KlinikBerita
New
Hukumonline Stream
Data PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Konsep dan Praktik Strict Liability di Indonesia

Share
Ilmu Hukum

Konsep dan Praktik Strict Liability di Indonesia

Konsep dan Praktik <i>Strict Liability</i> di Indonesia
Pasa Deda Siregar, S.H., M.H. Pasa, Maha & Rekan

Bacaan 10 Menit

Article Klinik

PERTANYAAN

Bagaimanakah konsep dan praktik tanggung jawab mutlak atau strict liability di Indonesia? Apakah KUHP dan KUH Perdata Indonesia menganut konsep strict liability?

Daftar Isi

    INTISARI JAWABAN

    Pada dasarnya, strict liability adalah konsep hukum pertanggungjawaban mutlak (tanpa kesalahan), yaitu bentuk kejahatan yang di dalamnya tidak mensyaratkan adanya unsur kesalahan dalam pemidanaan, tetapi hanya disyaratkan adanya suatu perbuatan.

    Lantas, bagaimana praktik strict liability di Indonesia? Apakah KUHP dan KUH Perdata menganut konsep strict liability?

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

    KLINIK TERKAIT

    Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul sama yang dibuat oleh Diana Kusumasari, S.H., M.H. dan pertama kali dipublikasikan pada 31 Maret 2011.

    Apa itu Strict Liability?

    Menurut Russel Heaton, strict liability adalah suatu pertanggungjawaban pidana dengan tidak mensyaratkan adanya kesalahan pada diri pelaku terhadap satu atau lebih dari actus reus.[1] Kemudian, menurut Barda Nawawi Arief, strict liability adalah konsep hukum pertanggungjawaban mutlak (tanpa kesalahan), yaitu bentuk kejahatan yang di dalamnya tidak mensyaratkan adanya unsur kesalahan dalam pemidanaan, tetapi hanya disyaratkan adanya suatu perbuatan.[2]

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

    Jadi, dalam hal ini, strict liability merupakan pertanggungjawaban tanpa kesalahan atau dikenal dengan istilah liability without fault.[3]

    Dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia, konsep pertanggungjawaban mutlak tercermin dalam Pasal 22 angka 33 Perppu Cipta Kerja yang mengubah Pasal 88 UU PPLH sebagai berikut:

    Setiap Orang yang tindakannya, usahanya, dan/atau kegiatannya menggunakan B3, menghasilkan dan/atau mengelola Limbah B3, dan/atau yang menimbulkan Ancaman Serius terhadap Lingkungan Hidup bertanggung jawab mutlak atas kerugian yang terjadi dari usaha dan/atau kegiatannya.

    Dari bunyi pasal di atas, pemberlakukan konsep strict liability dilakukan dengan mempertimbangkan perbuatan membahayakan kesehatan, keselamatan bagi masyarakat, serta memberikan perlindungan bagi korban.

    Baca juga: Pemerintah Disarankan Ajukan Gugatan Strict Liability Atas Kebakaran Lahan

    Pertanggungjawaban mutlak dianggap penting di konteks hukum modern guna memfasilitasi aktivitas yang dianggap memiliki tanggung jawab sangat besar, seperti aktivitas berisiko tinggi, ultrahazardous, atau abnormally dangerous. Namun, jika dilihat dari perspektif masyarakat internasional, hal ini dianggap bermanfaat karena memberikan perlindungan hukum bagi pelaku (polluter) dan korban. Tanpa penerapan strict liability, perlindungan hukum yang memadai bagi kedua belah pihak dapat terganggu. Dalam kasus pelaksanaan kegiatan yang termasuk dalam kategori lingkungan hidup di atas, strict liability menuntut seseorang untuk bertanggung jawab atas segala kerugian yang timbul, meski mereka sudah bertindak sangat hati-hati guna mencegah bahaya ataupun kerugian tersebut, bahkan jika tindakan tersebut dilakukan tanpa kesengajaan.[4]

    Baca juga: Buruknya Kualitas Udara, Gugatan dan Pembuktian Strict Liability

    Menurut hemat kami, pemberlakuan strict liability diharapkan dapat menjaga dan memberikan perlindungan dan kompensasi kepada masyarakat luas dari kerugian lingkungan yang berisiko tinggi maupun kerugian lainnya.

