Intisari:
Akan tetapi menurut Juanda Pangaribuan, Advokat Spesialisasi Ketenagakerjaan dan Hakim Ad Hoc pada Pengadilan Hubungan Industrial (2006-2016), pemberlakuan masa kerja selama 6 (enam) bulan tersebut tidak membatalkan perjanjian kerja. Yang batal hanyalah kelebihan waktu tersebut saja (kelebihan 3 bulan). Artinya, masa percobaan tetap sah tetapi harus dihitung 3 bulan. Menurut Juanda, apabila pekerja tidak perform, perusahaan dapat langsung memutus perjanjian kerjanya karena itulah tujuan dari masa percobaan, yaitu menguji kelayakan pekerja selama maksimal 3 bulan. Juanda Pangaribuan juga berpendapat apabila hubungan kerja dalam masa percobaan tersebut diakhiri tanpa pemberitahuan tertulis, pada dasarnya itu tidak berakibat apa-apa terhadap pengakhiran tersebut. Menurutnya, tidak ada norma undang-undang yang bisa menjadi rujukan untuk menyatakan tindakan tersebut menjadi batal. Apabila terdapat syarat pemberitahuan jika ada pengkahiran hubungan kerja paling lambat 3 bulan sebelumnya dalam perjanjian kerja dan syarat tersebut tidak dilaksanakan, hal itu tidak memberi akibat hukum sehingga penghentian hubungan kerja dalam masa percobaan tetap dapat dibenarkan. Namun, adakah langkah hukum yang dapat Anda lakukan? Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini. |
Ulasan:
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Dasar Hukum Probation dan Ketentuannya
Berdasarkan Pasal 58 ayat (1) dan (2) UU Ketenagakerjaan, masa percobaan tidak dapat diberlakukan dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (“PKWT”). Apabila dalam PKWT diberlakukan ketentuan masa percobaan, maka ketentuan tersebut menjadi batal demi hukum atau dianggap tidak pernah ada.
Ini artinya, masa percobaan hanya dapat diberlakukan bagi pekerja dengan Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (“PKWTT”) dan mengenai lamanya masa percobaan, hanya dapat berlaku selama 3 (tiga) bulan.
[1] Selain itu, ketentuan dalam Pasal 5 ayat (2) Kepmenaker 150/2000 menambahkan, masa percobaan selama 3 bulan ini hanya boleh diadakan dalam satu kali masa kerja. Pengusaha yang menerima pekerja yang sebelumnya pernah mengikuti magang atau
job training di perusahaannya atau di perusahaan yang ditunjuk oleh pengusaha yang bersangkutan tidak boleh mensyaratkan adanya masa percobaan.
[2]
Namun, perlu diperhatikan bahwa syarat adanya masa percobaan kerja harus dicantumkan dalam perjanjian kerja. Apabila perjanjian kerja dilakukan secara lisan, maka syarat masa percobaan kerja harus diberitahukan kepada pekerja yang bersangkutan dan dicantumkan dalam surat pengangkatan. Dalam hal tidak dicantumkan dalam perjanjian kerja atau dalam surat pengangkatan, maka ketentuan masa percobaan kerja dianggap tidak ada.
[3]
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) pada Masa Percobaan
Dalam praktik, pada klausul masa percobaan di perjanjian kerja biasanya diatur tentang jika pekerja tidak memenuhi standar yang dibutuhkan perusahaan. Apabila masa percobaan selesai dan perusahaan tidak mau mempekerjakan pekerja tersebut lebih lanjut, perusahaan berhak mengakhiri PKWTT tersebut. Dalam perjanjian kerja juga biasanya diatur pemberitahuan yang harus dilakukan dalam jangka waktu tertentu kepada para pihak yang ingin mengakhiri perjanjian.
Selain itu, pemutusan hubungan kerja dengan pekerja yang masih berada dalam masa percobaan juga tidak memerlukan penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.
[4]
Namun, masa percobaan sebagaimana dijelaskan di atas hanya boleh diberlakukan paling lama 3 (tiga) bulan dan hanya boleh diadakan untuk satu kali masa percobaan kerja. Masa percobaan kerja Anda yang selama 6 (enam) bulan tersebut jelas bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Akan tetapi menurut Juanda Pangaribuan, Advokat Spesialisasi Ketenagakerjaan dan Hakim Ad Hoc pada Pengadilan Hubungan Industrial (2006-2016), pemberlakuan masa kerja selama 6 (enam) bulan tersebut tidak membatalkan perjanjian kerja. Yang batal hanyalah kelebihan waktu tersebut saja (kelebihan 3 bulan). Artinya, masa percobaan tetap sah tetapi harus dihitung 3 bulan.
