Akhir-akhir ini ramai soal Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menjatuhkan sanksi pemberhentian tetap terhadap Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU). Memangnya apa saja tugas dan wewenang dari DKPP? Dan apakah berwenang untuk memecat ketua KPU?
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (“DKPP”) adalah lembaga yang menangani pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu dan merupakan lembaga yang kedudukannya sejajar dengan KPU dan Bawaslu. Salah satu wewenang dari DKPP adalah memberikan sanksi kepada penyelenggara pemilu yang terbukti melanggar kode etik.
Lantas, apakah DKPP memiliki kewenangan untuk memecat ketua KPU?
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalanselengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP)
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Sebelum lebih jauh membahas mengenai Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (“DKPP”), penting untuk kita ketahui terlebih dahulu mengenai, apa itu DKPP? Lutfi Chakim mendefinisikan DKPP sebagai suatu lembaga yang dibentuk dengan tujuan untuk menjaga kemandirian, integritas dan kredibilitas Komisi Pemilihan Umum (“KPU”) dan Badan Pengawas Pemilu (“Bawaslu”) agar Pemilu tentu berjalan dengan baik dan benar.[1]
Selain itu juga, Pasal 1 angka 24 UU Pemilu menjelaskan bahwa DKPP adalah lembaga yang menangani pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu.
Penting untuk diketahui juga, bahwa pada dasarnya kedudukan DKPP adalah sejajar dengan KPU dan Bawaslu.[2]
Selanjutnya, DKPP dibentuk untuk memeriksa dan memutus aduan dan/atau laporan adanya dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh anggota KPU, anggota KPU provinsi, anggota KPU kabupaten/kota, anggota Bawaslu, anggota Bawaslu provinsi, dan anggota Bawaslu kabupaten/kota.[3] Mengenai pembentukannya, DKPP dibentuk paling lama 2 bulan sejak anggota KPU dan anggota Bawaslu mengucapkan sumpah/janji.[4]
Kode etik penyelenggara pemilu sendiri adalah suatu kesatuan kesatuan asas moral, etika, dan filosofis yang menjadi pedoman perilaku bagi penyelenggara pemilu berupa kewajiban atau larangan, tindakan dan/atau ucapan yang patut atau tidak patut dilakukan oleh penyelenggara pemilu.[5] Yang dimaksud penyelenggara pemilu sendiri ialah lembaga yang menyelenggarakan pemilu yang terdiri atas KPU, Bawaslu, dan DKPP sebagai satu kesatuan fungsi penyelenggaraan pemilu untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, anggota, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden, dan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Daerah secara langsung oleh rakyat.[6]
Di samping itu, dalam menyusun dan menetapkan kode etik, DKPP bertujuan untuk menjaga kemandirian, integritas, dan kredibilitas anggota KPU, KPU kabupaten/kota, PPK, PPS, KPPS, PPLN, KPPSLN serta anggota Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Bawaslu kabupaten/kota, Panwaslu kecamatan, Panwaslu kelurahan/desa, Panwaslu Luar Negeri, dan Pengawas TPS.[7] Sifat dari kode etik ini adalah mengikat dan wajib dipenuhi.[8]
Dalam menangani pelanggaran kode etik, DKPP bersidang untuk melakukan pemeriksaan dugaan adanya pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh KPU, anggota KPU provinsi, anggota KPU kabupaten/kota, anggota Bawaslu provinsi dan anggota bawaslu kabupaten/kota.[9] Penegakkan kode etik yang dilakukan DKPP ini, menerapkan model persidangan bersifat terbuka dan didesain sebagai badan peradilan etika (courts of ethics) yang menerapkan semua prinsip layaknya dalam sebuah peradilan.[10]
Lantas, apa saja tugas dan wewenang dari DKPP?
Tugas dan Wewenang DKPP
Menjawab pertanyaan Anda, mengenai tugas dan wewenang dari DKPP, dapat dilihat pada pengaturan Pasal 159 UU Pemilu. Yang mana DKPP bertugas untuk:
Menerima aduan dan/atau laporan dugaan adanya pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh penyelenggara pemilu; dan
Melakukan penyelidikan dan verifikasi, serta pemeriksaan atas aduan dan/atau laporan dugaan adanya pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh penyelenggara pemilu.
Memanggil penyelenggara pemilu yang diduga melakukan pelanggaran kode etik untuk memberikan penjelasan dan pembelaan;
Memanggil pelapor, saksi, dan/atau pihak lain yang terkait untuk diminta keterangan, termasuk untuk diminta dokumen atau bukti lain;
Memberikan sanksi kepada penyelenggara pemilu yang terbukti melanggar kode etik; dan
Memutus pelanggaran kode etik.
Selain itu, terdapat juga kewajiban yang dimiliki oleh DKPP, yaitu:[12]
Menerapkan prinsip menjaga keadilan, kemandirian, imparsialitas, dan transparansi;
Menegakkan kaidah atau norma etika yang berlaku penyelenggara pemilu;
Bersikap netral, pasif, dan tidak memanfaatkan kasus yang timbul untuk popularitas pribadi; dan
Menyampaikan putusan kepada pihak terkait untuk ditindaklanjuti.
Mengenai kewenangan DKPP dalam memberikan sanksi kepada penyelenggara pemilu yang terbukti melanggar kode etik, sanksi tersebut dapat berupa:[13]
Teguran tertulis;
Pemberhentian sementara; atau
Pemberhentian tetap.
Sanksi pemberhentian tetap ini dapat terdiri dari:[14]
Pemberhentian dari koordinator divisi;
Pemberhentian dari jabatan ketua; dan
Pemberhentian tetap sebagai anggota.
Kemudian, patut Anda ketahui pula, demi menjalankan tugas dan fungsi dalam penegakan kode etik penyelenggara pemilu, DKPP membentuk peraturan DKPP dan menetapkan Keputusan DKPP.[15] Sekretariat DKPP juga dibentuk, untuk mendukung kelancaran tugas dan wewenang DKPP.[16]
Dari penjelasan di atas, DKPP memiliki kewenangan untuk memberikan sanksi kepada penyelenggara pemilu yang terbukti melanggar kode etik. Oleh karena itu, DKPP memiliki kewenangan untuk memberikan sanksi pemberhentian tetap atau memecat ketua KPU jika memang terbukti melanggar kode etik.
Perkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwibahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di sini.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
DASAR HUKUM
Undang- Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023
Peraturan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Kode Etik Beracara Penyelenggara Pemilihan Umum
Peraturan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum Nomor 2 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Beracara Kode Etik Penyelenggara Pemilihan Umum
Peraturan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum Nomor 1 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Beracara Kode Etik Penyelenggara Pemilihan Umum
Peraturan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum Nomor 1 Tahun 2022 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Beracara Kode Etik Penyelenggara Pemilihan Umum
Referensi
M. Lutfi Chakim, Desain Institusional Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Sebagai Peradilan Etik, Jurnal Konstitusi, Vol. 11, No. 2, 2014;
Saleh et al., Hukum Acara Sidang Etik Penyelenggara Pemilu, Jakarta: Sinar Grafika, 2017.
[1] M. Lutfi Chakim, Desain Institusional Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Sebagai Peradilan Etik, Jurnal Konstitusi, Vol. 11, No. 2, 2014, hal. 407
[2] Saleh et al., Hukum Acara Sidang Etik Penyelenggara Pemilu, Jakarta: Sinar Grafika, 2017, hal. 8