Si B membeli tanah milik si A senilai Rp1 juta yang dicicil 2 kali. Si B membuat surat pernyataan dengan cap jempol, namun kuintansi sebagai bukti pembayaran yang diberikan si A bukan tanda tangan si B, melainkan si C (anggota keluarga B). Seiring berjalannya waktu, tanah tersebut ada yang mengklaim dengan membawa alas hak tanah tersebut. Si B akhirnya mengajukan gugatan perdata ke PN. Yang saya tanyakan, apakah tanda tangan yang berbeda (cap jempol untuk surat pernyataan dan tanda tangan orang lain di kuintansi) itu sah menurut hukum untuk dijadikan alat bukti dalam persidangan?
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
Surat-surat yang Anda terangkan kami asumsikan sebagai bukan akta autentik atau bukan akta yang dibuat oleh atau di hadapan notaris.
Surat yang ditandatangani oleh orang lain selain yang berkepentingan, berarti telah dibuat oleh orang yang tidak berwenang, kecuali ada pemberian kuasa kepada penanda tangan untuk menandatangani untuk dan atas nama yang berkepentingan.
Mengenai surat dengan cap jempol, surat tersebut dapat disamakan dengan surat yang dibubuhi tanda tangan apabila memenuhi syarat-syarat yang ditentukan oleh hukum.
Namun, baik surat yang ditandatangani oleh penerima kuasa maupun dengan cap jempol, sepanjang merupakan akta di bawah tangan, tidak akan memiliki kekuatan pembuktian sebagaimana akta autentik.
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda klik ulasan di bawah ini.
Sebagai informasi tambahan, sebagaimana yang diulas dalam artikel Syarat dan Kekuatan Hukum Alat Bukti Elektronik, saat ini informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil cetakannya juga merupakan alat bukti hukum yang sah, selain alat bukti yang telah tersebut di atas.
Akta di Bawah Tangan dan Fungsi Tanda Tangan
Sebelumnya, kami asumsikan bahwa surat-surat yang Anda maksud bukanlah akta autentik atau bukan akta yang dibuat oleh atau di hadapan notaris.
Surat/akta yang ditandatangani di bawah tangan dan dibuat tidak dengan perantaraan pejabat umum (seperti notaris), misalnya akta jual beli, sewa menyewa, utang piutang dan lain sebagainya, disebut dengan akta bawah tangan.[1]
Sehingga, dapat disimpulkan bahwa adanya tanda tangan dalam suatu surat/akta merupakan bukti tertulis dari kesepakatan pihak yang menandatanganinya.
Untuk menjawab pertanyaan Anda, kami akan membagi pembahasan menjadi 2 bagian, mengenai surat yang ditandatangani orang lain dan mengenai surat yang menggunakan cap jempol.
Dalam artikel yang sama, Abdulkadir Muhammad dalam bukunya Hukum Perikatan (hal. 93) menyatakan bahwa kecakapan untuk membuat suatu perjanjian harus dimaknai juga sebagai kewenangan untuk membuat perjanjian.
Seseorang dikatakan memiliki kewenangan apabila ia mendapatkan kuasa dari pihak ketiga untuk melakukan perbuatan hukum tertentu, dalam hal ini membuat perjanjian.
Berkaitan dengan pertanyaan Anda, penandatanganan surat/kuitansi oleh C tidak menunjukkan kesepakatan B atas isi kuitansi tersebut, karena para pihak yang memiliki hubungan hukum adalah A dan B dalam jual beli tanah. Sebagai informasi, kuitansi bisa berfungsi sebagai perjanjian sebagaimana yang diterangkan dalam artikel Apakah Kuitansi Bisa Berfungsi Sebagai Perjanjian?
Artinya, kuitansi tersebut telah ditandatangani oleh pihak yang tidak berwenang, kecuali B telah memberi kuasa kepada C untuk menandatangani kuitansi tersebut untuk dan atas nama B.
