Kredit Macet, Korupsi atau Bukan?
Bacaan 10 Menit
PERTANYAAN
Apakah menunggak (tidak membayar) kredit yang dananya berasal langsung dari dana APBD suatu pemerintah daerah dan disalurkan dinas koperasinya termasuk korupsi?
Pro
Pusat Data
Koleksi peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan yang sistematis serta terintegrasi
Solusi
Wawasan Hukum
Klinik
Tanya jawab gratis tentang berbagai isu hukum
Berita
Informasi dan berita terkini seputar perkembangan hukum di Indonesia
Jurnal
Koleksi artikel dan jurnal hukum yang kredibel untuk referensi penelitian Anda
Event
Informasi mengenai seminar, diskusi, dan pelatihan tentang berbagai isu hukum terkini
Klinik
Berita
Login
Pro
Layanan premium berupa analisis hukum dwibahasa, pusat data peraturan dan putusan pengadilan, serta artikel premium.
Solusi
Solusi kebutuhan dan permasalahan hukum Anda melalui pemanfaatan teknologi.
Wawasan Hukum
Layanan edukasi dan informasi hukum tepercaya sesuai dengan perkembangan hukum di Indonesia.
Catalog Product
Ada Pertanyaan? Hubungi Kami
Bacaan 10 Menit
Apakah menunggak (tidak membayar) kredit yang dananya berasal langsung dari dana APBD suatu pemerintah daerah dan disalurkan dinas koperasinya termasuk korupsi?
Pengaturan tindak pidana korupsi diatur dalam Pasal 2 s.d. Pasal 20 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (“UU Tipikor”).
Berdasarkan buku Memahami Untuk Membasmi yang diterbitkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (hal. 19-20), dalam UU Tipikor terdapat 30 bentuk/jenis tindak pidana korupsi yang dapat dikelompokan menjadi tujuh kategori yaitu:
a. Kerugian keuangan negara
b. Suap-menyuap
c. Penggelapan dalam jabatan
d. Pemerasan
e. Perbuatan curang
f. Benturan kepentingan dalam pengadaan
g. Gratifikasi
Kami asumsikan tindak pidana korupsi yang Saudara maksud adalah kategori kerugian keuangan negara yang diatur dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU Tipikor sebagai berikut:
Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor
Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
Pasal 3 UU Tipikor
Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
Ketentuan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU Tipikor menekankan pada adanya kerugian keuangan negara. Di dalam penjelasan Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 3 UU Tipikor dijelaskan bahwa:
Dalam ketentuan ini, kata “dapat” sebelum frasa “merugikan keuangan atau perekonomian negara” menunjukkan bahwa tindak pidana korupsi merupakan delik formil, yaitu adanya tindak pidana korupsi cukup dengan dipenuhinya unsur-unsur perbuatan yang sudah dirumuskan bukan dengan timbulnya akibat
Sedangkan, mengacu pada Pasal 1 angka 1 UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (“UU 17/2003”), pengertian keuangan negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Lebih lanjut, yang dimaksud dengan keuangan negara meliputi antara lain (Pasal 2 UU 17/2003):
a. hak negara untuk memungut pajak, mengeluarkan dan mengedarkan uang, dan melakukan pinjaman;
b. kewajiban negara untuk menyelenggarakan tugas layanan umum pemerintahan negara dan membayar tagihan pihak ketiga;
d. Pengeluaran Negara;
f. Pengeluaran Daerah;
g. kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/ perusahaan daerah;
h. kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah dalam rangka penyelenggaraan tugas pemerintahan dan/atau kepentingan umum; kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang diberikan pemerintah.
Mengenai pertanyaan Anda yaitu apakah menunggak pembayaran kredit yang berasal langsung dari APBD termasuk korupsi? Kredit macet yang menyebabkan kerugian negara tidak dengan sendirinya dapat dikatakan sebagai korupsi. Karena untuk dapat dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor, maka kerugian negara tersebut timbul karena adanya perbuatan melawan hukum, dan untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi. Sedangkan, di Pasal 3 UU Tipikor kerugian negara yang timbul karena penyelenggara negara menyalahgunakan wewenang untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi.
Dalam hal ini, kami perlu pula sampaikan bahwa seperti dijelaskan dalam artikel Kerugian Keuangan Negara pada Tindak Pidana Korupsi, pemidanaan terhadap kredit macet atau non performing loan memang masih menjadi perdebatan di antara ahli hukum.
Mengutip artikel Pemidanaan Dibalik Kredit Macet Mengundang Pro Kontra, Prof. Sutan Remy Sjahdeini menyatakan untuk menilai kredit macet, dapat dilihat dari beberapa perspektif. Menurutnya, apabila penyebabnya di luar kekuasaan debitor, seperti gempa, tsunami ataupun krisis moneter (force majeur), barulah bisa dikatakan persoalan hukumnya adalah perdata murni. Tetapi, Remi menegaskan, kalau terjadi penyalahgunaan kredit, pelanggaran terhadap peraturan baik UU Perbankan ataupun Peraturan BI, maka bisa dikatakan pidana.
Di pihak lain, masih menurut artikel yang sama, praktisi hukum Frans Hendra Winarta berpendapat bahwa kredit macet merupakan wanprestasi yang diatur dalam Pasal 1238 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Kalau dikatakan korupsi, ia menjelaskan, maka harus ada unsur kesengajaan, merugikan keuangan negara, melakukan perbuatan melawan hukum dan menguntungkan diri sendiri, yang berlaku kumulatif. Menurut Frans, unsur-unsur yang terkandung dalam ketentuan Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tipikor, harus ditafsirkan bersifat kumulatif.
1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
2. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Wetboek van Strafrecht) Staatsblad Nomor 732 Tahun 1915;
3. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;
4. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
KLINIK TERBARU
Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!
Butuh lebih banyak artikel?