Adik saya memalsukan KTP atas nama saya tetapi memakai alamat dan foto dia. KTP itu dia pakai untuk mengajukan kartu kredit tanpa sepengetahuan saya. Namun, dia tidak membayar tagihan kartu kredit tersebut. Sekarang saya yang ditagih oleh beberapa bank karena dia memakai alamat kantor tempat saya bekerja. Bagaimana solusi yang terbaik agar bisa memuaskan semua pihak, karena ketika saya tegur, adik saya tidak akan mau membayar tagihan tersebut. Terima kasih
Daftar Isi
INTISARI JAWABAN
Memalsukan identitas untuk membuat kartu kredit adalah tindak pidana berdasarkan KUHP dan UU PDP. Adapun, pihak bank yang menerbitkan kartu kredit juga bertanggung jawab karena tidak menerapkan prinsip kehati-hatian dengan memastikan kebenaran identitas dan melakukan verifikasi terhadap calon pengguna kartu kredit.
Lantas, langkah hukum apa yang dapat dilakukan oleh korban?
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.
ULASAN LENGKAP
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalanselengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Sebelum menjawab pertanyaan Anda, menurut Pasal 1 angka 4 UU 24/2013 yang dimaksudnya Kartu Tanda Penduduk Elektronik (“KTP-el”), adalah kartu tanda penduduk (“KTP”) yang dilengkapi cip yang merupakan identitas resmi penduduk sebagai bukti diri yang diterbitkan oleh instansi pelaksana.
Maka dari itu KTP merupakan suatu tanda identitas yang hanya dimiliki perorangan karena KTP memuat elemen data penduduk, yaitu NIK, nama, tempat tanggal lahir, laki-laki atau perempuan, agama/kepercayaan, status perkawinan, golongan darah, alamat, pekerjaan, kewarganegaraan, pas foto, masa berlaku, tempat dan tanggal dikeluarkan KTP-el, dan tandatangan pemilik KTP-el.[1]
Jerat Pidana Pemalsuan Identitas untuk Membuat Kartu Kredit
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Sebelumnya, perlu Anda ketahui bahwa membuat identitas palsu dan menggunakannya adalah tindak pidana pemalsuan surat yang diatur dalam Pasal 263 KUHP yaitu:
Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat, yang dapat menerbitkan sesuatu hak, sesuatu perjanjian (kewajiban) atau sesuatu pembebasan utang, atau yang boleh dipergunakan sebagai keterangan bagi sesuatu perbuatan, dengan maksud akan menggunakan atau menyuruh orang lain menggunakan surat-surat itu seolah-olah surat itu asli dan tidak dipalsukan, maka kalau mempergunakannya dapat mendatangkan sesuatu kerugian dihukum karena pemalsuan surat, dengan hukuman penjara selama-lamanya enam tahun.
Dengan hukuman serupa itu juga dihukum, barangsiapa dengan sengaja menggunakan surat palsu atau yang dipalsukan itu seolah-olah surat itu asli dan tidak dipalsukan, kalau hal mempergunakan dapat mendatangkan sesuatu kerugian.
membuat surat palsu: membuat isinya bukan semestinya (tidak benar).
memalsu surat: mengubah surat sedemikian rupa sehingga isinya menjadi lain dari isi yang asli. Caranya bermacam-macam, tidak senantiasa surat itu diganti dengan yang lain, dapat pula dengan cara mengurangkan, menambah atau mengubah sesuatu dari surat itu.
memalsukan tanda tangan juga termasuk pengertian memalsu surat.
penempelan foto orang lain dari pemegang yang berhak (misalnya foto dalam ijazah sekolah).
Selain ketentuan dalam KUHP, Pasal 66 UU PDPjuga mengatur bahwa setiap orang dilarang untuk membuat data pribadi palsu atau memalsukan data pribadi dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain yang dapat mengakibatkan kerugian bagi orang lain. Tindakan tersebut diancam dengan pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp6 miliar.[2]
Adapun, setiap orang yang secara melawan hukum menggunakan data pribadi yang bukan miliknya dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp5 miliar.[3]
Tanggung Jawab Pihak yang Mengeluarkan Kartu Kredit atas Penggunaan Identitas Palsu
Dalam konteks pembuatan kartu kredit, pihak penerbit kartu kredit adalah penyedia jasa pembayaran (“PJP”) yaitu bank atau lembaga selain bank yang menyediakan jasa untuk memfasilitasi transaksi pembayaran kepada pengguna jasa.[4]
DalamPeraturan Anggota Dewan Gubernur 24/2022 disebutkan bahwa bank dalam menerbitkan kartu kredit wajib menerapkan manajemen risiko termasuk prinsip kehati-hatian yang dilakukan melalui penerbitan kartu kredit berdasarkan permohonan yang ditandatangani calon pengguna kartu kredit.[5]
Selanjutnya, permohonan penerbitan kartu kredit tersebut harus memuat informasi yang memungkinkan bank untuk memastikan kebenaran identitas dan melakukan verifikasi atas calon pengguna kartu kredit, serta membuktikan maksud dan tujuan calon pengguna kartu kredit.[6]
Artinya, bank mempunyai tanggung jawab untuk memastikan kebenaran identitas dan melakukan verifikasi dalam penerbitan kartu kredit.
