Sekitar jam 12 malam, tamu saya baru pulang dari rumah saya. Namun, tamu saya dilempar sendar oleh seseorang dengan alasan sepele karena tidak bilang permisi. Bisakah ini dibawa ke ranah hukum dengan tuntutan perbuatan tidak menyenangkan? Please advice.
Daftar Isi
INTISARI JAWABAN
ULASAN LENGKAP
Intisari:
Frasa “perbuatan tidak menyenangkan” dalam Pasal 335 ayat (1) butir 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) telah dihapuskan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) sehingga perbuatan melempar sandal tidak dapat digolongkan sebagai perbuatan tidak menyenangkan. Namun, perbuatan ini dimungkinkan dapat diancamkan dengan pasal yang lain. Apa itu?
Penjelasan lebih lanjut dan contoh kasusnya dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.
Perlu kami luruskan bahwa frasa “perbuatan tidak menyenangkan” dalam Pasal 335 ayat (1) butir 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) telah dihapuskan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) melalui putusannya nomor 1/PUU-XI/2013. MK menyatakan bahwa frasa, “sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tak menyenangkan” dalam pasal tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945(“UUD 1945”) dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
“Barang siapa secara melawan hukum memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu, dengan memakai kekerasan, atau dengan memakai ancaman kekerasan, baik terhadap orang itu sendiri maupun orang lain.”
Dalam artikel MK Cabut Aturan Delik Perbuatan Tidak Menyenangkan, Mahkamah menilai frasa “sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tak menyenangkan” dalam Pasal 335 ayat (1) butir 1 KUHP telah menimbulkan ketidakpastian hukum dan ketidakadilan. Sebab, implementasi ketentuan itu memberi peluang terjadinya kesewenang-wenangan penyidik dan penuntut umum terutama bagi pihak yang dilaporkan.
Dengan demikian, dalam konteks pertanyaan Anda, perbuatan melempar sandal tidak dapat digolongkan sebagai perbuatan tidak menyenangkan karena dalam Pasal 335 KUHP frasa tersebut telah dihapuskan. Penjelasan selengkapnya tentang Pasal 335 ayat (1) butir 1 KUHP (sebelum frasa “perbuatan tidak menyenangkan” dibatalkan oleh MK, dapat Anda simak dalam artikel Bisakah Menuntut dengan Pasal 335 KUHP Karena Kalah Berdebat?)
Cara Menyikapi Kasus Pelemparan Sandal
Menurut hemat kami, perkara seperti ini hendaknya tidak disikapi secara berlebihan hingga membawanya ke ranah pengadilan. Jalan musyawarah dan penyelesaian secara kekeluargaan penting diutamakan.
Jika memang jalan kekeluargaan tidak berhasil, orang yang merasa dirugikan akibat melempar sandal juga tidak serta merta bisa menuntut si pelempar sandal selama tidak ada kerugian atau didukung oleh bukti-bukti yang cukup.
Lain halnya apabila dilemparnya sandal itu mengakibatkan luka atau penyakit pada korban tetapi tidak menjadi penghalang untuk menjalankan jabatan atau pencarian, perbuatan seperti itu dapat digolongkan sebagai tindak pidana penganiayaan ringan.
Penganiayaan
Penganiayaan yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau pencarian, diancam sebagai penganiayaan ringan, dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.[1]
R. Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal (hal. 246) mengatakan bahwa peristiwa pidana dalam Pasal 352 KUHP disebut “penganiayaan ringan” dan termasuk “kejahatan ringan”. Yang termasuk dalam Pasal 352 ini adalah penganiayaan yang tidak:
1.Menjadikan sakit (“ziek” bukan “pijn”) atau
2.Terhalang untuk melakukan jabatan atau pekerjaannya sehari-hari.
Sebelum MK membatalkan frasa “perbuatan tidak menyenangkan”, kasus pelemparan sandal ini pernah diperkarakan ke pengadilan atas tindak pidana “melawan hukum memaksa orang lain untuk melakukan sesuatu dengan perbuatan yang tidak menyenangkan”.
Dalam Putusan Pengadilan Negeri Kediri Nomor 230/Pid.B/2011/PN.Kdrdiketahui bahwa terdakwa secara melawan hukum memaksa orang lain yaitu saksi korban supaya melakukan sesuatu yaitu saksi korban disuruh oleh terdakwa untuk keluar rumah tetapi saksi korban tidak mau karena malu dan takut terhadap terdakwa.
Dengan memakai kekerasan yaitu dengan cara terdakwa melempar sandal kanan milik terdakwa ke arah pintu rumah saksi korban sehingga menyebabkan satu kotak kaca pada pintu depan rumah pecah dan dengan menggunakan ancaman kekerasan, yaitu terdakwa mengancam akan memecahkan semua kaca, ancaman kekerasan tersebut ditujukan terhadap orang itu sendiri, yaitu terhadap saksi korban.
Terdakwa memenuhi unsur-unsur dalam Pasal 335 ayat (1) butir 1 KUHP. Akhirnya hakim menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “dengan melawan hukum memaksa orang lain untuk melakukan sesuatu dengan perbuatan yang tidak menyenangkan”. Hakim menjatuhkan pidana oleh karena itu kepada Terdakwa dengan pidana penjara selama 2 (dua) bulan.
-Kasus Penganiayaan Ringan
Kasus pelemparan sandal juga pernah diperkarakan ke pengadilan hingga tingkat kasasi di Mahkamah Agung. DalamPutusan Mahkamah Agung Nomor 689 K/Pid/2011diketahui bahwa terdakwa melempar korban dengan sendal. Akibat pelemparan sandal yang dilakukan oleh terdakwa, saksi korban baru seminggu keluar dari rumah sakit karena mengidap penyakit jantung akibat trauma yang mendalam.
Melihat dari akibat yang diderita oleh saksi korban, hakim agung menilai perbuatan terdakwa telah menimbulkan akibat rasa sakit pada orang lain itu termasuk penganiayaan sebagaimana yang dimaksud Pasal 351 ayat (1) KUHP. Hakim agung menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Penganiayaan” dan menjatuhkannya pidana penjara selama 2 (dua) bulan.