KlinikBerita
New
Hukumonline Stream
Data PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Kedudukan Perjanjian Terapeutik dan Informed Consent dalam KUH Perdata

Share
Perdata

Kedudukan Perjanjian Terapeutik dan Informed Consent dalam KUH Perdata

Kedudukan Perjanjian Terapeutik dan <i>Informed Consent</i> dalam KUH Perdata
Natasya Widjaja, S.H. Samuel Hutabarat & Partners

Bacaan 10 Menit

Article Klinik

PERTANYAAN

Bagaimana kedudukan hukum perjanjian terapeutik dan informed consent dalam KUH Perdata?

Daftar Isi

    INTISARI JAWABAN

    Perjanjian terapeutik adalah kontrak yang dibuat antara pasien dengan tenaga kesehatan dimana tenaga kesehatan berusaha melakukan upaya maksimal untuk melakukan penyembuhan terhadap pasien sesuai dengan kesepakatan yang dibuat diantara keduanya, dan pasien berkewajiban untuk membayar biaya penyembuhannya. Sedangkan informed consent adalah persetujuan mengenai akan dilakukannya tindakan kedokteran oleh dokter terhadap pasiennya.

    Dengan demikian, informed consent merupakan aspek penting sebelum terjadinya perjanjian terapeutik. Lantas, bagaimana kedudukan perjanjian terapeutik dan informed consent dalam KUH Perdata?

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

    Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul Kedudukan Perjanjian Terapeutik dan Informed Consent yang dibuat oleh Phalita Gatra, S.H. dan dipublikasikan pada 27 Maret 2019.

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

    Sebelum menjawab inti pertanyaan Anda tentang kedudukan perjanjian terapeutik dan informed consent dalam KUH Perdata, mari kita ketahui terlebih dahulu masing-masing pengertian dari perjanjian, perjanjian terapeutik, dan informed consent.

    Pengertian Perjanjian, Perjanjian Terapeutik, dan Informed Consent

    Perjanjian dalam KUH Perdata dikenal dengan istilah persetujuan, yaitu suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih.[1]

    Kemudian, disarikan dari artikel Perbedaan antara Perikatan dan Perjanjian, Subekti dalam bukunya Hukum Perjanjian (hal. 1) membedakan pengertian perjanjian dengan perikatan. Subekti menyatakan bahwa hubungan antara perikatan dan perjanjian adalah perjanjian itu menerbitkan perikatan. Kemudian, perjanjian adalah sumber perikatan, di samping sumber-sumber lain. Suatu perjanjian juga dinamakan persetujuan, karena dua pihak itu setuju untuk melakukan sesuatu.

    Selanjutnya, terapeutik berasal dari kata therapeutic yang artinya berkaitan dengan terapi atau pengobatan.

    Adapun menurut H. Salim HS dalam buku Perkembangan Hukum Kontrak di Luar KUH Perdata (hal. 46), yang dimaksud dengan perjanjian terapeutik adalah kontrak yang dibuat antara pasien dengan tenaga kesehatan dan/atau dokter atau dokter gigi, dimana tenaga kesehatan dan/atau dokter gigi berusaha melakukan upaya maksimal untuk melakukan penyembuhan terhadap pasien sesuai dengan kesepakatan yang dibuat diantara keduanya, dan pasien berkewajiban untuk membayar biaya penyembuhannya.

    Selanjutnya, menurut Cecep Triwibowo dalam bukunya Etika dan Hukum Kesehatan (hal. 64) perjanjian terapeutik adalah perikatan yang dilakukan antara dokter dan tenaga kesehatan dengan pasien, berupa hubungan hukum yang melahirkan hak dan kewajiban bagi kedua belah pihak.

    Mengacu kepada syarat sah penjanjian, lebih lanjut Cecep Triwibowo menjelaskan dalam buku yang sama (hal. 65) bahwa perjanjian terapeutik harus dilakukan oleh orang-orang yang cakap. Pihak penerima pelayanan medis adalah pasien, sedangkan pihak pemberi pelayanan medis adalah dokter dan tenaga kesehatan.

    Kemudian, Cecep Triwibowo menjelaskan bahwa perjanjian terapeutik memiliki objek yakni pelayanan medis atau upaya penyembuhan. Sebab yang halal yang terdapat dalam perjanjian terapeutik adalah dimana tujuan daripada upaya penyembuhan adalah pemeliharaan dan peningkatan kesehatan yang berorientasi atas asas kekeluargaan, mencakup kegiatan peningkatan kualitas kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif), dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif).[2]

    Sedangkan persetujuan tindakan medik atau informed consent adalah persetujuan mengenai akan dilakukannya tindakan kedokteran oleh dokter terhadap pasiennya. Persetujuan ini bisa dalam bentuk lisan maupun tertulis. Pada dasarnya, informed consent adalah suatu proses komunikasi antara dokter dengan pasien mengenai kesepakatan tindakan medis yang akan dilakukan dokter terhadap pasien.[3]

    Informed consent juga dapat diartikan sebagai bentuk persetujuan yang diberikan oleh pasien atau keluarganya atas dasar penjelasan mengenai tindakan medis yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut.[4]

    Lebih lanjut, informed consent diperlukan untuk memastikan bahwa pasien telah mengerti semua informasi yang dibutuhkan untuk membuat keputusan, pasien mampu memahami informasi yang relevan, dan pasien dapat memberi persetujuan.[5]

    Berdasarkan doktrin informed consent, informasi yang harus diberitahukan adalah sebagai berikut:[6]

    1. diagnosa yang ditegakkan;
    2. sifat dan luasnya tindakan yang akan dilakukan;
    3. manfaat dan urgensinya dilakukan tindakan tersebut;
    4. risiko-risiko dari tindakan tersebut;
    5. konsekuensinya apabila tidak dilakukan tindakan; dan
    6. kadangkala biaya-biaya yang menyangkut tindakan tersebut.

    Sebagai informasi tambahan, informed consent dapat dibagi menjadi dua bentuk yaitu:[7]

    1. Informed consent yang dinyatakan secara tegas: dapat dinyatakan dengan lisan maupun tulisan; atau
    2. Informed consent yang dinyatakan secara diam-diam/tersirat: dapat dinyatakan dari gerakan pasien seperti menganggukan kepala, atau tindakan pasien yang tidak menolak tubuhnya diperiksa, dan sebagainya.

    Di Indonesia, informed consent diatur dalam UU Kesehatan, antara lain:

                Pasal 4 ayat (1) huruf j

    Setiap orang berhak memperoleh informasi tentang data kesehatan dirinya, termasuk tindakan dan pengobatan yang telah ataupun yang akan diterimanya dari tenaga medis dan/atau tenaga kesehatan;

    Pasal 293 ayat (1) dan (2)

    1. Setiap tindakan pelayanan kesehatan perseorangan yang dilakukan oleh tenaga medis dan tenaga kesehatan harus mendapat persetujuan.
    2. Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah pasien mendapat penjelasan yang memadai.           

    Sehingga, dapat kami simpulkan bahwa perjanjian terapeutik merupakan perjanjian antara tenaga kesehatan dan/atau dokter dengan pasien setelah adanya persetujuan tindakan medik atau informed consent yang diberikan oleh pasien atau keluarganya, atas informasi medik terkait perkiraan penyakit, rencana tindakan, risiko, dan alternatif, serta perihal pembayaran. Dengan demikian, menurut hemat kami, informed consent (tahap pemberitahuan dan persetujuan) merupakan aspek penting sebelum terjadinya perjanjian terapeutik.

    Kedudukan Perjanjian Terapeutik dalam KUH Perdata

    Setelah memahami apa itu perjanjian terapeutik dan informed consent, barulah dapat dianalisa kedudukannya dalam KUH Perdata sebagai berikut:

    1. Perjanjian terapeutik merupakan perjanjian tidak bernama/tidak dikenal dalam KUH Perdata (innominaat).

    Perjanjian diatur dalam Buku III KUH Perdata tentang perikatan. Dalam Buku III tersebut, dikenal beberapa jenis perjanjian seperti jual-beli, sewa-menyewa, dan sebagainya. Akan tetapi, tidak dikenal mengenai perjanjian terapeutik sehingga perjanjian terapeutik merupakan sebuah perjanjian tidak bernama/tidak dikenal dalam KUH Perdata (innominaat).

    Baca juga: Macam-Macam Perjanjian dan Syarat Sahnya

    1. Keberlakuan perjanjian terapeutik tetap tunduk pada aturan KUH Perdata.

    Walaupun perjanjian terapeutik merupakan perjanjian innominaat, perjanjian terapeutik tetap tunduk pada aturan KUH Perdata sebagaimana diatur dalam Pasal 1319 yaitu:

    Semua persetujuan, baik yang mempunyai nama khusus maupun yang tidak dikenal dengan suatu nama tertentu, tunduk pada peraturan umum yang termuat dalam bab ini dan bab yang lain.

    1. Syarat sah perjanjian terapeutik menurut Pasal 1320 KUH Perdata adalah sebagai berikut:

     

    1. Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya, yaitu adanya kesepakatan yang terjadi antara dokter dan/atau tenaga medis dengan pasien atau keluarganya. Informed consent menjadi salah satu aspek kesepakatan dalam perjanjian terapeutik.
    2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan, dalam hal ini adalah pasien yang sudah dewasa dan cakap hukum merupakan kategori pasien yang cakap untuk membuat perjanjian terapeutik. Sedangkan pasien yang masih di bawah umur atau pasien yang berada di bawah pengampuan diwakilkan oleh wali atau pengampu dalam membuat perjanjian terapeutik.   
    3. Suatu pokok persoalan tertentu, yaitu dalam hukum perikatan sesuai KUH Perdata dikenal adanya dua macam perjanjian yaitu:[8]
    • inspanningsverbintenis, yakni perjanjian upaya, artinya kedua belah pihak yang berjanji berdaya upaya secara maksimal untuk mewujudkan apa yang diperjanjikan;
    • resultaatsverbintenis, yakni suatu perjanjian bahwa pihak yang berjanji akan memberikan suatu result yaitu semua hasil yang nyata sesuai dengan apa yang diperjanjikan.

    Dalam perjanjian terapeutik, objek yang diperjanjikan lebih sering mengenai usaha/upaya/proses (inspanningsverbintenis) penyembuhan pasien dengan layanan medis yang akan diberikan oleh dokter dan/atau tenaga medis. Dalam hal ini, dokter tidak menjanjikan hasil kesembuhan melainkan menjanjikan upaya maksimal dalam melakukan penyembuhan.

    Walaupun demikian, dalam praktiknya, tidak semua memperjanjikan usaha/upaya/proses (inspanningsverbintenis), ada beberapa kondisi yang memperjanjikan hasil akhir nyata (resultaatsverbintenis), seperti dokter gigi yang menjanjikan pemasangan kawat gigi atau tambalan pada lubang gigi yang rapi.

    1. Suatu sebab yang tidak dilarang, yakni objek perjanjian terapeutik (upaya/usaha/proses penyembuhan) tidak melanggar undang-undang atau peraturan lainnya. Dalam hal ini, contohnya terkait dengan penggunaan obat-obatan dalam proses penyembuhan harus mengikuti aturan undang-undang dan peraturan menteri kesehatan.

    Dengan demikian, perjanjian terapeutik dan informed consent memiliki kedudukan yang sama sebagaimana perjanjian dalam KUH Perdata, walaupun perjanjian terapeutik merupakan bentuk perjanjian tidak bernama dalam KUH Perdata. Kedudukan yang sama dalam KUH Perdata menempatkan keberlakuan (Pasal 1319 KUH Perdata) dan keabsahan (Pasal 1320 KUH Perdata) perjanjian terapeutik tetap tunduk pada aturan-aturan umum perjanjian di dalam KUH Perdata.

    Baca juga: Asas-asas dalam Pasal 1338 KUH Perdata

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

    Dasar Hukum:

    1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
    2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.

    Referensi:

    1. Achmad Busro. Aspek Hukum Persetujuan Tindakan Medis (Inform Consent) Dalam Pelayanan Kesehatan. Law & Justice Journal, Vol. 1, No. 1, 2018;
    2. Anggun Rezki Pebrina (et.al). Fungsi Penerapan Informed Consent sebagai Persetujuan pada Perjanjian Terapeutik. Zaaken: Journal of Civil and Business Law, Vol. 3, No. 3, 2022;
    3. Bahder Johan Nasution. Hukum Kesehatan: Pertanggungjawaban Dokter. Jakarta: Rineka Cipta, 2005;
    4. Cecep Triwibowo. Etika & Hukum Kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika, 2014;
    5. Eri Puji Kumalasari. Informed Consent dalam Penanganan Pasien Gawat Darurat di Puskesmas Kota Kediri Wilayah Selatan. SINAR Jurnal Kebidanan, Vol. 4, No. 1, 2022;
    6. H. Salim HS. Perkembangan Hukum Kontrak di Luar KUH Perdata, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006;
    7. Subekti. Hukum Perjanjian. Jakarta: PT Intermasa, 1984;
    8. Terapeutik, diakses pada 14 Agustus 2024, pukul 17.25 WIB.

    [1] Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

    [2] Cecep Triwibowo. Etika & Hukum Kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika, 2014, hal. 65

    [3] Achmad Busro. Aspek Hukum Persetujuan Tindakan Medis (Inform Consent) Dalam Pelayanan Kesehatan. Law & Justice Journal, Vol. 1, No. 1, 2018, hal. 3

    [4] Cecep Triwibowo. Etika & Hukum Kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika, 2014, hal. 70-71

    [5] Anggun Rezki Pebrina (et.al). Fungsi Penerapan Informed Consent sebagai Persetujuan pada Perjanjian Terapeutik. Zaaken: Journal of Civil and Business Law, Vol. 3, No. 3, 2022, hal. 480

    [6] Eri Puji Kumalasari. Informed Consent dalam Penanganan Pasien Gawat Darurat di Puskesmas Kota Kediri Wilayah Selatan. SINAR Jurnal Kebidanan, Vol. 4, No. 1, 2022, hal. 32

    [7] Cecep Triwibowo. Etika & Hukum Kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika, 2014, hal. 78-79

    [8] Bahder Johan Nasution. Hukum Kesehatan: Pertanggungjawaban Dokter. Jakarta: Rineka Cipta, 2005, hal.13

    TAGS

    Punya masalah hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Powered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Semua

    TIPS HUKUM

    Lihat Semua
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda