Apakah kosmetik yang masuk ke Indonesia harus disertai dengan keterangan bahasa Indonesia pada produknya? Apabila iya, apakah mencantumkan keterangan bahasa Indonesia sebelum masuk ke Indonesia atau setelah di Indonesia? Dan siapa yang mengharuskan untuk mencantumkan keterangan bahasa Indonesia tersebut? Terima kasih.
Daftar Isi
INTISARI JAWABAN
Setiap pelaku usaha wajib menggunakan atau melengkapi label berbahasa Indonesia pada barang yang diperdagangkan di dalam negeri.
Kewajiban tersebut berlaku bagi produsen untuk barang produksi dalam negeri, importir untuk barang asal impor, pengemas untuk barang yang diproduksi dalam negeri atau asal impor yang dikemas di Indonesia, serta pedagang pengumpul.
Lantas, bagaimana ketentuan kapan pelabelannya? Jika tidak diberi label berbahasa Indonesia, apa konsekuensi hukumnya?
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.
Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran kedua dari artikel dengan judul Kewajiban Pelaku Usaha Mencantumkan Label Bahasa Indonesia yang dibuat oleh Tri Jata Ayu Pramesti, S.H. yang pertama kali dipublikasikan pada Selasa, 14 September 2021 dan pertama kali dimutakhirkan pada 1 Februari 2016.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Aturan Impor Kosmetika
Kosmetika adalah bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk digunakan pada bagian luar tubuh manusia seperti epidermis, rambut, kuku, bibir dan organ genital bagian luar, atau gigi dan membran mukosa mulut terutama untuk membersihkan, mewangikan, mengubah penampilan dan atau memperbaiki bau badan atau melindungi atau memelihara tubuh pada kondisi baik.[1]
Merujuk pada Pasal 1 angka 1 Peraturan BPOM 27/2022, kosmetika tergolong obat dan makanan, sehingga ketentuan impor kosmetika merujuk pada peraturan tersebut. Selanjutnya, kami akan jelaskan ketentuan yang harus ditaati saat hendak mengedarkan kosmetika ke wilayah Indonesia.
Kosmetika telah memiliki izin edar dan memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang impor.
Importir mendapat persetujuan dari Kepala BPOM, berupa Surat Keterangan Impor Post Border (SKI Post Border).
Kosmetika memiliki masa simpan minimal 1/3 dari masa simpan.
Impor kosmetika hanya dapat dilakukan oleh pemegang izin edar atau kuasanya.
Adapun pelaku usaha yang melanggar ketentuan persetujuan Kepala BPOM dikenai sanksi administratif berupa:[2]
peringatan tertulis;
penghentian sementara kegiatan pemasukan dan/atau peredaran;
penutupan akses daring pengajuan permohonan SKI Border atau SKI Post Border untuk produk yang bersangkutan maksimal 1 tahun;
penarikan produk obat dan makanan dari peredaran;
pemusnahan atau pengiriman kembai ke negara asal re-ekspor;
pembekuan izin edar; dan/atau
pencabutan izin edar.
Barang yang Wajib Label Berbahasa Indonesia
Labelmerupakan setiap keterangan mengenai barang yang berbentuk gambar, tulisan, kombinasi keduanya, atau bentuk lain yang memuat informasi tentang barang dan keterangan pelaku usaha serta informasi lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang disertakan pada barang, dimasukkan ke dalam, ditempelkan pada, ditempatkan pada, atau merupakan bagian kemasan barang.[3]
Pada dasarnya Pasal 20 ayat (1) PP 29/2021 mewajibkan setiap pelaku usaha menggunakan atau melengkapi label berbahasa Indonesia pada barang yang diperdagangkan di dalam negeri.
Adapun yang dimaksud barang adalahsetiap benda, baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, baik dapat dihabiskan maupun tidak dapat dihabiskan, dan dapat diperdagangkan, dipakai, digunakan, atau dimanfaatkan oleh konsumen atau pelaku usaha.[4]
Namun, jika merujuk LampiranPermendag 25/2021yang merupakan peraturan pelaksana PP 29/2021, yang termasuk barang yang wajib menggunakan/melengkapi label berbahasa Indonesia yaitu:
Barang elektronika keperluan rumah tangga, telekomunikasi, dan informatika;
Barang bahan bangunan;
Barang keperluan kendaraan bermotor (suku cadang dan lainnya);
Barang tekstil dan produk tekstil;
Barang lainnya, di antaranya meliputi mainan anak, cat, tinta cetak, pupuk, dan produk plastik untuk keperluan rumah tangga.