Kemudian berdasarkan keterangan Anda, ada salah satu pasal dalam Employment Agreement (perjanjian kerja) yang berbunyi “Apabila salah satu pihak antara karyawan atau perusahaan ingin mengakhiri perjanjian ini, maka harus dilakukan pemberitahuan secara tertulis paling lambat 3 bulan sebelumnya”. Kemudian ternyata Anda diputus hubungan kerjanya tanpa ada pemberitahuan tertulis terlebih dahulu sebagaimana diatur dalam ketentuan perjanjian kerja tersebut dengan alasan tidak sejalan dengan konsep dan strategi perusahaan.
Lazimnya, sebagai bentuk pembinaan perusahaan kepada karyawan sebelum melakukan PHK adalah dengan menerbitkan Surat Peringatan terlebih dahulu. Terkait hal ini, Pasal 161 UU Ketenagakerjaan mengatur:
Dalam hal pekerja/buruh melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama, pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja, setelah kepada pekerja/buruh yang bersangkutan diberikan surat peringatan pertama, kedua, dan ketiga secara berturut-turut.
Namun, bagi pekerja dalam masa percobaan, menurut Juanda Pangaribuan, ketentuan Pasal 161 UU ketenagakerjaan tersebut tidak perlu diterapkan. Apabila pekerja tidak perform, perusahaan dapat langsung memutus perjanjian kerjanya karena itulah tujuan dari masa percobaan, yaitu menguji kelayakan pekerja selama maksimal 3 bulan.
Juanda Pangaribuan juga berpendapat apabila hubungan kerja dalam masa percobaan tersebut diakhiri tanpa pemberitahuan tertulis, pada dasarnya itu tidak berakibat apa-apa terhadap pengakhiran tersebut. Beliau menambahkan, tidak ada norma undang-undang yang bisa menjadi rujukan untuk menyatakan tindakan tersebut menjadi batal. Juanda Pangaribuan menyimpulkan bahwa apabila terdapat syarat pemberitahuan jika ada pengkahiran hubungan kerja paling lambat 3 bulan sebelumnya dalam perjanjian kerja dan syarat tersebut tidak dilaksanakan, hal itu tidak memberi akibat hukum sehingga penghentian hubungan kerja dalam masa percobaan tetap dapat dibenarkan.
Berdasarkan penjelasan tersebut, menurut hemat kami dengan mengacu pada pendapat Juanda Pangaribuan, maka pemutusan hubungan kerja Anda dengan alasan tidak sejalan dengan konsep dan strategi perusahaan sebelum masa waktu percobaan Anda berakhir sebagaimana Anda tanyakan bukanlah suatu pelanggaran hukum.
Langkah-Langkah yang Dapat Anda Lakukan
Dalam kasus Anda, telah terjadi perselisihan pemutusan hubungan kerja, yaitu perselisihan yang timbul karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan oleh salah satu pihak.
[5]
Adapun langkah yang dapat Anda lakukan jika Anda tidak sependapat dengan perusahaan mengenai pemutusan hubungan kerja menurut Pasal 3 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (“UU Nomor 2/2004”) adalah dengan terlebih dahulu menyelesaikannya melalui perundingan bipartit secara musyawarah untuk mencapai mufakat antara Anda dengan perusahaan.
Apabila upaya tersebut gagal, salah satu atau kedua belah pihak mencatatkan perselisihannya kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan pada wilayah perusahaan Anda dengan melampirkan bukti bahwa upaya-upaya penyelesaian melalui perundingan telah dilakukan. Nantinya, Anda dan perusahaan akan ditawarkan upaya penyelesaian perselisihan. Untuk perselisihan pemutusan hubungan kerja, pilihan upaya penyelesaian perselisihannya adalah atau konsiliasi atau mediasi.
[6]
Mediasi adalah penyelesaian perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja, dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih mediator yang netral.
[7]
Sementara itu,
konsiliasi adalah penyelesaian perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja atau perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih konsiliator yang netral.
[8]
Dalam hal upaya penyelesaian perselisihan melalui konsiliasi atau mediasi tidak mencapai kesepakatan, maka Anda dapat mengajukan gugatan kepada Pengadilan Hubungan Industrial (“PHI”).
[9]
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar hukum:
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial;
Catatan:
Kami telah melakukan wawancara dengan Juanda Pangaribuan via WhatsApp pada 8 Juni 2018 pukul 16.11 WIB.
[1] Pasal 60 ayat (1) UU Ketenagakerjaan
[2] Pasal 5 ayat (3) Kepmenaker 150/2000
[3] Penjelasan Pasal 60 ayat (1) UU Ketenagakerjaan
[4] Pasal 154 huruf a jo. Pasal 151 ayat (3) UU Ketenagakerjaan
[5] Pasal 1 angka 4 UU 2/2004
[7] Pasal 1 angka 11 UU 2/2004
[8] Pasal 1 angka 13 UU 2/2004