Saya merasa miris karena sedikit sekali yang membahas hukum terhadap pasien/keluarga pasien yang bersikap tidak menyenangkan dan tidak sopan kepada petugas medis. Kebanyakan hanya membahas hukum petugas medis yang bertindak tidak menyenangkan kepada pasien. Saya sudah berkali-kali mendapat perlakuan tidak enak. Terutama di saat wabah seperti ini. Saat saya sedang mengajukan pertanyaan untuk mencari kemungkinan kondisi pasien berkaitan dengan COVID-19, pasien malah marah-marah. Padahal pertanyaan masih di batas wajar, tentang riwayat berpergian dan kontak dengan siapa saja. Mereka marah-marah kemudian membentak, walaupun sudah diberi penjelasan. Saya ingat dengan sumpah profesi saya untuk mengutamakan kondisi pasien, tapi juga menaati pedoman pemerintah, Kemenkes, dan IDI. Pertanyaan pertama, adakah hukum yang melindungi saya menjalani panduan terkait COVID-19 apabila pasien tidak terima? Kedua, apakah aturan hukum bagi pasien dan keluarga yang bersikap sangat tidak sopan dan tidak menyenangkan kepada petugas medis?
Daftar Isi
INTISARI JAWABAN
Tindakan pemeriksaan kesehatan pada saat wabah COVID-19 merupakan suatu upaya penanggulangan wabah, dan dilindungi oleh hukum.
Pasien juga diwajibkan secara hukum untuk memberikan informasi yang jujur dan lengkap mengenai kondisi kesehatannya, demi kelancaran pelaksanaan upaya penanggulangan wabah.
Jika pasien bersikap tidak kooperatif dan justru berkata kasar kepada dokter dan petugas kesehatan, selain dapat dijerat dengan sanksi pidana dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular, pasien juga dapat dilaporkan ke polisi atas dugaan penghinaan ringan.
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda klik ulasan di bawah ini.
Upaya penanggulangan wabah meliputi penyelidikan epidemiologis, pemeriksaan, pengobatan, perawatan dan isolasi penderita termasuk tindakan karantina, pencegahan dan pengebalan, pemusnahan penyebab penyakit, penanganan jenazah akibat wabah, penyuluhan kepada masyarakat dan upaya penanggulangan lain.[1]
Adapun tindakan penyelidikan epidemiologis dilakukan melalui kegiatan-kegiatan:[2]
pengumpulan data kesakitan dan kematian penduduk;
pemeriksaan klinis, fisik, laboratorium dan penegakan diagnosis;
pengamatan terhadap penduduk pemeriksaan terhadap makhluk hidup lain dan benda-benda yang ada di suatu wilayah yang diduga mengandung penyebab penyakit wabah.
Selain itu, tindakan pencegahan dan pengebalan dilakukan terhadap masyarakat yang mempunyai risiko terkena penyakit wabah.[3]
Setiap orang berperanserta dalam pelaksanaan upaya penanggulangan wabah, dengan:[4]
memberikan informasi adanya penderita atau tersangka penderita penyakit wabah;
membantu kelancaran pelaksanaan upaya penanggulangan wabah;
menggerakkan motivasi masyarakat dalam upaya penanggulangan wabah;
Jadi bisa disimpulkan, tindakan pemeriksaan kesehatan pada saat wabah COVID-19 yang Anda lakukan merupakan suatu upaya penanggulangan wabah, dan dilindungi oleh hukum.
Pasien juga diwajibkan secara hukum untuk memberikan informasi yang jujur dan lengkap mengenai kondisi kesehatannya, demi kelancaran pelaksanaan upaya penanggulangan wabah.
Penghinaan oleh Pasien
Dalam hal pasien tidak berkenan menuruti prosedur pemeriksaan kesehatan, maka pasien dapat dijerat dengan Pasal 14 ayat (1) atau (2) UU 4/1984, yang berbunyi:
Barang siapa dengan sengaja menghalangi pelaksanaan penanggulangan wabah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, diancam dengan pidana penjara selama-lamanya 1 (satu) tahun dan/atau denda setinggi-tingginya Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah).
Barang siapa karena kealpaannya mengakibatkan terhalangnya pelaksanaan penanggulangan wabah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, diancam dengan pidana kurungan selama-lamanya 6 (enam) bulan dan/atau denda setinggi-tingginya Rp 500.000,- (lima ratus ribu rupiah).
Selain itu, kami mengasumsikan pasien yang marah-marah dan bersikap tidak sopan tersebut cenderung pada tindakan mengata-ngatai Anda selaku petugas medis.
Tiap-tiap penghinaan dengan sengaja yang tidak bersifat pencemaran atau pencemaran tertulis yang dilakukan terhadap seseorang, baik di muka umum dengan lisan atau tulisan, maupun di muka orang itu sendiri dengan lisan atau perbuatan, atau dengan surat yang dikirimkan atau diterimakan kepadanya, diancam karena penghinaan ringan dengan pidana penjara paling lama 4 bulan 2 minggu atau pidana denda paling banyak Rp 4.500.000,-.
Masih bersumber dari artikel yang sama, R. Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-komentarnya Lengkap Pasal demi Pasal, penghinaan yang dilakukan dengan jalan selain “menuduh suatu perbuatan”, misalnya dengan mengatakan “anjing”, “bajingan” dan sebagainya, dikategorikan sebagai penghinaan ringan.
Supaya dapat dihukum, kata-kata penghinaan itu baik lisan maupun tertulis, harus dilakukan di tempat umum (yang dihina tidak perlu berada di situ). Apabila penghinaan itu tidak dilakukan di tempat umum, maka supaya dapat dihukum:
dengan lisan atau perbuatan, maka orang yang dihina itu harus ada di situ melihat dan mendengar sendiri;
bila dengan surat (tulisan), maka surat itu harus dialamatkan (disampaikan) kepada yang dihina.
Jadi kami berpendapat, dalam hal pasien marah-marah hingga mengata-ngatai Anda serta memenuhi unsur-unsur dalam penghinaan ringan, Anda dapat mengadu kepada polisi agar perkara ini diproses.
Kami telah mengkompilasi berbagai topik hukum yang sering ditanyakan mengenai dampak wabah Covid-19 terhadap kehidupan sehari-hari mulai dari kesehatan, bisnis, ketenagakerjaan, profesi, pelayanan publik, dan lain-lain. Informasi ini dapat Anda dapatkan di tautan berikut covid19.hukumonline.com
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihatPernyataan Penyangkalanselengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.