Saat ini sudah ada dasar hukum bagi daerah provinsi/kabupaten/kota untuk menerbitkan obligasi daerah (municipal bond) untuk pembiayaan infrastruktur, namun belum ada dasar hukum tentang obligasi syariah daerah. Apakah sebuah daerah dapat menerbitkan obligasi syariah daerah dengan menggunakan dasar hukum obligasi daerah karena diasumsikan bahwa keduanya adalah instrumen investasi yang sejenis? Terima kasih.
Daftar Isi
INTISARI JAWABAN
Obligasi syariah yang diterbitkan pemerintah daerah adalah suatu hal yang niscaya. Setelah pemerintah pusat menerbitkan obligasi syariah (sukuk), maka kini pemerintah daerah pun mendapat kesempatan juga untuk menerbitkan obligasi syariah atau sukuk pemerintah daerah.
Aturan yang menjadi landasan hukum sudah tersedia, hanya memang perlu ada tambahan regulasi yang disiapkan oleh pemerintah daerah, yakni peraturan daerah penerbitan obligasi syariah pemerintah daerah dan adanya kendala belum terwujudnya koordinasi antara lembaga yang terlibat, antara Dewan Syariah Nasional, Badan Pengawas Keuangan, serta kantor Akuntan Publik.
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda klik ulasan di bawah ini.
Sukuk atau obligasi syariah, atau dalam istilah lain Islamic bond adalah versi syariah dari obligasi atau bond konvensional. Memang, obligasi pemerintah daerah (“pemda”) bukanlah hal yang baru, karena sebenarnya sudah lebih dari 10 tahun Indonesia membuka peluang ini. Namun obligasi syariah pemda adalah suatu hal yang relatif baru karena ini merupakan versi syariah dari obligasi yang diterbitkan oleh pemda.
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Indonesia memang termasuk yang agak belakangan masuk dalam wacana ini (obligasi syariah pemda). Wacana ini sebenarnya merupakan replikasi dari apa yang marak di berbagai negara, dengan nama municipal sukuk.
Di antara yang sudah menerbitkan ada salah satu negara bagian di Jerman, yaitu state Saxony- Anhalt, pada Juli 2004 sudah menerbitkan municipal sukuk dengan valuasi sebesar 100 juta Euro.[1]
Di Malaysia pun pemerintahan kota Pasir Gudang Municipal Council di Johor tahun 2005, juga sudah menerbitkan Municipal Sukuk senilai 80 juta Ringgit Malaysia.[2]
Prinsipnya, Municipal Sukuk ini sejenis dengan Sovereign Sukuk, atau sukuk pemerintah/negara. Hanya, sukuk pemerintah ini diterbitkan pada level negara, dan biasanya urusannya dengan kementerian keuangan. Sukuk negara serta sukuk pemda (municipal sukuk) sudah megalami popularisasi di banyak negara dan juga sudah banyak diterbitkan di luar negeri.
Sukuk negara merupakan surat berharga negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap aset surat berharga syariah negara, baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing.[3]
Mekanisme penerbitan sukuk yang paling banyak digunakan adalah sukuk ijarah di mana pemerintah akan mengidentifikasi aset, dan menyediakannya untuk underlying asetatas sukuk tersebut. Walaupun terbuka kemungkinan untuk menerbitkan dengan skema mudharabah atau bagi hasil.
Perbedaan Obligasi Syariah dengan Konvensional
Berbeda dengan obligasi konvensional yang keuntungannya bagi pembeli obligasi diperhitungkan dengan bunga, maka obligasi syariah ini keuntungannya adalah uang sewa atas aset, atau bagi hasil atas suatu proyek.
Dalam hal obligasi syariah paling jamak dilakukan adalah dengan sewa aset, maka pemegangnya akan mendapatkan keuntungan dari aset yang dibeli dari penerbit dan kemudian disewa kembali oleh penerbit. Uang sewa ini akan jadi keuntungan yang diperoleh oleh pembeli obligasi syariah.[4]
Perbedaan lainnya adalah obligasi syariah memerlukan aset untuk dapat dijadikan underlying atau obyek dasar obligasi syariah. Sedangkan obligasi konvensional adalah surat hutang yang tidak perlu jaminan aset.
Hal ini disebabkan obligasi syariah memerlukan aset yang akan disekuritisasi dan divaluasi dalam bentuk nominal obligasi syariah. Dalam model yang paling umum, aset itu dijual kepada investor untuk kemudian oleh investor disewakan kembali kepada pemilik asli. Karena itu, keberadaan aset mutlak diperlukan.[5]
Landasan Regulasi
Saat ini dari sisi regulasi sudah tersedia baik dalam level pemerintah pusat maupun untuk pemda (tingkat I yaitu provinsi dan tingkat II yaitu kabupaten atau kota) melalui:
Dari berbagai aturan tersebut sudah relatif memadai bagi pemda untuk menerbitkan obligasi syariah atau sukuk pemda. Hanya saja masih ada pekerjaan tambahan yang perlu dilakukan untuk penerbitan obligasi syariah pemda, yakni:
Penerbitan Peraturan Daerah khusus terkait penerbitan obligasi syariah atau sukuk pemda untuk mengatur jenis aset yang akan dijadikan underlying dan disekuritisasi guna mendapatkan valuasi. Selain itu, ini juga berkaitan dengan lembaga yang harus mengelola penerbitan obligasi syariah, dari penjualan hingga pembelian kembali obligasi syariah.
Perlu juga koordinasi dengan Dewan Syariah Nasional terkait pengawasan syariah dalam rangka memelihara kepatuhan syariah. Di samping itu, juga dengan Badan Pemeriksa Keuangan (“BPK”) dan Akuntan Publik terkait tata cara pelaporan yang akan menjadi sulit untuk menjembatani antara kedua lembaga pengawas tersebut. Karena lazimnya dalam penerbitan obligasi, otoritas yang menangani pasar modal menghendaki pemeriksaan Akuntan Publik, sementara lembaga pemerintah harus diperiksa oleh BPK.
Sehingga dari aspek regulasi, sudah memungkinkan bagi pemda untuk berinisiasi dalam penerbitan obligasi syariah ini, dan dalam berbagai pemberitaan, beberapa pemda sudah diperkirakan akan menerbitkan obligasi syariah untuk pembiayaan infrastruktur, namun sampai saat ini belum ada yang menerbitkannya.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihatPernyataan Penyangkalanselengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.