Akan tetapi menurut hemat kami, meskipun kosmetika tidak disebut secara spesifik ke dalam barang yang wajib dilabel berbahasa Indonesia menurut Permendag 25/2021, namun karena kosmetika termasuk ke dalam definisi barang menurut PP 29/2021 dan diperdagangkan di Indonesia, maka kosmetika juga wajib dilengkapi label berbahasa Indonesia.
Ketentuan Label Berbahasa Indonesia
Pelabelan dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
Label menggunakan bahasa Indonesia yang jelas, mudah dibaca, dan mudah dimengerti.[5]
Bahasa, angka, dan huruf selain bahasa Indonesia, angka arab, dan huruf latin dapat digunakan jika tidak ada atau tidak dapat diciptakan padanannya.[6]
Pencantuman label berbahasa Indonesia dapat berupa embos/tercetak, ditempel/melekat secara utuh, atau dimasukkan atau disertakan ke dalam barang dan/atau kemasan.[7]
Identitas pelaku usaha, minimal memuat nama dan alamat produsen (untuk barang produksi dalam negeri), nama dan alamat importir (untuk barang asal impor), nama dan alamat pengemas (untuk barang yang diproduksi dalam negeri atau asal impor yang dikemas di Indonesia), atau nama dan alamat pedagang pengumpul jika memperoleh dan memperdagangkan barang hasil produksi usaha mikro dan kecil;
Informasi lain sesuai dengan karakteristik barang;
Keterangan atau penjelasan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Barang yang terkait dengan keselamatan, keamanan, dan kesehatan konsumen dan lingkungan hidup harus memuat cara penggunaan dan simbol bahaya dan/atau tanda peringatan yang jelas dan mudah dimengerti.[9]
Untuk barang yang telah diberlakukan SNI secara wajib, pencantuman label berbahasa Indonesia mengikuti penandaan yang ditetapkan dalam SNI.[10]
Kewajiban tersebut berlaku bagi produsen untuk barang produksi dalam negeri, importir untuk barang asal impor, pengemas untuk barang yang diproduksi dalam negeri atau asal impor yang dikemas di Indonesia, serta pedagang pengumpul.[11]Jika dilanggar, maka konsekuensi hukumnya:
Wajib menarik barang dari peredaran atas perintah Menteri dan dilarang memperdagangkan barang yang dimaksud.[13]
Biaya penarikan barang dari peredaran dibebankan kepada pelaku usaha yang melanggar.[14]
Selain itu, pelaku usaha yang mencantumkan label berbahasa Indonesia yang memuat informasi secara tidak lengkap, tidak benar, dan/atau menyesatkan konsumen dikenai sanksi administratif.[15]
Di samping itu, kewajiban pelaku usaha mencantumkan informasi barang dalam bahasa Indonesia pada dasarnya juga telah diatur Pasal 8 ayat (1) huruf j UU 8/1999:
Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yangtidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Jika ketentuan di atas dilanggar, yang bersangkutan diancampidana penjara maksimal 5 tahun atau pidana denda maksimal Rp 2 miliar.[16]
Sehingga dalam kasus Anda,yang wajib mencantumkan label dalam bahasa Indonesia terhadap produk impor kosmetika tersebut ialah:
Importir, jika kosmetika itu diimpor ke Indonesia; atau
Pengemas kosmetika impor, jika kosmetika impor dikemas di Indonesia
Lalu, kapan pelabelan itu dilakukan? Sepanjang penelusuran kami, PP 29/2021 beserta peraturan pelaksananya tidak mengatur secara spesifik kapan pelabelan itu dilakukan. Namun, menurut hemat kami, pelabelan dilakukan pada saat barang diperdagangkan di Indonesia.
Contoh Kasus
Untuk mempermudah pemahaman Anda, kami berikan contoh putusan terkait. Putusan PN Binjai No. 267/Pid/B/2017/PN.Bnj menyebutkan terdakwa adalah penjual mainan anak serta perlengkapan bayi yang dibeli impor tidak memasang label yang memuat penjelasan tentang barang serta informasi atau petunjuk penggunaan dalam bahasa Indonesia (hal. 10).
Atas perbuatan tersebut, majelis hakim menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana memperdagangkan tidak memasang label dan tidak mencantumkan informasi serta petunjuk penggunaan barang dalam bahasa Indonesia dengan hukuman pidana denda Rp3 juta dengan ketentuan bila tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan (hal. 12).