Akhir-akhir ini banyak beredar video seseorang yang menagih hutang dengan cara mencoret-coret rumah debitur dan mengatasnamakan koperasi. Pertanyaan saya, dapatkah debitur tersebut melakukan tindakan hukum atas perlakuan kreditur dan apa tahapan juga dasar hukum yang dapat dilaporkan oleh debitur? Terima kasih.
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
Perbuatan mencoret-coret rumah dapat dijerat dengan Pasal 406 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) atau Pasal 170 ayat (1) KUHP. Selain itu, debitur yang rumahnya dicoret-coret juga dapat mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum terhadap pelaku.
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda klik ulasan di bawah ini.
Adapun mengenai penagihan yang dilakukan dengan cara mencoret-coret rumah debitur sebagaimana Anda tanyakan, maka langkah hukum yang dapat dilakukan atas perbuatan tersebut akan kami jelaskan berikut ini.
Aspek Hukum Pidana
Aturan pidana perihal mencoret-coret barang milik orang lain telah dijelaskan sebelumnya dalam artikel Jerat Pidana untuk Pencoret Mobil Orang Lain. Sebagaimana penjelasan dalam artikel tersebut, perbuatan mencoret-coret barang (dalam hal ini rumah) milik orang lain dapat dijerat dengan Pasal 406 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) apabila dilakukan sendiri, dan Pasal 170 ayat (1) KUHP apabila dilakukan bersama-sama dengan orang lain.
Adapun bunyi dari masing-masing pasal tersebut adalah sebagai berikut:
Pasal 406 ayat (1) KUHP
Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum menghancurkan, merusakkan, membikin tak dapat dipakai atau menghilangkan barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain, diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
Pasal 170 ayat (1) KUHP
Barang siapa dengan terang-terangan dan dengan tenaga bersama menggunakan kekerasan terhadap orang atau barang, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.
Penjelasan lebih lanjut mengenai unsur-unsur dalam kedua pasal tersebut hingga contoh putusan terkait dapat Anda simak dalam artikel yang kami kutip sebelumnya.
Selain itu, hal lain yang perlu diperhatikan dalam kasus yang Anda tanyakan adalah, apakah benar orang tersebut bertindak untuk dan atas nama koperasi, karena hal ini berkaitan dengan pertanggungjawaban pidana pelaku.
Jika ternyata orang yang melakukan perbuatan tersebut tidak berwenang untuk bertindak atas nama koperasi, maka pelaku tersebut akan bertanggung jawab secara pribadi atas perbuatan pidananya.
Akan tetapi, jika tindakan tersebut sah dilakukan atas nama koperasi, mengingat koperasi merupakan badan hukum,[1] maka berdasarkan penjelasan dalam artikel Apakah Badan Hukum Dapat Dipidana? yang mengutip penjelasan Bismar Nasution selaku Guru Besar Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, dalam KUHP yang dianggap sebagai subjek hukum pidana hanyalah orang perseorangan dalam konotasi biologis yang alami (naturlijkee person). Sehingga, KUHP saat ini tidak bisa dijadikan sebagai landasan untuk pertanggungjawaban pidana oleh badan hukum, namun hanya dimungkinkan pertanggungjawaban oleh pengurusnya.
Aspek Hukum Perdata
Dilihat dari perspektif hukum perdata, debitur dapat melakukan gugatan atas dasar perbuatan melawan hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUH Perdata”):
Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut.
Dalam artikel Merasa Dirugikan Tetangga yang Menyetel Musik Keras-keras dijelaskan antara lain bahwa Mariam Darus Badrulzaman dalam bukunya KUH Perdata Buku III Hukum Perikatan Dengan Penjelasan, yang dikutipRosa Agustinadalam buku Perbuatan Melawan Hukum (hal. 36) menjabarkan unsur-unsur perbuatan melawan hukum dalam Pasal 1365 KUH Perdata sebagai berikut:
a. Harus ada perbuatan (positif maupun negatif);
b. Perbuatan itu harus melawan hukum;
c. Ada kerugian;
d. Ada hubungan sebab akibat antara perbuatan melawan hukum itu dengan kerugian;
e. Ada kesalahan.
Sedangkan Rosa Agustina dalam buku yang sama menjelaskan bahwa dalam menentukan suatu perbuatan sebagai melawan hukum, terdapat 4 syarat, yaitu (hal. 117):
Bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku;
Bertentangan dengan hak subjektif orang lain;
Bertentangan dengan kesusilaan;
Bertentangan dengan kepatutan, ketelitian dan kehati-hatian.
Dalam hal ini, perbuatan yang dilakukan oleh kreditur/pelaku tersebut dapat dikategorikan melawan hukum karena melanggar kewajiban hukum yang dapat dibuktikan dengan pelanggaran terhadap ketentuan dalam KUHP sebagaimana kami jelaskan di atas, serta melanggar hak milik debitur atas barang miliknya (rumah), yang merupakan hak untuk menikmati suatu barang secara lebih leluasa dan untuk berbuat terhadap barang itu secara bebas sepenuhnya.[2]
Perbuatan tersebut menimbulkan kerugian, baik materiil (seperti biaya yang harus dikeluarkan untuk menghapus tulisan tersebut) dan imateriil (keluarga debitur menjadi ketakutan), serta disebabkan oleh perbuatan pelaku. Sehingga, atas perbuatan tersebut dapat diajukan gugatan perbuatan melawan hukum.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja
Referensi:
Rosa Agustina. Perbuatan Melawan Hukum. Penerbit Pasca Sarjana FH Universitas Indonesia. 2003.