KlinikBerita
New
Hukumonline Stream
Data PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Makna Cacat Hukum dan Contohnya

Share
Ilmu Hukum

Makna Cacat Hukum dan Contohnya

Makna Cacat Hukum dan Contohnya
Nafiatul Munawaroh, S.H., M.HSi Pokrol

Bacaan 10 Menit

Makna Cacat Hukum dan Contohnya

PERTANYAAN

Mohon penjelasannya, apa yang dimaksud dengan cacat hukum dan apa contoh kasus cacat hukum?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Cacat hukum artinya suatu perjanjian, kebijakan, atau prosedur yang tidak sesuai dengan hukum yang berlaku, sehingga dikatakan cacat secara hukum.

    Dapat pula diartikan makna cacat hukum adalah suatu ketidaksempurnaan atau ketidaklengkapan hukum, baik pada suatu peraturan, perjanjian, kebijakan, atau suatu hal lainnya. Hal ini disebabkan karena ketidaksesuaian dengan hukum, sehingga tidak mengikat secara hukum.

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

     

    KLINIK TERKAIT

    Perbedaan Gugatan dan Permohonan

    Perbedaan Gugatan dan Permohonan

    Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul Arti Cacat Hukum yang dibuat oleh Tri Jata Ayu Pramesti, S.H. dan pertama kali dipublikasikan pada 8 Juni 2015.

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

     

    Makna Cacat Hukum

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

    Secara sederhana, cacat hukum artinya suatu perjanjian, kebijakan, atau prosedur yang tidak sesuai dengan hukum yang berlaku, sehingga dikatakan cacat secara hukum.

    Cacat hukum dalam bahasa Inggris disebut dengan legal defect. Adapun, arti defect menurut Black’s Law Dictionary 9th Edition adalah:

    An imperfection or shortcoming, esp. in a part that is essential to the operation or safety of a product.

    Sementara itu, merujuk pada Cambridge Dictionary, salah satu arti defect adalah “something that is lacking or that is not exactly right in someone or something. Senada dengan Cambrigde, Oxford Dictionary mengartikan defect sebagai a fault in something or in the way it has been made that means that it is not perfect.

    Jadi, cacat hukum dapat diartikan sebagai suatu ketidaksempurnaan atau ketidaklengkapan hukum, baik pada suatu peraturan, perjanjian, kebijakan, atau suatu hal lainnya. Hal ini disebabkan karena ketidaksesuaian dengan hukum, sehingga tidak mengikat secara hukum.

    Cacat hukum dalam suatu contoh yang diberikan oleh Black’s Law Dictionary, tidak hanya dimaksudkan untuk suatu perjanjian saja, tetapi bisa juga ditujukan untuk keamanan suatu produk.

    Adapun, dalam konteks suatu putusan pengadilan, cacat hukum juga dikenal dengan istilah cacat formil. Cacat formil ini sehubungan dengan putusan yang menyatakan gugatan tidak dapat diterima (niet ontvankelijke verklaard). 

    Putusan niet ontvankelijke verklaard (“NO”) adalah putusan yang menyatakan bahwa gugatan tidak dapat diterima karena mengandung cacat formil. M. Yahya Harahap dalam bukunya Hukum Acara Perdata menjelaskan bahwa berbagai macam cacat formil yang mungkin melekat pada gugatan, antara lain (hal. 811):

    1. Gugatan yang ditandatangani kuasa berdasarkan surat kuasa yang tidak memenuhi syarat yang digariskan Pasal 123 ayat (1) HIR;
    2. Gugatan tidak memiliki dasar hukum;
    3. Gugatan error in persona dalam bentuk diskualifikasi atau plurium litis consortium;
    4. Gugatan mengandung cacat obscuur libel (dalil gugatan tidak punya dasar hukum, objek gugatan tidak jelas atau petitum gugatan bertentangan dengan dalil gugat)[1] atau melanggar yurisdiksi (kompetensi) absolut atau relatif, dan sebagainya;
    5. Gugatan masih prematur.[2]

     

    Contoh Kasus Cacat Hukum

    Contoh kasus cacat hukum dapat dilihat dalam Putusan PN Jakarta Utara No. 37/PDT.G/2016/PN.JKT.UTR. Dalam putusan tersebut, gugatan penggugat dinyatakan kabur (obscuur libel) sehingga gugatan penggugat dinyatakan tidak dapat diterima (niet ontvankelijke verklaard) (hal. 26 – 35).

    Dalam pertimbangannya, majelis hakim berpendapat bahwa jual beli tanah terjadi pada saat tanah berada dalam suatu sengketa di pengadilan. Sehingga, syarat objektif yaitu suatu sebab yang halal tidak terpenuhi. Sehingga, perjanjian jual beli penggugat dan tergugat I atas sebidang tanah adalah batal demi hukum (hal. 35).

    Contoh lainnya dapat dilihat dalam Putusan MA No. 722 K/Pdt/2017 yang menguatkan putusan pengadilan tingkat pertama dan banding yaitu menyatakan surat perjanjian jual beli kayu bulat antara penggugat dan tergugat adalah cacat hukum sehingga tidak berkekuatan hukum atau setidak-tidaknya tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat sejak saat diterbitkannya (hal. 9 - 11, 16).

    Hal ini karena surat perjanjian mengandung unsur-unsur kecacatan hukum yaitu adanya unsur dwang, dwalling en bedrog (kekeliruan/kesesatan dan penipuan) dalam proses pembuatan dan penerbitannya sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1321 KUH Perdata (hal. 15).

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

     

    DASAR HUKUM

    Herziene Inlandsch Reglement.

    PUTUSAN

    1. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara Nomor 37/PDT.G/2016/PN.JKT.UTR;
    2. Putusan Mahkamah Agung Nomor 722 K/Pdt/2017.

    REFERENSI

    1. Black’s Law Dictionary 9th Edition;
    2. M. Yahya Harahap. Hukum Acara Perdata. Jakarta: Sinar Grafika, 2006;
    3. M. Yahya Harahap. Hukum Acara Perdata tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan. Edisi Kedua, Cetakan Kedua. Jakarta: Sinar Grafika, 2019;
    4. Cambridge Dictionary, defect, yang diakses pada Selasa, 30 Juli 2024, pukul 09.20 WIB;
    5. Oxford Dictionary, defect, yang diakses pada Selasa, 30 Juli 2024, pukul 09.25 WIB.

    [1] M. Yahya Harahap. Hukum Acara Perdata tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan. Edisi Kedua, Cetakan Kedua. Jakarta: Sinar Grafika. 2019, hal. 798

    [2] M. Yahya Harahap. Hukum Acara Perdata tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan. Edisi Kedua, Cetakan Kedua. Jakarta: Sinar Grafika. 2019, hal. 798

    Tags

    putusan
    gugatan

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Powered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    4 Cara Mencairkan BPJS Ketenagakerjaan Online

    15 Mei 2024
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    dot
    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda di sini!