Konsep dan Praktik Strict Liability di Indonesia
Bacaan 10 Menit
PERTANYAAN
Bagaimanakah hukum di Indonesia memperlakukan/menganggap klausa tanggung jawab mutlak atau “strict liability”?
Pro
Pusat Data
Koleksi peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan yang sistematis serta terintegrasi
Solusi
Wawasan Hukum
Klinik
Tanya jawab gratis tentang berbagai isu hukum
Berita
Informasi dan berita terkini seputar perkembangan hukum di Indonesia
Jurnal
Koleksi artikel dan jurnal hukum yang kredibel untuk referensi penelitian Anda
Event
Informasi mengenai seminar, diskusi, dan pelatihan tentang berbagai isu hukum terkini
Klinik
Berita
Login
Pro
Layanan premium berupa analisis hukum dwibahasa, pusat data peraturan dan putusan pengadilan, serta artikel premium.
Solusi
Solusi kebutuhan dan permasalahan hukum Anda melalui pemanfaatan teknologi.
Wawasan Hukum
Layanan edukasi dan informasi hukum tepercaya sesuai dengan perkembangan hukum di Indonesia.
Catalog Product
Ada Pertanyaan? Hubungi Kami
Bacaan 10 Menit
Bagaimanakah hukum di Indonesia memperlakukan/menganggap klausa tanggung jawab mutlak atau “strict liability”?
Menurut Fredrik J. Pinakunary dalam tulisannya di hukumonline berjudul Penerapan Tanggung Jawab Pidana Mutlak Pada Perkara Pencemaran Lingkungan,konsep strict liability atau tanggung jawab mutlak ini berbeda dengan sistem tanggung jawab pidana umum yang mengharuskan adanya kesengajaan atau kealpaan. Dalam sistem tanggung jawab pidana mutlak hanya dibutuhkan pengetahuan dan perbuatan dari terdakwa. Artinya, dalam melakukan perbuatan tersebut, apabila si terdakwa mengetahui atau menyadari tentang potensi kerugian bagi pihak lain, maka kedaan ini cukup untuk menuntut pertanggungjawaban pidana. Jadi, tidak diperlukan adanya unsur sengaja atau alpa dari terdakwa, namun semata-mata perbuatan yang telah mengakibatkan pencemaran (Frances Russell & Christine Locke, “English Law and Language, Cassed, 1992).
Konsep strict liability pertama kali diintrodusir dalam hukum Indonesia antara lain melalui UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Yang selanjutnya diubah dengan UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (“UUPPLH”). Dalam Pasal 88 UU PPLH ini disebutkan secara tegas mengenai konsep strict liability:
“Setiap orang yang tindakannya, usahanya, dan/atau kegiatannya menggunakan B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun, editor), menghasilkan dan/atau mengelola limbah B3, dan/atau yang menimbulkan ancaman serius terhadap lingkungan hidup bertanggung jawab mutlak atas kerugian yang terjadi tanpa perlu pembuktian unsur kesalahan.”
Penjelasan pasal ini menjelaskan apa yang dimaksud dengan “bertanggung jawab mutlak” atau strict liability yaitu berarti unsur kesalahan tidak perlu dibuktikan oleh pihak penggugat sebagai dasar pembayaran ganti rugi. Ketentuan dalam pasal ini dijelaskan merupakan lex specialis dalam gugatan tentang perbuatan melanggar hukum pada umumnya sebagaimana diatur dalam Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Namun, dalam kenyataannya, penerapan konsep ini di Indonesia memang tidak mudah. Sebagaimana diberitakan hukumonline, Hakim Agung pada Mahkamah Agung Takdir Rakhmadi mengatakan antara lain bahwa selama ini belum ada kasus yang dibawa penggugat ke pengadilan untuk menuntut strict liability. Oleh karena itu, masih menurut Takdir, konsep strict liability belum pernah diterapkan di Indonesia karena memang belum ada perkaranya di pengadilan. Di sisi lain, peneliti hukum lingkungan dari Indonesia Center for Environmental Law (ICEL) Prayekti Murharjanti mengatakan, sebenarnya ada beberapa kasus kerusakan lingkungan di mana konsep strict liability dapat diterapkan. Diskusi seputar strict liability dapat Anda simak lebih jauh dalam artikel-artikel berikut:
- Konsep Strict Liability Belum Pernah Terpakai dan
- Gugatan Strict Liability Masih Rancu di Indonesia.
Konsep strict liability ini juga dapat diterapkan untuk kasus perlindungan konsumen, sebagaimana diatur secara implisit dalam Pasal 19 UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Namun, konsep ini juga belum pernah diterapkan oleh pengadilan Indonesia terkait dengan kasus perlindungan konsumen. Hal ini disampaikan oleh Yusuf Shofie, pengajar tetap dari Universitas Yarsi yang juga memiliki pengalaman bekerja di Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (“YLKI”) . Lebih lanjut simak artikel Yusuf Shofie: Pengadilan Indonesia Belum Terbiasa dengan Strict Liability.
Jadi, pada dasarnya hukum di Indonesia telah memberikan pengaturan-pengaturan yang memungkinkan diterapkannya konsep strict liability ini. Namun, tidak dapat dipungkiri karena berbagai alasan yang telah dikemukakan di atas, dalam praktiknya penerapan strict liability tidaklah mudah.
Demikian jawaban dari kami, semoga membantu.
1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek, Staatsblad 1847 No. 23)
2. Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
3. Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
KLINIK TERBARU
Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!
Butuh lebih banyak artikel?