KlinikBerita
New
Hukumonline Stream
Data PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Menuntut Ganti Rugi Akibat Internet Banking

Share
Teknologi

Menuntut Ganti Rugi Akibat Internet Banking

Menuntut Ganti Rugi Akibat <i>Internet Banking</i>
Gadis Dewi, S.H.Jardin Legal

Bacaan 10 Menit

Menuntut Ganti Rugi Akibat <i>Internet Banking</i>

PERTANYAAN

Apa dasar hukum penerapan internet banking di sebuah bank? Apakah saya dapat menuntut ganti rugi atas kehilangan uang karena menggunakan internet banking akibat virus? Apa dasar hukumnya? Bagaimana apabila bank tidak pernah memberitahu kepada saya tentang risiko penggunaan internet banking sesuai peraturan transparansi informasi, apa sanksi bagi bank tersebut?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Pada dasarnya, nasabah yang mengalami kerugian uang akibat virus saat menggunakan internet banking dapat mengajukan permintaan ganti rugi kepada bank. Hal ini mengacu pada kewajiban bank untuk melindungi nasabah dari risiko keamanan seperti insiden siber. Lalu, jika bank tidak memberitahu nasabah tentang risiko penggunaan internet banking sesuai aturan transparansi informasi, bank dapat dikenai sanksi administratif berupa peringatan tertulis hingga denda.

    Lebih lanjut, perlindungan konsumen dalam hal ini menjadi penting, dimana bank memiliki tanggung jawab untuk menanggapi pengaduan nasabah dan memberikan penyelesaian jika terbukti terjadi kesalahan/kelalaian yang menyebabkan kerugian. Namun, jika penanganan pengaduan oleh bank tidak memuaskan, apa yang dapat nasabah lakukan?

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini

     

    ULASAN LENGKAP

    KLINIK TERKAIT

    Mengenal Macam-Macam Kejahatan Siber di Indonesia

    Mengenal Macam-Macam Kejahatan Siber di Indonesia

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

    Artikel ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul sama yang dibuat oleh Lia Alizia/Brinanda Lidwina Kaliska dari Indonesia Cyber Law Community (ICLC) dan dipublikasikan pada 15 Oktober 2015.

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

    Pengertian dan Dasar Hukum Internet Banking

    Internet Banking merupakan layanan yang diberikan oleh suatu bank pada nasabahnya. Layanan internet banking termasuk sebagai layanan digital sebagaimana diatur dalam POJK 21/2023. Berdasarkan Pasal 1 angka 4 POJK 21/2023, layanan digital adalah produk bank dalam bentuk layanan yang diberikan oleh bank dengan pemanfaatan teknologi informasi melalui media elektronik untuk memberikan akses bagi nasabah dan/atau calon nasabah terkait produk bank maupun produk dan/atau layanan dari mitra bank, serta dapat dilakukan secara mandiri oleh nasabah dan/atau calon nasabah.

    Pihak yang dapat menyelenggarakan layanan digital adalah bank atau bank dengan mitra bank yang didasari dengan perjanjian kerja sama.[1] Bank yang menyelenggarakan layanan digital tersebut juga harus memenuhi infrastruktur teknologi informasi (“TI”) dan manajemen pengelolaan infrastruktur teknologi informasi yang memadai, yaitu mampu mendukung penyelenggaraan layanan digital secara optimal.[2]

    Kemudian, menurut POJK 11/2022, bank yang memberikan layanan internet banking wajib memenuhi praktik atau standar yang berlaku baik secara nasional maupun internasional,[3] terutama dengan banyaknya keterlibatan digitalisasi yang mengharuskan bank untuk melaksanakan tata kelola teknologi informasi yang baik. Salah satu cara dalam menerapkan tata kelola teknologi informasi yang baik adalah dengan menerapkan manajemen risiko secara efektif dan menjaga ketahanan siber.[4]

    Apabila bank yang tidak menerapkan pengelolaan yang memadai terhadap ketahanan siber, menurut hemat kami, tentu hal tersebut akan berdampak kepada nasabah.

    Kemudian, dalam hal adanya pelanggaran oleh bank terhadap peraturan perundang-undangan, misalnya yang mengatur mengenai rahasia bank dan/atau pribadi nasabah, bank wajib melakukan tindakan tertentu.[5] Tindakan tertentu tersebut paling sedikit:[6]

    1. melaporkan kepada Otoritas Jasa Keuangan (“OJK”) paling lama 3 hari kerja setelah kondisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diketahui oleh bank;
    2. memutuskan tindak lanjut yang akan diambil untuk mengatasi permasalahan termasuk penghentian penggunaan pihak penyedia jasa TI dalam hal diperlukan; dan
    3. melaporkan kepada OJK paling lama 3 hari kerja setelah bank menghentikan penggunaan pihak penyedia jasa TI sebelum berakhirnya jangka waktu perjanjian, dalam hal bank memutuskan untuk menghentikan penggunaan pihak penyedia jasa TI.

