Saya sering dengar soal korupsi kolusi nepotisme. Ini artinya nepotisme tidak dapat dilepaskan dari korupsi atau kolusi, bukan? Mohon jelaskan apa itu nepotisme dan contoh nepotisme. Kemudian, apakah KPK berwenang menyidik dan menuntut nepotisme?
Daftar Isi
INTISARI JAWABAN
Nepotisme adalah setiap perbuatan penyelenggara negara secara melawan hukum yang menguntungkan kepentingan keluarganya dan atau kroninya yang merugikan orang lain, masyarakat, dan atau negara. Nepotisme adalah tindak pidana dengan ancaman pidana sebagaimana diatur di dalam Pasal 22 UU 28/1999.
Lalu, apakah contoh nepotisme dan apakah KPK berwenang menyidik dan menuntut tindakan nepotisme?
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.
ULASAN LENGKAP
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul Apa itu Nepotisme dan Contohnya yang pertama kali dipublikasikan pada 26 Oktober 2023.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalanselengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Arti Nepotisme
Sebelum menjawab pertanyaan Anda, kami akan menjelaskan terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan nepotisme. Secara bahasa, KBBI mengartikan nepotisme adalah perilaku yang memperlihatkan kesukaan yang berlebihan kepada kerabat dekat; kecenderungan untuk mengutamakan (menguntungkan) sanak saudara sendiri, terutama dalam jabatan, pangkat di lingkungan pemerintah; tindakan memilih kerabat atau sanak saudara sendiri untuk memegang pemerintahan.
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Nepotisme pada hakikatnya adalah mendahulukan dan membukakan peluang bagi kerabat atau teman-teman dekat untuk mendapatkan fasilitas dan kedudukan pada posisi yang berkaitan dengan birokrasi pemerintahan, tanpa mengindahkan peraturan yang berlaku, sehingga menutup peluang bagi orang lain.[1]
Nepotisme merupakan jenis khusus dari konflik kepentingan yang timbul ketika seorang pegawai birokrasi atau pejabat publik dipengaruhi oleh kepentingan pribadi ketika menjalani tugas.
Dalam arti luas, nepotisme pada dasarnya berlaku untuk situasi yang sangat khusus, yaitu dalam hal seseorang menggunakan jabatannya untuk memperoleh keuntungan, sering dalam bentuk pekerjaan bagi anggota keluarganya.[2]
Adapun, secara yuridis, definisi nepotisme ditemukan di dalam Pasal 1 angka 5 UU 28/1999. Nepotisme adalah setiap perbuatan penyelenggara negara secara melawan hukum yang menguntungkan kepentingan keluarganya dan atau kroninya yang merugikan orang lain, masyarakat, dan atau negara.
Lalu, apa saja cakupan penyelenggara negara itu? Penyelenggara negara adalah pejabat negara yang menjalankan fungsi eksekutif, legislatif, atau yudikatif dan pejabat lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.[3]
Secara hukum, tindakan nepotisme dilarang dilakukan oleh penyelenggara negara.[4] Larangan nepotisme ini berarti melarang penyelenggara negara menggunakan atau menyalahgunakan kedudukannya dalam lembaga publik untuk memberikan pekerjaan publik kepada keluarganya. Sebab nepotisme dapat menimbulkan konflik loyalitas dalam organisasi.[5]
Contoh Nepotisme
Lalu, apa saja contoh dari nepotisme? Di era orde baru, isu nepotisme muncul mengenai pengangkatan anggota MPR yang mempunyai hubungan darah dengan pejabat atau anggota MPR terpilih.[6] Contoh lain adalah seorang penyelenggara negara mengangkat anak atau sanak keluarganya untuk menduduki jabatan tertentu yang secara melawan hukum, seperti tanpa melalui rekrutmen resmi atau menggunakan kekuasaannya meloloskan keluarga/kroninya meskipun tidak memenuhi syarat.
Apakah Nepotisme Termasuk Tindak Pidana?
Lantas, apakah nepotisme termasuk tindak pidana? Benar, nepotisme adalah tindak pidana sebagaimana termaktub di dalam Pasal 22 UU 28/1999. Setiap penyelenggara negara yang melakukan nepotisme dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 tahun dan paling lama 12 tahun dan denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.
Namun, apabila nepotisme tersebut ternyata merugikan keuangan negara atau memiliki unsur tindak pidana korupsi, maka dapat dijerat dengan pasal korupsi sebagaimana diatur di dalam UU 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU 20/2001.
Menjawab pertanyaan Anda apakah Komisi Pemberantasan Korupsi (“KPK”) berwenang menyidik dan menuntut kasus nepotisme, perlu diketahui bahwa wewenang KPK adalah penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi.[7]
Sepanjang penelusuran kami, pasal-pasal tindak pidana korupsi di dalam UU 31/1999 dan UU 20/2001 berbeda dengan pasal tindak pidana nepotisme sebagaimana termaktub di dalam Pasal 1 angka 5 jo. Pasal 22 UU 28/1999. Akan tetapi, jika perbuatan nepotisme tersebut ternyata memenuhi unsur pasal-pasal tindak pidana korupsi seperti merugikan keuangan negara, maka berlaku pasal tindak pidana korupsi.
