Bisakah cagar budaya digusur untuk pembangunan perluasan kilang minyak atau kegiatan pertambangan lainnya? Bukankah cagar budaya tersebut merupakan situs yang dilindungi? Lalu, bagaimana dengan ketentuan pemindahan cagar budaya?
Daftar Isi
INTISARI JAWABAN
Undang-undang telah melarang adanya pengalihan fungsi cagar budaya sebagai pembangunan kegiatan pertambangan, termasuk untuk perluasan kilang minyak. Setiap orang yang dengan sengaja merusak cagar budaya dan tanpa izin pemerintah memindahkan dan memisahkan cagar budaya, dapat dikenakan sanksi pidana maupun denda sesuai dengan ketentuan dalam UU Cagar Budaya. Bagaimana bunyi dasar hukum selengkapnya?
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.
Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul Penggusuran Cagar Budaya untuk Pembangunan Kilang Minyak yang dibuat oleh Sovia Hasanah, S.H. dan pertama kali dipublikasikan pada 28 Desember 2016.
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung denganKonsultan Mitra Justika.
Sebelum menjawab pertanyaan Anda, sebaiknya kita pahami terlebih dahulu terkait pengaturan cagar budaya dan pelestariannya berdasarkan hukum di Indonesia.
Definisi Cagar Budaya
Cagar budaya adalah benda, bangunan, struktur, situs, dan kawasan yang merupakan aset nasional yang tidak ternilai harganya. Benda tidak bergerak ini selain menjadi sumber informasi sejarah, juga menjadi sarana dalam memperkokoh karakter dan jati diri bangsa.[1]
Secara yuridis, pengertian cagar budaya dapat ditemukan dalam Pasal 1 angka (1) UU Cagar Budaya sebagai berikut:
Cagar Budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya di darat dan/atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan.
Sedangkan, sebagaimana Anda sebutkan, yang dimaksud dengan situs cagar budaya adalah lokasi yang berada di darat dan/atau di air yang mengandung benda cagar budaya, bangunan cagar budaya, dan/atau struktur cagar budaya sebagai hasil kegiatan manusia atau bukti kejadian pada masa lalu.[2]
Pelestarian dan Pengelolaan Cagar Budaya
Kemudian, untuk melestarikan cagar budaya, negara juga bertanggung jawab dalam pengaturan perlindungan, pengembangan, dan pemanfaatan cagar budaya.[3] Cagar budaya berupa benda, bangunan, struktur, situs, dan kawasan perlu dikelola oleh pemerintah dan pemerintah daerah dengan meningkatkan peran serta masyarakat untuk melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkan cagar budaya.[4]
Adapun pengelolaan cagar budaya adalah upaya terpadu untuk melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkan cagar budaya melalui kebijakan pengaturan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan untuk sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat.[5] Sedangkan pelestarian cagar budaya adalah upaya dinamis untuk mempertahankan keberadaan cagar budaya dan nilainya dengan cara melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkannya.[6]
Selain itu, merujuk pada Pasal 75 ayat (1) UU Cagar Budaya, telah ditegaskan bahwa setiap orang memiliki kewajiban untuk memelihara cagar budaya yang dimiliki atau dikuasainya. Dari ketentuan pasal tersebut, kami asumsikan pemeliharaan terhadap cagar budaya tidak hanya dibebankan kepada pemerintah daerah atau pemerintah pusat saja, namun setiap orang. Lalu, apabila cagar budaya tersebut ditelantarkan maka akan dikuasai oleh negara.[7]
Ketentuan Pemindahan Cagar Budaya
Menjawab pertanyaan Anda mengenai pemindahan cagar budaya, pada dasarnya, setiap orang dilarang merusak cagar budaya, baik seluruh maupun bagian-bagiannya, dari kesatuan, kelompok, dan/atau dari letak asal.[8] Kemudian, setiap orang juga dilarang memindahkan dan memisahkan cagar budaya peringkat nasional, peringkat provinsi, atau peringkat kabupaten/kota, baik seluruh maupun bagian-bagiannya, kecuali dengan izin menteri, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai dengan tingkatannya.[9]
Namun, perlu diketahui bahwa UU Cagar Budaya juga memberikan pengecualian atas pemindahan cagar budaya sebagai wujud dari penyelamatan dalam keadaan darurat. Hal ini sebagaimana tercermin dalam Pasal 58 UU Cagar Budaya, sebagai berikut:
Ayat (1)
Penyelamatan Cagar Budaya dilakukan untuk:
mencegah kerusakan karena faktor manusia dan/atau alam yang mengakibatkan berubahnya keaslian dan nilai-nilai yang menyertainya; dan
mencegah pemindahan dan beralihnya pemilikan dan/atau penguasaan Cagar Budaya yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ayat (2)
Penyelamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan dalam keadaan darurat dan keadaan biasa.
