukan dalam pemberhentian Direksi BUMD berdasarkan Pergub DKI Jakarta 5/2018, maka jelas bahwa rujukannya adalah PP 54/2017 dan/atau UUPT bergantung dari apa jenis BUMD tersebut.
Sebagaimana telah dijelaskan di atas, BUMD terdiri dari 2 (dua) yaitu Perusahaan Umum Daerah dan Perusahaan Perseroan Daerah. Berdasarkan PP 54/2017, Direksi pada Perusahaan Umum Daerah diberhentikan olehKPM. Sedangkan Direksi pada Perusahaan Perseroan Daerah diberhentikan oleh RUPS. Mengenai RUPS pada BUMD ini sendiri, PP 54/2017 merujuk padaUUPT.
Ini berarti untuk pemberhentian Direksi pada Perusahaan Umum Daerah, yang menjadi rujukan hanya PP 54/2017. Sedangkan pemberhentian Direksi pada Perusahaan Perseroan Daerah yang menjadi rujukan adalah PP 54/2017 dan UUPT.
Jadi menjawab pertanyaan Anda, dapat dikatakan mekanismenya tidak seluruhnya hanya merujuk pada salah satu peraturan perundang-undangan. Peraturan yang menjadi rujukan dalam proses pemberhentian Direksi adalah PP 54/2017 dan/atau UUPT, tergantung dari bentuk BUMD.