    Serangan terhadap Layanan Internet Banking

    Adapun beberapa jenis serangan terhadap layanan internet banking antara lain phishing, man/malware in the browser (“MIB”), typosite, dan keylogger.[7]

    Lebih lanjut, dalam Bab IV angka 4 SE OJK 29/2022, bank harus melakukan antisipasi terhadap seluruh insiden siber yang menggunakan mekanisme deteksi berupa antivirus, anti-malware alerts, log event alerts, dan perangkat pengaman. Oleh karena itu, bank yang melaksanakan deteksi insiden siber harus:

    1. memastikan ketersediaan dokumentasi kinerja dasar (baseline performance);
    2. memantau aktivitas yang dianggap mencurigakan, serta melaksanakan pengelolaan dan pengujian terhadap pada tahap deteksi;
    3. melaksanakan pemantauan atau deteksi yang bertujuan untuk memastikan efektivitas upaya pelindungan;
    4. memastikan bahwa adanya proses deteksi insiden siber yang memadai; dan
    5. melakukan analisis dari suatu insiden siber untuk memastikan adanya penanganan yang efektif apabila adanya gangguan di kemudian hari.

    Pada intinya, bank yang belum menerapkan tata kelola TI yang baik dalam penyelenggaraan TI berpotensi dikenakan sanksi administratif berupa teguran tertulis. Lalu, dalam hal bank telah diberikan teguran tertulis namun belum melakukan perbaikan, maka bank dapat dikenai sanksi administratif lainnya berupa:[8]

    1. larangan untuk menerbitkan produk bank baru;
    2. pembekuan kegiatan usaha tertentu; dan/atau
    3. penurunan nilai faktor tata kelola dalam penilaian tingkat kesehatan bank.

    Perlindungan Konsumen

    Selanjutnya, berdasarkan Pasal 1 angka 1 UU Perlindungan Konsumen, perlindungan konsumen adalah segala upaya hukum yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberikan perlindungan terhadap konsumen. Seluruh bentuk kewajiban perbankan atas pelindungan konsumen diatur lebih lanjut melalui POJK 22/2023, termasuk kewajiban perbankan dalam menerapkan prinsip pelindungan konsumen pada sistem informasi dan ketahanan siber.[9]

    Kemudian, bank sebagai Pelaku Usaha Jasa Keuangan (“PUJK”) dalam menyelenggarakan kegiatan usahanya wajib menerapkan prinsip-prinsip perlindungan konsumen, diantaranya:[10]

    a. edukasi yang memadai,

    b. keterbukaan dan transparansi informasi produk dan/atau layanan;

    c. perlakuan yang adil dan perilaku bisnis yang bertanggung jawab;

    d. pelindungan aset, privasi, dan data konsumen;

    e. penanganan pengaduan dan penyelesaian sengketa yang efektif dan efisien;

    f. penegakan kepatuhan; dan

    g. persaingan yang sehat.

    Dalam hal bank melakukan pelanggaran atas kewajiban penyediaan informasi produk dan/atau layanan yang diberikan serta kewajiban memastikan keamanan sistem informasi (termasuk pelindungan aset konsumen) yang diselenggarakan, bank berpotensi dikenakan sanksi administratif berupa:[11]

    1. peringatan tertulis;
    2. pembatasan produk dan/atau layanan dan/atau kegiatan usaha untuk sebagian atau seluruhnya;
    3. pembekuan produk dan/atau layanan dan/atau kegiatan usaha untuk sebagian atau seluruhnya;
    4. pemberhentian pengurus;
    5. denda administratif;
    6. pencabutan izin produk dan/atau layanan; dan/atau
    7. pencabutan izin usaha.

    Adapun sanksi denda dikenakan maksimal Rp15 miliar sebagaimana diatur dalam Pasal 3 ayat (5) POJK 22/2023.

    Penyelesaian Pengaduan

    Kemudian berkaitan dengan pengaduan, berdasarkan Pasal 69 ayat (2) POJK 22/2023, nasabah dapat mengajukan pengaduan kepada bank, khususnya melalui Layanan Pengaduan yang memiliki ruang lingkup terdiri atas:

    1. penerimaan pengaduan;
    2. penanganan pengaduan; dan
    3. penyelesaian pengaduan.

    Kemudian, penerimaan pengaduan diatur dalam Pasal 70 POJK 22/2023 dimana bank wajib untuk menerima dan menindaklanjuti pengaduan yang diajukan oleh nasabah, baik secara tertulis maupun lisan.[12] Pengajuan pengaduan yang dilakukan secara tertulis harus memenuhi dokumen yang dipersyaratkan termasuk:[13]

    1. identitas nasabah;
    2. jenis dan tanggal pemanfaatan produk dan/atau layanan;
    3. permasalahan yang diadukan; dan
    4. dokumen lain, jika dibutuhkan.

