Beberapa bulan yang lalu perusahaan-perusahaan ojek online menggalang strategi promo makanan yang cukup fantastis, di mana hal tersebut dapat melanggar Pasal 20 UU 5/1999. Pertanyaan saya adalah kenapa strategi promo makanan yang dilakukan perusahaan ojek online tersebut masih tetap berjalan? Dasar hukum apa yang dijadikan sebagai pedoman untuk pengaturan kegiatan tersebut?
Apabila strategi tersebut dianggap sebagai predatory pricing, pihak yang mengetahui dapat membuat laporan kepada Komisi Pengawas Persaingan Usaha untuk penindakan lebih lanjut.
Penjelasan selengkapnya dapat Anda klik ulasan di bawah ini.
ULASAN LENGKAP
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Sudut Pandang Perlindungan Konsumen
Menurut hemat kami, konsep promo makanan pada ojek online adalah sebagai berikut:
Konsumen memesan makanan melalui aplikasi ojek online yang akan dibelikan oleh mitra pengemudi ojek online.
Mitra ojek online akan membeli makanan pesanan konsumen sesuai harga yang ditetapkan oleh restoran.
Dikarenakan adanya potongan harga dari perusahaan ojek online, konsumen membayar makanan tersebut sejumlah harga restoran yang telah dikurangi dengan potongan dari perusahaan ojek online.
Sehingga yang dilakukan oleh perusahaan ojek online adalah memberikan promo potongan harga atau diskon kepada konsumen yang membeli makanan menggunakan jasa ojek online.
Pada prinsipnya pelaku usaha boleh memberikan diskon atas barang atau jasa yang ditawarkannya.
Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan suatu barang dan/atau jasa secara tidak benar, dan/atau seolah-olah:
barang tersebut telah memenuhi dan/atau memiliki potongan harga, harga khusus, standar mutu tertentu, gaya atau mode tertentu, karakteristik tertentu, sejarah atau guna tertentu;
Sedangkan Pasal 10 UU 8/1999 mengatur bahwa:
Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan atau membuat pernyataan yang tidak benar atau menyesatkan mengenai:
harga atau tarif suatu barang dan/atau jasa;
kegunaan suatu barang dan/atau jasa;
kondisi, tanggungan, jaminan, hak atau ganti rugi atas suatu barang dan/atau jasa;
tawaran potongan harga atau hadiah menarik yang ditawarkan;
bahaya penggunaan barang dan/atau jasa.
Apabila ketentuan Pasal 9 dan Pasal 10 UU 8/1999 dilanggar oleh pelaku usaha, maka pelaku usaha dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp2 miliar.[1]
Dengan demikian pemberian diskon pada dasarnya diperbolehkan. Namun pelaku usaha harus memperhatikan ketentuan dalam UU 8/1999 yang jika dilanggar dapat berujung pada sanksi pidana.
Pelaku usaha dilarang melakukan pemasokan barang dan atau jasa dengan cara melakukan jual rugi atau menetapkan harga yang sangat rendah dengan maksud untuk menyingkirkan atau mematikan usaha pesaingnya di pasar bersangkutan sehingga dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
Menjadi pertanyaan selanjutnya, apakah pemberian diskon makanan oleh perusahaan ojek online termasuk dalam predatory pricing sebagaimana yang dimaksud Pasal 20 UU 5/1999?
Kepmen 12/2019 menjelaskan bahwabiaya jasa sepeda motor yang digunakan untuk kepentingan masyarakat yang dilakukan dengan aplikasi terdiri daribiaya batas bawah, biaya batas atas, dan biaya jasa minimal. Besaran biaya-biaya ini ditetapkan berdasarkan sistem zonasi.[2]
Sayangnya di dalam keputusan tersebut, tidak ditetapkan mengenai tata cara pengenaan diskon atas biaya jasa ojek online.
Namun demikian, apabila memang diskon makanan yang diberikan oleh perusahaan ojek online dianggap termasuk predatory pricing, maka Anda dapat membuat laporan kepada Komisi Pengawas Persaingan Usaha (“KPPU”).
Pada dasarnya, setiap orang (baik perorangan atau badan hukum) yang mengetahui telah terjadi atau patut diduga telah terjadi pelanggaran terhadap UU 5/1999 dapat melapor kepada KPPU.[3]
Laporan ditujukan kepada Ketua KPPU dalam bahasa Indonesia, ditandatangani pelapor, dan dibuat dalam bentuk tertulis dengan paling sedikit memuat:[4]
identitas pelapor dan terlapor;
uraian secara jelas mengenai dugaan pelanggaran undang-undang; dan
alat bukti dugaan pelanggaran.
Apabila terbukti, pelaku usaha dapat dikenai pidana denda serendah-rendahnya Rp5 milyar dan setinggi-tingginya Rp25 milyar atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya lima bulan.[5]
Pelaku juga dapat dijatuhi hukuman tambahan berupa:[6]
perampasan barang tertentu;
pengumuman keputusan hakim;
pembayaran ganti rugi;
perintah penghentian kegiatan tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugian konsumen;
kewajiban penarikan barang dari peredaran;atau
pencabutan izin usaha.
Demikian jawaban kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 1 Tahun 2019 tentang Tata Cara Penanganan Perkara Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP.348 Tahun 2019 tentang Pedoman Perhitungan Biaya Jasa Penggunaan Sepeda Motor yang Digunakan untuk Kepentingan Masyarakat yang Dilakukan dengan Aplikasi