Sehingga, jika tindakan nepotisme tersebut dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi, misalnya karena terbukti merugikan keuangan negara, maka KPK berwenang untuk menyelidiki, menyidik, dan menuntut pelakunya.
Contoh Kasus Nepotisme
Contoh kasus nepotisme dapat Anda baca dalam Putusan PN Bengkulu No. 61/Pid.Sus-TPK/2016/PN. Bgl. Dalam putusan tersebut dijelaskan bahwa Bupati Seluma pada tahun 2011 menerbitkan Perbup 4/2011 yang telah diubah dengan Perbup 5/2011 yang dijadikan acuan pembangunan infrastruktur peningkatan jalan konstruksi hotmix dan jembatan melalui pelaksanaan pekerjaan pada tahun jamak untuk masa tahun anggaran 2011 (hal. 43 – 44).
Pemenang lelang mengacu pada persyaratan yang ditetapkan dalam peraturan bupati tersebut. Salah satu perusahaan (PT) milik anak kandung Bupati Seluma tidak memenuhi syarat sebagai pemenang jika mengacu pada Perpres 54/2010, sehingga dibentuk peraturan bupati yang memuat persyaratan yang diskriminatif dan menguntungkan kepentingan keluarga Bupati Seluma di atas kepentingan masyarakat, bangsa dan negara, meskipun tidak sesuai dengan Perpres 54/2010 (hal. 44 – 45).
PT milik anak kandung Bupati Seluma sebagai penyedia barang dan jasa pembangunan infrastruktur dan peningkatan jalan dengan konstruksi hotmix dan jembatan, tidak mempunyai kemampuan dasar untuk melaksanakan pekerjaan. Sehingga, mengakibatkan pelaksanaan pekerjaan tidak sesuai dengan kualitas dan kuantitas berdasarkan laporan hasil pemeriksaan fisik, sehingga merugikan negara senilai Rp4.185.750.353,37 (hal. 45 – 46).
Atas hal tersebut, penuntut umum mendakwa terdakwa dengan dakwaan alternatif yaitu Pasal 3 jo. Pasal 18 UU 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU 20/2001 (hal. 43) atau Pasal 1 angka 5 jo. Pasal 5 angka 4 jo. Pasal 22 UU 28/1999 (hal. 46).
Majelis hakim Pengadilan Tipikor Bengkulu memutus terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana nepotisme berdasarkan Pasal 1 angka 5 jo. Pasal 5 angka 4 jo. Pasal 22 UU 28/1999 dengan pidana penjara selama 2 tahun dan pidana denda Rp200 juta (hal. 185).
Namun, putusan tersebut dianulir oleh Mahkamah Agung melalui Putusan MA No. 2291 K/Pid.Sus/2017. MA menyatakan bahwa judex facti salah menerapkan hukum (hal. 91). Majelis hakim menolak kasasi dari terdakwa dan menerima kasasi dari penuntut umum dengan alasan bahwa perbuatan terdakwa yang melawan hukum tersebut telah merugikan keuangan negara yang signifikan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi sehingga memenuhi unsur Pasal 2 ayat (1) UU 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP (hal. 91 – 94)
Majelis hakim kasasi mengadili sendiri dengan menyatakan bahwa terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dengan pidana penjara selama 7 tahun dan pidana denda sebesar Rp500 juta, dengan ketentuan jika denda tidak dibayar maka dikenakan pidana pengganti berupa kurungan selama 8 bulan (hal. 94).
Demikian jawaban dari kami mengenai nepotisme sebagaimana ditanyakan, semoga bermanfaat.
Adnan Buyung Nasution ( al). Menyingkap Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme di Indonesia. Yogyakarta: Aditya Media dan BPP PP Muhammadiyah, 1999;
Priayisme dan Korupsi Kolusi Nepotisme (KKN): Studi Status Group di Kabupaten Sleman Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Aspirasi Vol. 3 No. 2, Desember 2012;
Nepotisme, yang diakses pada Kamis, 29 Agustus 2024, pukul 16.35 WIB.
[1] Adnan Buyung Nasution (et. al). Menyingkap Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme di Indonesia. Yogyakarta: Aditya Media dan BPP PP Muhammadiyah, 1999, hal. 34
[2] Hariyanto. Priayisme dan Korupsi Kolusi Nepotisme (KKN): Studi Status Group di Kabupaten Sleman Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Aspirasi Vol. 3 No. 2, Desember 2012, hal. 118 – 199
[5] Hariyanto. Priayisme dan Korupsi Kolusi Nepotisme (KKN): Studi Status Group di Kabupaten Sleman Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Aspirasi Vol. 3 No. 2, Desember 2012, hal. 199
[6] Adnan Buyung Nasution (et. al). Menyingkap Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme di Indonesia. Yogyakarta: Aditya Media dan BPP PP Muhammadiyah, 1999, hal. 28