Selain itu, cagar budaya yang terancam rusak, hancur, atau musnah dapat dipindahkan ke tempat lain yang aman. Pemindahan cagar budaya ini dilakukan dengan tata cara yang menjamin keutuhan dan keselamatannya di bawah koordinasi Tenaga Ahli Pelestarian.[10]
Sementara yang dimaksud keadaan darurat adalah kondisi yang mengancam kelestarian cagar budaya, seperti terjadinya kebakaran, banjir, gempa bumi, dan perang.[11]
Berkaitan dengan pertanyaan Anda mengenai penggusuran cagar budaya untuk pembangunan perluasan kilang minyak, berikut kami jelaskan ketentuannya.
Kegiatan Usaha Kilang Minyak
Berdasarkan KBBI, kilang adalah instalasi industri tempat minyak bumi dimurnikan menjadi produk yang lebih berguna dan yang dapat diperdagangkan. Pembangunan Kilang Minyak di Dalam Negeri yang selanjutnya disebut Pembangunan Kilang Minyak adalah pembangunan kilang minyak baru beserta fasilitas pendukungnya di dalam negeri.[12] Berdasarkan pengertian ini, maka pembangunan kilang minyak merupakan bentuk kegiatan usaha industri minyak.
Kemudian, pada dasarnya kegiatan usaha minyak dan gas bumi dilaksanakan di dalam wilayah hukum pertambangan indonesia,[13] yaitu wilayah daratan, perairan, dan landas kontinen Indonesia.[14]
Lalu, penting untuk diketahui, menurut Pasal 33 ayat (3) UU Migas, kegiatan usaha minyak dan gas bumi dilaranguntuk dilaksanakan di:
tempat pemakaman, tempat yang dianggap suci, tempat umum, sarana dan prasarana umum, cagar alam, cagar budaya, serta tanah milik masyarakat adat;
lapangan dan bangunan pertahanan negara serta tanah di sekitarnya;
bangunan bersejarah dan simbol-simbol negara;
bangunan, rumah tinggal, atau pabrik beserta tanah pekarangan sekitarnya, kecuali dengan izin dari instansi pemerintah, persetujuan masyarakat, dan perseorangan yang berkaitan dengan hal tersebut.
Berdasarkan berbagai peraturan yang telah kami sebutkan, menurut hemat kami, peraturan perundang-undangan telah melarang adanya pembangunan dan perluasan kegiatan usaha pada cagar budaya. Cagar budaya sebagai warisan budaya perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting, dan tidak selayaknya dapat digusur maupun dipindahkan demi perluasan kilang minyak atau kegiatan pertambangan lainnya.
Sanksi Pidana
Melalui UU Cagar Budaya, hukum di Indonesia telah memberikan sanksi secara tegas bagi pihak-pihak yang merusak, memindahkan, dan memisahkan cagar budaya tanpa izin, termasuk dalam hal cagar budaya digunakan sebagai kegiatan pertambangan.
Menurut Pasal 105 UU Cagar Budaya, setiap orang yang dengan sengaja merusak cagar budaya berpotensi dipidana pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 15 tahun dan/atau denda paling sedikit Rp500 juta dan paling banyak Rp5 miliar.
Kemudian, setiap orang yang tanpa izin menteri, gubernur, atau bupati/wali kota, memindahkan cagar budaya dapat dipidana penjara paling singkat 3 bulan dan paling lama 2 tahun dan/atau denda paling sedikit Rp100 juta dan paling banyak Rp1 miliar, sebagaimana diatur dalam Pasal 107 UU Cagar Budaya.
Sedangkan bagi orang yang tanpa izin menteri, gubernur atau bupati/wali kota, memisahkan cagar budaya berpotensi dipidana penjara paling lama 10 tahun dan/atau denda paling sedikit Rp100 juta dan paling banyak Rp2.5 miliar, sebagaimana diatur dalam Pasal 108 UU Cagar Budaya.
Perkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwibahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di sini.
Arifin Pasaribu. Hotel Indonesia: Gagasan Bung Karno, Cagar Budaya Bangsa Dibangun dengan Dana Pampasan Perang Jepang. Jakarta: PT Gramedia, 2014
KBBI, kilang, yang diakses pada Selasa, 6 Februari 2024, pukul 14.21 WIB.
[1] Arifin Pasaribu. Hotel Indonesia: Gagasan Bung Karno, Cagar Budaya Bangsa Dibangun dengan Dana Pampasan Perang Jepang. Jakarta: PT Gramedia, 2014, hal. 174