Bank yang melanggar kewajiban yaitu melaksanakan prinsip kehati-hatian dalam dalam penerbitan kartu kredit dapat dikenai sanksi administratif sebagaimana diatur di dalam PBI 22/2020[7]berupa:[8]
teguran;
denda;
penghentian sementara, sebagian, atau seluruh kegiatan termasuk pelaksanaan kerja sama;
pencabutan izin sebagai PJP.
Ditinjau dari perspektif pelindungan data pribadi, bank selaku pengendali data pribadi harus menerapkan prinsip pelindungan data pribadi dalam melakukan pemrosesan data pribadi sebagaimana diatur dalam Pasal 16 ayat (2) UU PDP. Pemrosesan data pribadi seperti pemerolehan data pribadi harus dilakukan dengan menjamin hak subjek data pribadi serta dilakukan secara akurat, lengkap, tidak menyesatkan, mutakhir, dan dapat dipertanggungjawabkan.[9]
Pasal 47 UU PDP mengatur bahwa pengendali data pribadi wajib bertanggung jawab atas pemrosesan data pribadi dan menunjukkan pertanggungjawaban dalam pemenuhan kewajiban pelaksanaan prinsip pelindungan data pribadi.
Pelanggaran atas Pasal 47 UU PDP tersebut dapat berakibat pengenaan sanksi administratif kepada bank yaitu yaitu peringatan tertulis, penghentian sementara kegiatan pemrosesan data pribadi, penghapusan atau pemusnahan data pribadi dan/atau denda administratif maksimal 2% dari pendapatan tahunan/penerimaan tahunan terhadap variabel pelanggaran.[10]
Langkah Hukum yang Dapat Ditempuh
Menjawab pertanyaan Anda mengenai langkah yang dapat ditempuh oleh pihak yang dirugikan atas pemalsuan identitas untuk pembuatan kartu kredit, dapat kami sampaikan beberapa langkah sebagai berikut.
Mengadukan Bank Penerbit Kartu Kredit kepada Bank Indonesia
Jika Anda merasa terganggu dengan penagihan kartu kredit akibat pemalsuan identitas tersebut, Anda dapat melaporkannya kepada Bank Indonesia melalui layanan Pengaduan Konsumen. Selanjutnya, bank penerbit kartu kredit karena tidak menjalankan prinsip kehati-hatian dalam penerbitan kartu kredit dapat dikenai sanksi administratif oleh Bank Indonesia berdasarkan kewenangannya.[11]
Menggugat secara Perdata
Anda dapat menggugat secara perdata dan menerima ganti rugi kepada pelaku karena pelanggaran pemrosesan data pribadi.[12] Adapun dasar gugatan tersebut, Anda dapat menggunakan Pasal 1365 KUH Perdata tentang perbuatan melawan hukum.
Melaporkan Tindak Pidana ke Polisi
Anda dapat melaporkan pemalsuan dokumen dan data pribadi ke kepolisian berdasarkan pasal pemalsuan identitas KTP yaitu Pasal 236 KUHP, Pasal 68 dan Pasal 67 ayat (3) UU PDP sebagaimana dijelaskan di atas.
Selain itu pihak bank yang juga dapat menuntut pelaku berdasarkan Pasal 378 KUHP tentang penipuan yang berbunyi:
Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
Menjawab pertanyaan Anda mengenai bagaimana solusi terbaik terhadap kasus ini, menurut hemat kami alangkah baiknya diselesaikan secara kekeluargaan terlebih dahulu karena pada dasarnyahukum pidana merupakan upaya terakhir yang dapat diambil dalam menyelesaikan masalah hukum.
Perkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwi bahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di sini.