    Lantas, apakah hukum pidana dan hukum perdata di Indonesia menganut strict liability?

    Strict Liability dalam Tinjauan Hukum Pidana

    Pada dasarnya, KUHP lama ataupun UU 1/2023 tentang KUHP baru tidak mengenal konsep strict liability (pertanggungjawaban tanpa adanya kesalahan). Karena, hukum pidana menerapkan asas kulpabilitas, yaitu seseorang baru dapat dipidana apabila sudah terbukti kesalahannya. Menurut konsep strict liability, si pembuat (pelaku) sudah dapat dipidana jika ia telah melakukan perbuatan sebagaimana yang dirumuskan dalam undang-undang tanpa melihat bagaimana sikap batinnya.[5]

    Berdasarkan asas kulpabilitas, konsep strict liability bertolak belakang dengan konsep kulpabilitas dalam KUHP, sehingga dalam praktiknya para ahli hukum pidana membatasi penerapannya hanya pada delik-delik tertentu[6], misalnya yang berkaitan dengan kesejahteraan umum seperti masalah hukum lingkungan, masalah obat-obat yang tidak memenuhi syarat kesehatan, maupun masalah pelanggaran lalu lintas.

    Kemudian, menurut Fredrik J. Pinakunary dalam tulisannya yang berjudul Penerapan Tanggung Jawab Pidana Mutlak Pada Perkara Pencemaran Lingkungan, konsep strict liability atau tanggung jawab mutlak ini berbeda dengan sistem tanggung jawab pidana umum yang mengharuskan adanya kesengajaan atau kealpaan. Dalam sistem tanggung jawab pidana mutlak hanya dibutuhkan pengetahuan dan perbuatan dari terdakwa. Artinya, dalam melakukan perbuatan tersebut, apabila si terdakwa mengetahui atau menyadari tentang potensi kerugian bagi pihak lain, maka keadaan ini cukup untuk menuntut pertanggungjawaban pidana. Jadi, tidak diperlukan adanya unsur sengaja atau alpa dari terdakwa, namun semata-mata perbuatan yang telah mengakibatkan pencemaran (pada kasus yang berkaitan dengan lingkungan).

    Strict Liability dalam Tinjauan Hukum Perdata

    Selanjutnya, menurut hukum perdata, pertanggungjawaban tanpa adanya kesalahan atas kerugian korban erat kaitannya dengan Pasal 1365 KUH Perdata, dimana pertanggungjawaban didasarkan atas perbuatan melanggar hukum (“PMH”) atau onrechtmatigedaad.

    Melalui penerapan konsep strict liability dapat diartikan unsur kesalahan tidak perlu dibebankan kepada penggugat sebagai hal dasar untuk memintakan pembayaran ganti kerugian. Hal ini merupakan lex specialis dalam gugatan tentang perbuatan melawan hukum pada umumnya.[7] Maka dari itu, beban pembuktian dibebankan kepada tergugat untuk membuktikan hubungan kausal antara perbuatan dan kerusakan dan/atau kerugian yang diderita oleh penggugat. Hal ini sejalan dengan pendapat Mella Ismelina Farma Rahayu selaku guru besar hukum lingkungan Universitas Taruma Negara dalam Penerapan Strict Liability dan Force Majeure dalam Putusan Perdata Lingkungan, bahwa konsep strict liability tidak menghilangkan unsur kesalahan, tetapi pelaku harus membuktikan dirinya tidak bersalah.

    Baca juga: Gugatan Strict Liability Masih Rancu di Indonesia

    Dengan demikian, pihak tergugat menjadi pihak yang harus membuktikan adanya hubungan kausalitas dari perbuatan perusakan yang terjadi dengan kerugian yang dialami penggugat.

    Praktik Strict Liability di Indonesia

    Konsep strict liability menjadi satu kesatuan dengan hukum lingkungan, sebagaimana telah dijabarkan di atas. Sebagai informasi, secara historis, konsep ini pernah ditegaskan dalam SK Ketua MA 36/KMA.SK/II.2013. Dalam perkembangannya, SK tersebut telah dicabut oleh Perma 1/2023. Kini, dalam Perma 1/2023 penerapan tanggung jawab mutlak diatur dalam Pasal 38 s.d. Pasal 40.

    Disarikan dari Strict Liability, Jurus Ampuh Hukum Lingkungan Menjerat Korporasi Tanpa Buktikan Unsur Kesalahan, dalam praktiknya, para praktisi hukum memiliki pandangan yang berbeda mengenai penerapan strict liability, sehingga hal ini menjadi kendala dan hambatan dalam praktik di peradilan.

    Dengan demikian, dapat kami simpulkan bahwa meskipun pengaturan mengenai strict liability telah diatur sedemikian rupa dalam peraturan perundangan-undangan, akan tetapi dalam praktiknya, penerapan strict liability tidaklah mudah.

    Perkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwibahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di sini.

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

    DASAR HUKUM

    Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
    Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
    Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
    Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja
    Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
    Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-undang
    Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2023 tentang Pedoman Mengadili Perkara Lingkungan Hidup

    REFERENSI

    1. Ahmad Rofiq dan Pujiyo. Asas Strict Liability sebagai Penyeimbang Asas Kesalahan dalam Hukum Pidana Indonesia. Journal of Judicial Review, Vol. 22, No. 2, 2023;
    2. Barda Nawawi Arief. Perbandingan Hukum Pidana. Jakarta:  Rajawali Pers, 2011;
    3. Brahmantiyo Rasyidi (et.al). Asas Pertanggungjawaban Mutlak (Strict Liability) dalam Penuntutan Tindak Pidana Lingkungan oleh Korporasi. Jurnal Humaniora: Jurnal Hukum dan Ilmu Sosial, Vol. 1, No. 2, 2023;
    4. Hamzah Hatrik. Asas Pertanggungjawaban Korporasi dalam Hukum Pidana Indonesia. Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1996;
    5. Kristian. Penerapan Sistem Pertanggungjawaban Pidana bagi Lembaga Perbankan Ditinjau dari Sistem Pertanggungjawaban Pidana Korporasi. Syiar Hukum Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 17, No. 2, 2019;
    6. Russel Heaton. Criminal Law Textbook. London: Oxford University Press, 2006.

    [1] Russel Heaton. Criminal Law Textbook. London: Oxford University Press, 2006, hal. 403

    [2] Barda Nawawi Arief. Perbandingan Hukum Pidana. Jakarta:  Rajawali Pers, 2011, hal. 31-32

    [3] Kristian. Penerapan Sistem Pertanggungjawaban Pidana bagi Lembaga Perbankan Ditinjau dari Sistem Pertanggungjawaban Pidana Korporasi. Syiar Hukum Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 17, No. 2, 2019, hal. 120

    [4] Brahmantiyo Rasyidi (et.al). Asas Pertanggungjawaban Mutlak (Strict Liability) dalam Penuntutan Tindak Pidana Lingkungan oleh Korporasi. Jurnal Humaniora: Jurnal Hukum dan Ilmu Sosial, Vol. 1, No. 2, 2023, hal. 44

    [5] Hamzah Hatrik. Asas Pertanggungjawaban Korporasi dalam Hukum Pidana Indonesia. Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1996, hal. 13

    [6] Ahmad Rofiq dan Pujiyo. Asas Strict Liability sebagai Penyeimbang Asas Kesalahan dalam Hukum Pidana Indonesia. Journal of Judicial Review, Vol. 22, No. 2, 2023, hal. 322

    [7] Penjelasan Pasal 22 angka 33 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja yang mengubah Penjelasan Pasal 88 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

    TAGS

    Punya masalah hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Powered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Semua

    TIPS HUKUM

    Lihat Semua
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda