Orang tua saya dituduh menyantet tetangga yang juga masih saudara. Hubungan yang dulu harmonis menjadi tidak harmonis dan tidak ada tegur sapa lagi. Itu setelah mereka mendatangi dukun dan diberitahukan bahwa orang tua saya yang menyebabkan sakit saudara saya. Lalu saudara saya menyebarkan cerita tuduhan tersebut kepada tetangga sekitar. Kami tentu mengelak tuduhan tersebut. Apa hukumnya menuduh orang tanpa bukti? Terima kasih.
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
Apa hukumnya menuduh orang tanpa bukti? Perbuatan menuduh orang pada dasarnya dapat dijerat pasal pencemaran nama baik berdasarkan Pasal 310 ayat (1) KUHPatau Pasal 433 ayat (1) UU 1/2023. Bagaimana bunyi pasalnya?
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.
Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul Tuduh Orang Lain Dukun Santet, Ini Ancaman Hukumannya yang dibuat oleh Letezia Tobing, S.H., M.Kn.yangpertama kali dipublikasikan pada 19 Agustus 2013.
Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023.
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihatPernyataan Penyangkalanselengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung denganKonsultan Mitra Justika.
Pasal Pencemaran Nama Baik
Perbuatan dukun maupun tetangga atau saudara Anda yang menuduh orang tua Anda melakukan santet tentu dapat dijerat hukum. Apa hukumnya menuduh orang tanpa bukti? Perihal ini dapat menggunakan dasar pasal pencemaran nama baik dalam Pasal 310 ayat (1) KUHPlama yang pada saat artikel ini diterbitkan masih berlaku:
Barang siapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
Perlu diketahui bahwa denda sebagaimana dimaksud Pasal 310 ayat (1) KUHP tersebut saat ini disesuaikan dengan ketentuan Pasal 3 Perma 2/2012 bahwa nominal denda dilipatgandakan menjadi 1.000 kali. Artinya, denda dalam pasal tersebut menjadi paling banyak Rp4,5 juta.
Mengenai pasal ini, R. Soesilo dalam bukunya yang berjudul Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal (hal. 225) mengatakan bahwa yang disebut “menghina” yaitu menyerang kehormatan dan nama baik seseorang.
Lebih lanjut, dikatakan bahwa untuk dapat dipidana dengan pasal tersebut, penghinaan itu harus dilakukan dengan cara menuduh seseorang telah melakukan perbuatan tertentu dengan maksud tuduhan itu akan tersiar (diketahui oleh orang banyak). Perbuatan yang dituduhkan itu tidak perlu suatu perbuatan yang boleh dihukum seperti mencuri, menggelapkan, berzina, dan sebagainya, cukup dengan perbuatan biasa, sudah tentu suatu perbuatan yang memalukan.
Mengenai perbuatan yang dituduhkan itu, S.R. Sianturi dalam bukunya yang berjudul Tindak Pidana di KUHP Berikut Uraiannya (hal. 560) berpendapat bahwa yang dituduhkan itu dapat berupa berita yang benar-benar terjadi dan dapat juga ‘isapan jempol’ belaka.
Sedangkan Pasal 433 ayat (1) UU 1/2023tentang KUHP baru yang berlaku 3 tahun sejak tanggal diundangkan,[1] yaitu tahun 2026 sebagai berikut:
Setiap Orang yang dengan lisan menyerang kehormatan atau nama baik orang lain dengan cara menuduhkan suatu hal, dengan maksud supaya hal tersebut diketahui umum, dipidana karena pencemaran, dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori II.
Denda kategori II sebagaimana dimaksud pasal di atas menurut Pasal 79 ayat (1) huruf b adalah paling banyak sebesar Rp10 juta.
Tindak pidana pencemaran nama baik atau penghinaan hanya dapat dituntut jika ada pengaduan dari orang yang menderita (delik aduan). Hal ini ditegaskan dalam Pasal 319 KUHP atau Pasal 440 UU 1/2023.
Jadi menurut hemat kami, dukun dan saudara Anda tersebut telah melakukan pencemaran nama baik dengan melakukan menuduh orang tua Anda menyantet hingga menyebabkan sakit yang diderita oleh saudara Anda. Terlebih tuduhan tersebut kemudian disebarkan kepada orang banyak.
Atas perbuatan dukun dan saudara Anda, orang tua Anda dapat menuntut atas dasar pencemaran nama baik sebagaimana terdapat dalam Pasal 310 ayat (1) KUHP atau Pasal 433 ayat (1) UU 1/2023. Mengingat yang dituduhkan dapat berupa berita yang benar-benar terjadi atau dapat juga merupakan ‘isapan jempol’ saja. Yang terpenting adalah hal tersebut cukup memalukan bagi yang berkepentingan bila diumumkan.
Contoh kasus pencemaran nama baik dapat Anda simak dalam Putusan PN Merauke No. 132/PID.B/2010/PN.Mrk. Terdakwa merusak nama baik korban dengan mengatakan dirinya merupakan tim sukses korban dan merupakan orang suruhan korban untuk mendaftarkan masyarakat yang berminat mendapatkan rumah translokal dengan persyaratan biaya administrasi dan dokumen (hal. 14).
Atas perbuatannya, masyarakat pun percaya dan mendaftarkan diri kepada terdakwa sambil memberikan uang dan persyaratan lainnya. Namun dikarenakan hal ini tidak benar, perbuatan terdakwa yang telah menggunakan nama korban membuat malu dan merusak kehormatan atau nama baik korban (hal. 15).
Terdakwa kemudian dinyatakan telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pencemaran nama baik secara lisan di muka umum berdasarkan Pasal 310 ayat (1) KUHP. Terdakwa dijatuhi pidana penjara selama 4 bulan (hal. 17).
Perkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwibahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di sini.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
DASAR HUKUM
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP