Saya sengaja tidak berangkat kerja selama seminggu berturut-turut, padahal saat itu saya masih terikat ikatan dinas dalam Program Management Trainee (MT) dengan sebuah perusahaan. Kemudian apabila saya mengundurkan diri, apakah akan dikenai denda sebesar yang disetujui sebelumnya? Atau apakah tindakan mangkir tersebut termasuk mengundurkan diri?
Daftar Isi
INTISARI JAWABAN
Sebelumnya Anda perlu memahami terlebih dahulu perjanjian ikatan dinas, perjanjian kerja, dan alasan hubungan kerja berakhir. Adapun perjanjian ikatan dinas dan perjanjian kerja adalah kedua hal yang berbeda. Untuk perjanjian kerja terbagi menjadi perjanjian kerja untuk waktu tertentu (PKWT) dan perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu (PKWTT).
Lalu, apabila peserta Management Trainee (“MT”) mangkir selama seminggu berturut-turut, akibat hukum apa yang diterima oleh peserta MT tersebut? Bisakah mangkir bekerja dianggap sebagai pengunduran diri?
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.
Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul Mangkir dari Program Management Trainee (MT), Ini Akibat Hukumnya yang dibuat oleh Erizka Permatasari, S.H. dan pertama kali dipublikasikan pada 18 November 2021.
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihatPernyataan Penyangkalanselengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Program Management Trainee
Program Management Trainee (“MT”) adalah program yang ditujukan untuk memperkenalkan lulusan baru perguruan tinggi (fresh graduate) ke dalam praktik manajemen perusahaan. Kandidat yang terpilih akan ditawarkan kesempatan bekerja di setiap departemen untuk dilatih dan diperkenalkan pada setiap aspek dan kegiatan bisnis yang dijalankan perusahaan, sebagaimana kami sarikan dan terjemahkan secara bebas dari sub-bab “Employment Practices and Records” yang ditulis oleh R.E. Bernard dalam buku Handbook of Construction Management and Organization (hal. 585).
Pada praktiknya, program MT biasanya dilakukan dalam jangka waktu tertentu dengan disertai ketentuan-ketentuan seperti penahanan ijazah dan/atau denda apabila pekerja keluar atau tidak melanjutkan program MT.
Selanjutnya, sebelum menjawab inti pertanyaan Anda, mari kita pahami terlebih dahulu mengenai perjanjian ikatan dinas, perjanjian kerja dan alasan hubungan kerja berakhir dalam UU Ketenagakerjaan.
Perjanjian Ikatan Dinas Peserta MT
Sebelumnya Anda menyebutkan Anda masih memiliki ikatan dinas, disarikan dari Perjanjian Ikatan Dinas Pasca Promosi Jabatan Karyawan, Sahkah?, perjanjian ikatan dinas merupakan perjanjian keperdataan antara pengusaha dengan pekerja yang terpisah dari perjanjian kerja. Umumnya, perjanjian ikatan dinas berisi jangka waktu ikatan dinas dan denda/penalti bagi pihak yang memutuskan hubungan kerja secara sepihak sebelum masa ikatan dinas berakhir.
Perjanjian ikatan dinas ini haruslah memenuhi persyaratan sahnya perjanjian menurut Pasal 1320KUH Perdata. Jika telah memenuhi persyaratan ini, perjanjian ikatan dinas mengikat bagi para pihak yang membuatnya, sehingga apabila diperjanjikan peserta MT keluar, tidak melanjutkan program MT atau mengundurkan diri sebelum ikatan dinas MT selesai, ia dapat dianggap wanprestasi dan harus membayar ganti rugi atau denda sebagaimana telah disepakati.
Sementara itu, apakah peserta MT bisa dianggap mengundurkan diri karena mangkir bekerja? Hal ini perlu Anda lihat kembali bunyi ketentuan yang disepakati bersama dalam perjanjian ikatan dinas. Jika dengan mangkir, Anda dianggap telah mengundurkan diri dan berkonsekuensi membayar denda, maka Anda harus memenuhi pembayaran denda tersebut.
Alasan Berakhirnya Perjanjian Kerja
Berbeda dengan perjanjian ikatan dinas, hubungan kerja didasarkan pada adanya perjanjian kerja antara pengusaha dengan pekerja, yang dapat dibuat secara lisan atau tertulis.[1]
Perjanjian kerja dibedakan menjadi perjanjian kerja untuk waktu tertentu (“PKWT”) dan perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu (“PKWTT”)[2], yang mana keduanya memiliki ketentuan dan implikasi hukum yang berbeda, salah satunya yaitu dalam hal kompensasi jika perjanjian kerja berakhir.
Dalam hal hubungan kerja berakhir, pekerja PKWT berhak atas uang kompensasi jika jangka waktu perjanjian kerja berakhir atau telah selesainya pekerjaan tertentu.[3] Sedangkan pekerja PKWTT berhak atas uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja (UPMK), dan uang penggantian hak (“UPH”) yang besarannya berbeda-beda tergantung pada masa kerja dan alasan terjadinya pemutusan hubungan kerja (“PHK”).[4]
Lebih lanjut, Pasal 81 angka 16 Perppu Cipta Kerja yang mengubah Pasal 61 ayat (1) UU Ketenagakerjaan dan penjelasannya mengatur, perjanjian kerja berakhir apabila:
Pekerja meninggal dunia;
Berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja;
Selesainya suatu pekerjaan tertentu;
Adanya putusan pengadilan dan/atau putusan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap; atau
Adanya keadaan/kejadian tertentu yang dicantumkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan (“PP”), atau perjanjian kerja bersama (“PKB”) yang dapat menyebabkan berakhirnya hubungan kerja, seperti bencana alam, kerusuhan sosial, atau gangguan keamanan.
Patut diperhatikan, khusus bagi pekerja PKWT, jika salah satu pihak mengakhiri hubungan kerja sebelum berakhirnya jangka waktu yang ditetapkan, atau berakhirnya hubungan kerja bukan karena ketentuan di atas, maka pihak yang mengakhiri hubungan kerja wajib membayar ganti rugi kepada pihak lainnya sebesar upah pekerja sampai batas waktu berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja.[5]
Disarikan dari Advokat ini Beberkan 5 Alasan PHK Tanpa Pesangon, setidaknya terdapat beberapa alasan dilakukannya PHK yang tidak melahirkan kewajiban untuk membayar kompensasi seperti pesangon sebagaimana diatur dalam PP 35/2021 yang di antaranya:
Putusan pengadilan yang menyatakan pengusaha tidak melakukan perbuatan sebagaimana dituduhkan pekerja, atau PHK yang diajukan pekerja ditolak pengadilan.[6]
Pekerja/buruh yang mengundurkan diri atas kemauan sendiri dan memenuhi syarat sebagaimana dimaksud Pasal 36 huruf i PP 35/2021 tidak mendapat pesangon.[7]
Pekerja/buruh yang dikategorikan mangkir selama 5 hari kerja atau lebih berturut-turut tanpa keterangan secara tertulis yang dilengkapi bukti yang sah dan telah dipanggil oleh pengusaha 2 kali secara patut dan tertulis.[8]
Pekerja/buruh melakukan pelanggaran yang bersifat mendesak yang diatur dalam perjanjian kerja, PP, atau PKB.[9]
Pekerja/buruh tidak dapat melakukan pekerjaan selama 6 bulan akibat ditahan pihak yang berwajib karena diduga melakukan tindak pidana atau divonis bersalah oleh pengadilan sebelum berakhirnya masa penahanan 6 bulan.[10]
Konsekuensi Hukum Peserta MT yang Mangkir
Menyambung persoalan yang Anda tanyakan, dalam hal hubungan kerja dengan peserta MT didasarkan pada PKWT, bagaimana jika peserta MT sengaja mangkir? Apakah perbuatan mangkir ini dapat dikategorikan sebagai pengunduran diri, yang mengakibatkan peserta MT harus membayar denda?
Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, pada dasarnya perjanjian kerja dapat berakhir jika ada keadaan/kejadian tertentu seperti misalnya dalam hal ini, peserta program MT mangkir.
Untuk itu, ada baiknya Anda membaca kembali klausula yang tercantum dalam PKWT, PP, atau PKB untuk mengetahui apakah perbuatan mangkir yang Anda lakukan tersebut termasuk ke dalam kejadian tertentu yang menyebabkan perjanjian kerja berakhir atau tidak, serta konsekuensi hukumnya, misalnya diwajibkan untuk membayar denda.
Patut Anda pahami, pengunduran diri sebagaimana Anda sebutkan dengan mangkir kerja adalah kedua hal yang berbeda. Jika Anda hendak mengakhiri hubungan kerja dengan pengunduran diri (resign), Anda harus memenuhi persyaratan sebagaimana pernah diulas yang mana menurut kami salah satunya adalah tidak terikat dalam ikatan dinas.
Sedangkan dalam kasus Anda, menurut hemat kami perusahaan justru berhak melakukan PHK terhadap Anda dengan alasan pekerja mangkir, selama 5 hari kerja atau lebih berturut-turut tanpa keterangan tertulis yang dilengkapi dengan bukti sah dan telah dipanggil oleh pengusaha 2 kali secara patut dan tertulis.[11] Konsekuensi PHK karena alasan mangkir ini adalah Anda berhak atas UPH dan uang pisah yang besarnya diatur dalam perjanjian kerja, PP, atau PKB.[12]
Namun, apabila Anda menyampaikan kepada perusahaan bahwa hendak keluar, tidak melanjutkan program MT, atau dengan kata lain hendak mengakhiri hubungan kerja PKWT, Anda wajib untuk membayar ganti rugi kepada pihak lainnya sebesar upah sampai batas waktu berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja atau berdasarkan hitungan denda yang telah disepakati sebelumnya.
Dengan demikian, kami menyarankan, untuk mengetahui konsekuensi hukum peserta MT yang mangkir, harus dicermati terlebih dahulu bunyi ketentuan yang tercantum dalam perjanjian ikatan dinas, perjanjian kerja, PP, dan PKB.