Belakangan ini viral video PNS salah satu Kementerian di Indonesia yang mengajak YouTuber asal Korea Selatan ke hotel. Menurut berita yang beredar, ASN diduga lecehkan YouTuber Korsel dengan mengatakan "Mampir ke hotel aku boleh." Pertanyaan saya, apakah mengajak orang asing ke hotel merupakan pelecehan seksual? Mengingat banyaknya komentar netizen yang menilai bahwa menawarkan mampir ke hotel diasumsikan atau dinilai sebagai perbuatan yang tidak sopan dan melecehkan perempuan.
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
Kalimat ajakan ke hotel yang diucapkan kepada seseorang tidak dapat serta merta dianggap sebagai pelecehan seksual nonfisik. Pelecehan seksual nonfisik diatur dalam UU TPKS. Jika seseorang terbukti melakukan perbuatan yang memenuhi unsur dalam ketentuan tersebut, ia dapat dipidana karena melakukan perbuatan seksual secara nonfisik atau pelecehan seksual nonfisik.
Namun, karena pelecehan seksual nonfisik adalah delik aduan, maka yang mengadukan adalah korban yang bersangkutan. Artinya, jika korban merasa keberatan dengan perkataan yang dilontarkan kepadanya mengenai ajakan ke hotel, korban berhak mengadukan perbuatan ke polisi.
Apa dasar hukum selengkapnya?
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.
ULASAN LENGKAP
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalanselengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Pelecehan Seksual Non Fisik
Pada dasarnya, menurut Pasal 1 UU TPKS, tindak pidana kekerasan seksual adalah segala perbuatan yang memenuhi unsur tindak pidana sebagaimana diatur dalam undang-undang ini dan perbuatan kekerasan seksual lainnya sebagaimana diatur dalam undang-undang sepanjang ditentukan dalam undang-undang ini.
Kemudian, Pasal 4 UU TPKS mengatur bahwa tindak pidana kekerasan seksual terdiri atas:
pelecehan seksual nonfisik;
pelecehan seksual fisik;
pemaksaan kontrasepsi;
pemaksaan sterilisasi;
pemaksaan perkawinan;
penyiksaan seksual;
eksploitasi seksual;
perbudakan seksual; dan
kekerasan seksual berbasis elektronik.
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Berdasarkan informasi yang Anda berikan, kami asumsikan terdapat dugaan pelecehan seksual nonfisik. Namun, penting untuk mengetahui terlebih dahulu apa itu pelecehan seksual nonfisik?
Menurut Penjelasan Pasal 5 UU TPKS, yang dimaksud dengan "perbuatan seksual secara nonfisik" adalah pernyataan, gerak tubuh, atau aktivitas yang tidak patut dan mengarah kepada seksualitas dengan tujuan merendahkan atau mempermalukan.
Sedangkan menurut Komnas Perempuan, tindakan seksual lewat sentuhan fisik maupun non-fisik dengan sasaran organ seksual atau seksualitas korban, termasuk menggunakan siulan, main mata, ucapan bernuansa seksual, mempertunjukan materi pornografi dan keinginan seksual, colekan atau sentuhan di bagian tubuh, gerakan atau isyarat yang bersifat seksual sehingga mengakibatkan rasa tidak nyaman, tersinggung, merasa direndahkan martabatnya, dan mungkin sampai menyebabkan masalah kesehatan dan keselamatan (hal. 6).
Sanksi Pidana
Berdasarkan Pasal 5 UU TPKS, jika seseorang terbukti melakukan perbuatan seksual secara nonfisik yang ditujukan terhadap tubuh, keinginan seksual, dan/atau organ reproduksi dengan maksud merendahkan harkat dan martabat seseorang berdasarkan seksualitas dan/atau kesusilaannya, ia berpotensi dipidana karena pelecehan seksual nonfisik, dengan pidana penjara paling lama 9 bulan dan/atau pidana denda paling banyak Rp10 juta.
Namun, penting untuk diketahui bahwa pelecehan seksual nonfisik merupakan delik aduan,[1] artinya delik yang hanya bisa diproses apabila ada pengaduan atau laporan dari orang yang menjadi korban tindak pidana. Pada delik aduan ini, korban tindak pidana dapat mencabut laporannya kepada pihak yang berwenang atau polisi apabila telah terjadi suatu perdamaian. Penjelasan selengkapnya mengenai delik aduan dapat Anda baca padaApakah Delik Aduan Bisa Dicabut Kembali?
Sebagai informasi, ketentuan mengenai pelecehan seksual nonfisik sebagai delik aduan tidak berlaku bagi korban penyandang disabilitas atau anak.[2]
Dengan demikian, dapat kami simpulkan bahwa jika seseorang terbukti melakukan perbuatan yang memenuhi unsur dalam Pasal 5 UU TPKS dan Penjelasannya, ia berpotensi dipidana karena melakukan perbuatan seksual secara nonfisik atau pelecehan seksual nonfisik.
Namun, karena pelecehan seksual nonfisik adalah delik aduan, maka yang mengadukan adalah korban yang bersangkutan. Artinya, jika korban merasa keberatan dengan perkataan yang dilontarkan kepadanya mengenai ajakan ke hotel, korban berhak mengadukan perbuatan ke polisi.