    Terlebih lagi, pengajuan pengaduan yang dilaksanakan secara lisan harus disertai dengan konfirmasi penerimaan pengaduan dari bank, yang paling sedikit harus memberikan informasi mengenai nomor registrasi pengaduan dan tanggal penerimaan pengaduan.[14]

    Sebagai informasi, bank memiliki kewajiban untuk menindaklanjuti dan menyelesaikan pengaduan tersebut dalam jangka waktu masing-masing 5 hari sejak pengaduan tersebut diterima oleh bank untuk pengaduan lisan,[15] dan 10 hari kerja sejak dokumen tersebut diterima untuk pengaduan tertulis.[16]

    Jika terbukti adanya kesalahan, kelalaian, atau perbuatan yang bertentangan pada peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan atau menurut perjanjian yang dilaksanakan, baik yang dilakukan oleh direksi, dewan komisaris, pegawai, dan/atau dilakukan oleh pihak ketiga yang bekerja untuk atau mewakili kepentingan bank yang menyebabkan adanya kerugian dan/atau potensi kerugian konsumen, maka bank wajib memberikan tanggapan dalam bentuk penawaran penyelesaian.[17] Contoh dari penawaran penyelesaian adalah penyampaian pernyataan maaf dan penawaran ganti rugi (redress/remedy).[18]

    Namun, apabila setelah pelaksanaan penanganan pengaduan tidak menghasilkan sebuah kesepakatan yang dilakukan oleh bank, lebih lanjut konsumen dapat:[19]

    1. menyampaikan  pengaduan  kepada  OJK  untuk  penanganan  pengaduan  sesuai dengan kewenangan OJK; atau
    2. mengajukan  sengketa  kepada  Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa (“LAPS”) yang mendapat persetujuan dari OJK atau kepada pengadilan.

    Dari pembahasan di atas, dapat kami simpulkan nasabah yang mengalami kerugian uang akibat virus saat menggunakan internet banking dapat mengajukan permintaan ganti rugi kepada bank. Hal ini mengacu pada kewajiban bank untuk melindungi nasabah dari risiko keamanan seperti insiden siber. Jika bank tidak memberitahu nasabah tentang risiko penggunaan internet banking sesuai aturan transparansi informasi, bank dapat dikenai sanksi administratif berupa peringatan tertulis hingga denda. Lebih lanjut, perlindungan konsumen dalam hal ini juga menjadi penting, dimana bank memiliki tanggung jawab untuk menanggapi pengaduan nasabah secara efektif dan memberikan penyelesaian jika terbukti terjadi kesalahan atau kelalaian yang menyebabkan kerugian. Jika penanganan pengaduan oleh bank tidak memuaskan, nasabah dapat mengajukan penyelesaian sengketa kepada LAPS atau pengaduan kepada OJK sesuai dengan kewenangannya.

    Perkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwibahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di sini.

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

    DASAR HUKUM

    Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
    Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 11/POJK.03/2022 tentang Penyelenggaraan Teknologi Informasi oleh Bank Umum
    Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 21 Tahun 2023 tentang Layanan Digital oleh Bank Umum
    Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 22 Tahun 2023 tentang Pelindungan Konsumen dan Masyarakat di Sektor Jasa Keuangan
    Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 29/SEOJK.03/2022 Tahun 2022 tentang Ketahanan dan Keamanan Siber Bagi Bank Umum

    REFERENSI

    Otoritas Jasa Keuangan. Bijak Ber-Electronic Banking. Jakarta: Otoritas Jasa Keuangan, 2015.


    [1] Pasal 2 ayat (1) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 21 Tahun 2023 tentang Layanan Digital oleh Bank Umum (“POJK 21/2023”)

    [2] Pasal 3 POJK 21/2023

    [3] Pasal 2 ayat (2) huruf f Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 11/POJK.03/2022 Tahun 2022 tentang Penyelenggaraan Teknologi Informasi oleh Bank Umum (“POJK 11/2022”)

    [4] Pasal 5 huruf c angka 3 POJK 11/2022

    [5] Pasal 32 ayat (1) huruf d POJK 11/2022

    [6] Pasal 32 ayat (2) POJK 11/2022

    [7] Otoritas Jasa Keuangan. Bijak Ber-Electronic Banking. Jakarta: Otoritas Jasa Keuangan, 2015, hal. 47-56

    [8] Pasal 9 POJK 11/2022

    [9] Pasal 3 ayat (1) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 22 Tahun 2023 tentang Pelindungan Konsumen dan Masyarakat di Sektor Jasa Keuangan (“POJK 22/2023”)

    [10] Pasal 3 ayat (2) POJK 22/2023

    [11] Pasal 3 ayat (3) POJK 22/2023

    [12] Pasal 70 ayat (1) dan (2) POJK 22/2023

    [13] Pasal 71 ayat (2) POJK 22/2023

    [14] Pasal 72 ayat (2) POJK 22/2023

    [15] Pasal 74 ayat (1) POJK 22/2023

    [16] Pasal 75 ayat (1) POJK 22/2023

    [17] Pasal 78 ayat (1) huruf b POJK 22/2023

    [18] Penjelasan Pasal 78 ayat (1) huruf b POJK 22/2023

    [19] Pasal 82 ayat (1) POJK 22/2023

    Tags

    virus
    bank

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Powered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Perhatikan Ini Sebelum Tanda Tangan Kontrak Kerja

    20 Mar 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    dot
    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda di sini!