Dapatkah kita sebagai warga negara menuntut DPR ke pengadilan jika DPR tidak kunjung menyiapkan RUU yang sedang dibuatnya, sementara UU yang dibuatnya tersebut sudah sangat mendesak untuk digunakan?
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
ULASAN LENGKAP
Kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat (“DPR”) untuk membentuk undang-undang dicantumkan dalam Pasal 20 ayat (1)Undang-Undang Dasar 1945 (“UUD 1945”). Untuk membentuk suatu undang-undang, DPR harus membahas rancangan undang-undang (“RUU”) bersama dengan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama (Pasal 20 ayat [2] UUD 1945). Dari ketentuan tersebut diketahui bahwa walaupun DPR memiliki kekausaan untuk membentuk undang-undang, namun pembahasan setiap RUU dilakukan DPR bersama Presiden.
Dalam Pasal 142 UU 27/2009 disebutkan bahwa suatu RUU dapat dajukan usulannya dari DPR, Presiden, atau Dewan Perwakilan Daerah (“DPD”) disertai penjelasan atau keterangan dan/atau naskah akademik. Apabila usul RUU diajukan dari DPR, maka yang dapat mengajukan adalah anggota DPR, komisi, gabungan komisi, atau Badan Legislasi (Pasal 143 ayat [1] UU 27/2009).
Badan Legislasi adalah alat kelengkapan dalam DPR yang berperan besar dalam pembentukan suatu undang-undang. Badan Legislasi memiliki tugas (Pasal 102 UU 27/2009):
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
a.menyusun rancangan program legislasi nasional yang memuat daftar urutan dan prioritas rancangan undang-undang beserta alasannya untuk 1 (satu) masa keanggotaan dan untuk setiap tahun anggaran di lingkungan DPR dengan mempertimbangkan masukan dari DPD;
b.mengoordinasi penyusunan program legislasi nasional antara DPR dan Pemerintah;
c.menyiapkan rancangan undang-undang usul DPR berdasarkan program prioritas yang telah ditetapkan;
d.melakukan pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi rancangan undang-undang yang diajukan anggota, komisi, gabungan komisi, atau DPD sebelum rancangan undang-undang tersebut disampaikan kepada pimpinan DPR;
e.memberikan pertimbangan terhadap rancangan undang-undang yang diajukan oleh anggota, komisi, gabungan komisi, atau DPD di luar prioritas rancangan undang-undang tahun berjalan atau di luar rancangan undang-undang yang terdaftar dalam program legislasi nasional;
f.melakukan pembahasan, pengubahan, dan/atau penyempurnaan rancangan undang-undang yang secara khusus ditugaskan oleh Badan Musyawarah;
g.mengikuti perkembangan dan melakukan evaluasi terhadap pembahasan materi muatan rancangan undang-undang melalui koordinasi dengan komisi dan/atau panitia khusus;
h.memberikan masukan kepada pimpinan DPR atas rancangan undang-undang usul DPD yang ditugaskan oleh Badan Musyawarah; dan
i.membuat laporan kinerja dan inventarisasi masalah di bidang perundang-undangan pada akhir masa keanggotaan DPR untuk dapat digunakan oleh Badan Legislasi pada masa keanggotaan berikutnya.
Untuk lebih mengetahui proses pembentukan undang-undang, Saudara dapat melihat pula dalam Tata Tertib DPR. Intinya,pembuatan suatu undang-undang memerlukan proses yang panjang karena akan berlaku untuk seluruh penduduk Indonesia, dan yang bertugas menyiapkan RUU yang diusulkan dari pihak DPR adalah Badan Legislasi. Program Legislasi Nasional (“Prolegnas”) berisi daftar RUU yang akan dibahas dalam masa kerja DPR dengan skala prioritas, sehingga sudah diketahui RUU mana yang harus dibahas dan disahkan terlebih dahulu.
Dalam UU 27/2009, Tata Tertib DPR, maupun dalam Kode Etik DPRtidak diatur mengenai langkah hukum apa yang dapat ditempuh jika anggota DPR tidak kunjung menyiapkan RUU yang “sudah sangat mendesak untuk digunakan”.
Meski demikian, di dalam Pasal 22 ayat (1) UUD 1945 ditegaskan bahwa dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-undang (“Perppu”). Kedudukan Perpu sebagai peraturan perundang-undangan adalah setara dengan undang-undang berdasarkan Pasal 7UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (“UU 12/2011”).
Terkait Perppu, selanjutnya UUD 1945 menegaskan bahwa Perppu itu harus mendapat persetujuan DPR dalam persidangan yang berikut (Pasal 22 ayat [2]). Jika tidak mendapat persetujuan, maka Perppu itu harus dicabut (Pasal 22 ayat [3] UD 1945).
Jadi, menjwab pertanyaan Saudara, kami tidak menemukan dasar hukum untuk menuntut DPR ke pengadilan dengan alasan seperti yang Saudara sampaikan. Namun, Saudara dapat menyampaikan aspirasi Saudara tersebut kepada Bagian Hubungan Masyarakat Sekretariat Jenderal DPR.
Masyarakat dapat menyampaikan aspirasi langsung secara tertulis dalam bentuk surat dengan tujuan dan permasalahan yang jelas, untuk kemudian surat tersebut diteruskan kepada Alat Kelengkapan Dewan atau kepada Anggota Dewan secara pribadi oleh Humas Sub Bagian Penyaluran Delegasi Masyarakat. Menampung dan menindaklanjuti aspirasi dan pengaduan masyarakat merupakan kewajiban anggota DPR (lihat Pasal 79 huruf j UU 27/2009 jo. Pasal 12 huruf j Tata Tertib DPR). Apabila anggota DPR tidak menjalankan kewajiban ini, maka anggota DPR yang bersangkutan dapat dikenakan sanksi berdasarkan keputusan Badan Kehormatan yang dapat berupa teguran lisan, teguran tertulis, dan/atau diberhentikan dari pimpinan pada alat kelengkapan (Pasal 282 ayat [1] jo. Pasal 283 Tata Tertib DPR). Setiap orang yang memiliki bukti anggota DPR tidak menjalankan kewajiban dapat melapor kepada Badan Kehormatan sesuai Tata Beracara Badan Kehormatan (Pasal 284 jo. Pasal 285 Tata Tertib DPR)