Pemberian kuasa, sebagaimana diterangkan Pasal 1793 KUH Perdata, dapat diberikan dan diterima dengan suatu akta umum, dengan suatu surat di bawah tangan bahkan dengan sepucuk surat ataupun dengan lisan.
Jadi, jika ada pemberian kuasa, meski lisan, penandatanganan kuitansi tersebut dapat dibenarkan dan dapat menjadi alat bukti di persidangan.
Cap jempol yang dibubuhkan sebagai pengganti tanda tangan dapat disamakan kedudukannya dengan tanda tangan, namun dengan syarat surat tersebut disahkan dengan suatu surat yang bertanggal oleh notaris atau pejabat lain yang berwenang, dengan memuat pernyataan dari pejabat tersebut yang memuat:[3]
bahwa orang yang membubuhkan cap jempol dikenal atau diperkenalkan kepadanya;
bahwa isi surat telah dijelaskan kepada pembubuh cap jempol; dan
bahwa cap jempol tersebut dibubuhkan di hadapannya.
Berdasarkan ketentuan di atas, apabila syarat-syarat tersebut tidak terpenuhi, maka cap jempol tidak dapat dipersamakan dengan tanda tangan.
Kekuatan Pembuktian
Menurut Subekti dalam buku Hukum Pembuktian, dalam suatu akta di bawah tangan, pemeriksaan akan kebenaran tanda tangan justru adalah acara pemeriksaan pertama (hal. 31).
Jika ada yang memungkiri tanda tangan tersebut, pihak lain harus mencari bukti bahwa benar tanda tangan itu dibubuhkan orang yang memungkirinya (hal. 31).
Jika tanda tangan itu sudah diakui, akta di bawah tangan itu memberikan orang-orang yang menandatanganinya, suatu bukti yang sempurna layaknya akta autentik (hal. 31).
Dengan dipersamakan dengan akta autentik, maka akta di bawah tangan itu merupakan bukti yang mengikat, bahwa apa yang ditulis dalam akta itu harus dipercaya hakim sebagai benar selama ketidakbenarannya tidak dibuktikan. Akta tersebut juga menjadi bukti yang sempurna, artinya akta itu sudah tidak memerlukan penambahan pembuktian lain (hal. 29).
Oleh karena surat-surat yang Anda maksud tidak dijelaskan statusnya dan kami asumsikan sebagai akta di bawah tangan, maka surat-surat itu dapat dibawa ke pengadilan sebagai alat bukti, namun kekuatan pembuktiannya tidak mengikat dan tidak sesempurna akta autentik, sehingga harus dibuktikan dulu kebenaran isi dan tanda tangan atau cap jempolnya.
Dalam eksepsi, Para Tergugat berpendapat bahwa surat kuasa khusus dari Para Penggugat kepada seorang advokat tidak sah (hal. 12).
Namun, Majelis Hakim berpendapat pembubuhan waarmerking dalam surat kuasa khusus kuasa hukum Para Penggugat sudah tepat dilakukan karena waarmerking di hadapan notaris, dimana pengesahan sidik jari/cap jempol ini lebih dikenal dengan waarmerking (hal. 13).
Dengan kata lain, cap jempol dipersamakan dengan tanda tangan pada suatu akta di bawah tangan, yaitu cap jempol yang dikuatkan dengan suatu keterangan yang diberi tanggal oleh seorang Notaris atau pejabat lain yang ditunjuk oleh undang-undang yang menyatakan bahwa notaris atau pejabat lain tersebut mengenal orang yang membubuhkan sidik jari atau orang itu diperkenalkan kepadanya dan isi akta itu telah dibacakan dan dijelaskan yang bersangkutan (hal. 13).
Dalam putusannya, Majelis Hakim menolak eksepsi Para Tergugat dan gugatan Para Penggugat (hal. 17).
Namun, yang patut diperhatikan adalah bahwa cap jempol dalam suatu perjanjian adalah sah dan dapat dipersamakan dengan tanda tangan yang dibubuhi di atas akta di bawah tangan, namun cap jempol tersebut harus melalui waarmerking.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata-mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.