Intisari :
Tindakan pengacara Anda yang tidak beritikad baik tersebut dapat dikategorikan sebagai pelanggaran Kode Etik Advokat sebagaimana diatur dalam Pasal 4 huruf b Kode Etik Advokat Indonesia (“KEAI”), yang selengkapnya berbunyi: Advokat tidak dibenarkan memberikan keterangan yang dapat menyesatkan klien mengenai perkara yang sedang diurusnya. Atas pelanggaran KEAI tersebut dikaitkan dengan Pasal 16 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat, pengacara Anda tidak dapat dituntut secara pidana seperti yang Anda tanyakan. Namun sesuai dengan KEAI, Anda dapat melaporkannya kepada Dewan Pimpinan Perhimpunan Advokat Indonesia (“DP PERADI”) untuk diproses dalam sidang kode etik dan dapat dijatuhi sanksi berupa tindakan berupa: Peringatan biasa; Peringatan keras; Pemberhentian sementara untuk waktu tertentu; Pemecatan dari keanggotaan organisasi profesi.
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini. |
Ulasan :
Terima kasih atas pertanyaan yang sangat menarik, sebelumnya kami mengucapkan turut prihatin atas peristiwa yang telah menimpa Anda.
Sebelum masuk pada pokok pertanyaan Anda, kami ingin menyampaikan bahwa profesi advokat merupakan sebuah profesi yang mulia dan terhormat sehingga dalam melaksanakan profesinya setiap advokat berada di bawah perlindungan hukum atau biasa kita kenal dengan
“officium nobile”. Hal ini ditegaskan dalam
Pasal 8 huruf a Kode Etik Advokat Indonesia (“KEAI”) yang selengkapnya berbunyi:
Profesi Advokat adalah profesi yang mulia dan terhormat (officium nobile), dan karenanya dalam menjalankan profesi selaku penegak hukum di pengadilan sejajar dengan Jaksa dan Hakim, yang dalam melaksanakan profesinya berada dibawah perlindungan hukum, undang-undang dan Kode Etik ini.
Terkait dengan permasalahan Anda, kami mengasumsikan bahwa pengacara Anda telah melakukan hal yang tidak Anda kehendaki. Hal ini mencakup dengan keputusan-keputusan yang pengacara Anda lakukan tanpa sepengetahuan Anda, yang pada akhirnya merugikan Anda sendiri. Perlu diingat bahwa dalam hubungan hukum antara Anda dengan pengacara Anda didahului dengan adanya surat kuasa sebagaimana diatur dalam Pasal 1792 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPerdata”) yang selengkapnya berbunyi:
Pemberian Kuasa ialah suatu persetujuan yang berisikan pemberian kekuasaan kepada orang lain yang menerimanya untuk melaksanakan sesuatu atas nama orang yang memberikan kuasa.
Kami mengasumsikan bahwa surat kuasa yang Anda berikan berupa surat kuasa khusus sebagaimana diatur dalam Pasal 1795 KUHPer yaitu kuasa yang diperuntukkan untuk kepentingan tertentu saja, in casu mewakili Anda di dalam Persidangan, baik bersama ataupun tidak dalam perkara perceraian Anda. Bahkan pengacara Anda juga diizinkan untuk memberikan keputusan yang sesuai dan sejalan dengan kehendak Anda. Maka dari itu, untuk menjamin tanggung jawab yang besar tersebut, profesi advokat diberikan hak imunitas sebagaimana diatur dalam Pasal 16 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat (“UU 18/2003”) diatur demikian selengkapnya berbunyi:
Advokat tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan iktikad baik untuk kepentingan pembelaan Klien dalam sidang pengadilan.
Perlu juga dipahami bahwa berdasarkan Penjelasan Pasal 16 UU 18/2003, yang dimaksud dengan “iktikad baik” adalah menjalankan tugas profesi demi tegaknya keadilan berdasarkan hukum untuk membela kepentingan kliennya.
Sebagaimana disebutkan di atas, hak imunitas tersebut tentunya tidak bersifat mutlak, melainkan dibatasi dengan itikad baik, etika-etika pada umumnya, serta kode etik profesi advokat. Dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 26/PUU-XI/2013 telah pula diperluas ruang lingkup Pasal 16 UU Advokat, yakni baik di dalam sidang pengadilan dan di luar sidang pengadilan.
Bahwa pembatasan hak imunitas dengan itikad baik tersebut berarti pengacara Anda tidak dapat dituntut sepanjang ia melakukan tindakan hukum yang baik guna mewakili kepentingan Anda selaku pemberi kuasa. Maka dari itu, saat pengacara Anda melakukan hal apapun yang di luar pengetahuan Anda, apalagi BERTENTANGAN dengan kehendak Anda, maka pengacara tersebut sudah tidak dapat dikatakan mempunyai itikad baik lagi.
Tindakan pengacara Anda yang tidak beritikad baik tersebut dapat Kita kategorikan sebagai pelanggaran kode etik advokat sebagaimana diatur dalam Pasal 4 huruf b KEAI, yang selengkapnya demikian:
Advokat tidak dibenarkan memberikan keterangan yang dapat menyesatkan klien mengenai perkara yang sedang diurusnya.
Atas pelanggaran KEAI tersebut dikaitkan dengan Pasal 16 UU 18/2003, pengacara Anda tidak dapat dituntut secara pidana seperti yang Anda pertanyakan, namun sesuai dengan KEAI, Anda dapat melaporkannya kepada Dewan Pimpinan Perhimpunan Advokat Indonesia (“DP PERADI”) untuk diproses dalam sidang kode etik dan dapat dijatuhi sanksi berupa tindakan sebagaimana diatur dalam Pasal 16 ayat (1) KEAI sebagai berikut :
Hukuman yang diberikan dalam keputusan dapat berupa:
Peringatan biasa;
Peringatan keras;
Pemberhentian sementara untuk waktu tertentu;
Pemecatan dari keanggotaan organisasi profesi.
Demikian jawaban atas pertanyaan Anda yang dapat kami jawab, semoga bermanfaat. Terima kasih.
Dasar hukum:
Putusan: