Bila saya digeledah oleh polisi dan terdapat narkotika di kantong baju saya, padahal barang haram tersebut bisa dipastikan milik teman saya dan dimasukkan oleh teman saya tanpa sepengetahuan saya. Apakah saya bisa dipidana jika tanpa disadari kedapatan membawa narkotika?
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
Pada dasarnya menurut UU Narkotika, setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan narkotika berpotensi dipidana dengan pidana penjara dan pidana denda.
Namun, jika seseorang kedapatan membawa narkotika tanpa disadari, apakah orang tersebut dapat dipidana? Bagaimana hukumnya?
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.
ULASAN LENGKAP
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul Bisakah Dipidana Jika Tanpa Disadari Kedapatan Membawa Narkotika? yang dibuat oleh Tri Jata Ayu Pramesti, S.H. dan dipublikasikan pada Kamis, 26 Juni 2014.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Sebelum menjawab pertanyaan Anda, sebaiknya kita pahami terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan narkotika. Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semi-sintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam beberapa golongan.[1]
Kemudian, ketentuan mengenai narkotika diatur dalam UU Narkotika dan Perppu Cipta Kerja yang telah disahkan menjadi undang-undang.
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Sebagai contoh, ketentuan pidana bagi setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan narkotika dapat dipidana berdasarkan Pasal 111, Pasal 112, Pasal 117, dan Pasal 122 UU Narkotika. Pada intinya, unsur keempat pasal tersebut mengatur mengenai perbuatan memiliki, menyimpan, atau menguasai narkotika. Adapun yang menjadi pembeda antara keempat pasal adalah jenis golongan narkotika yang diatur, yaitu Pasal 111 UU Narkotika mengatur terkait Narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman, Pasal 112 UU Narkotika mengatur terkait Narkotika Golongan I bukan tanaman, Pasal 117 UU Narkotika mengatur terkait Narkotika Golongan II, dan Pasal 122 UU Narkotika mengatur terkait Narkotika Golongan III.
Selengkapnya mengenai ketentuan pidana tersebut dapat Anda temukan pada Pasal 111 UU sampai dengan Pasal 148 UU Narkotika.
Kemudian dalam perkembangannya, terdapat ketentuan mengenai perubahan penggolongan narkotika yang diatur dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan yaitu Menteri Kesehatan.[2] Disarikan dari artikel Penggolongan Narkotika Terbaru dalam Permenkes, perubahan yang berlaku saat ini mengenai penggolongan narkotika dapat dilihat dalam Permenkes 36/2022. Sebagai informasi, dalam peraturan sebelumnya, yakni Permenkes 9/2022 diterangkan bahwa ada 201 narkotika yang masuk dalam kategori golongan I. Namun, dalam aturan terbaru ini, narkotika yang masuk dalam kategori golongan I berjumlah 209.
Sanksi Pidana Memiliki Narkotika
Karena dalam pertanyaan Anda tidak menyebutkan mengenai golongan narkotika apa yang ditemukan pada kantong baju Anda, maka kami akan menjawab pertanyaan Anda dengan menggunakan ketentuan dalam Pasal 112 ayat (1) UU Narkotika sebagai berikut:
Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I bukan tanaman, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 12 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp800 juta dan paling banyak Rp8 miliar.
Merujuk pada ketentuan di atas, menurut hemat kami UU Narkotika tidak mengatur secara spesifik mengenai bagaimana cara seseorang memiliki, menyimpan, atau menguasai narkotika ataupun dari mana narkotika tersebut berasal. Dalam hal ini, ketika narkotika ditemukan berada dalam penguasaan seseorang meskipun tanpa sepengetahuannya, orang tersebut tetap diduga telah memenuhi unsur “memiliki, menyimpan, atau menguasai narkotika” pada Pasal 112 ayat (1) UU Narkotika.
Lebih lanjut sehubungan dengan tugas dan kewenangan kepolisian, maka pemeriksaan yang dilakukan pihak kepolisian terhadap dugaan pemenuhan unsur tindak pidana narkotika tersebut telah sesuai dengan tugas dan wewenang kepolisian dalam UU Polri sebagai berikut:
Dalam melaksanakan tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia (“Polri”), Polri bertugas melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya
Pasal 16 ayat (1) huruf e UU Polri
Dalam rangka menyelenggarakan tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia di bidang proses pidana, Polri berwenang untuk melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat.
Akan tetapi, walaupun Anda sudah diproses oleh pihak kepolisian, namun pada tahap ini Anda belum dapat dinyatakan bersalah dan dijatuhkan pidana. Anda masih memiliki kesempatan untuk membuktikan bahwa Anda tidak bersalah. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 8 ayat (1) UU Kekuasaan Kehakiman yaitu:
Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, atau dihadapkan di depan pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sebelum ada putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Ketentuan Pasal 8 ayat (1) UU Kekuasaan Kehakiman dikenal sebagai asas praduga tak bersalah atau presumption of innocence yang merupakan asas mendasar dalam hukum pidana dan harus senantiasa didahulukan dalam setiap proses perkara.[3]
Kemudian, dalam hukum acara pidana, untuk membuktikan seseorang bersalah melanggar hukum atau tidak, maka hal tersebut harus dibuktikan dalam pembuktian pada persidangan. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh M. Yahya Harahap dalam bukunya yang berjudul Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP: Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali (hal. 273) sebagai berikut:
Pembuktian adalah ketentuan-ketentuan yang berisi penggarisan dan pedoman tentang cara-cara yang dibenarkan undang-undang membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa.
Lebih lanjut, ketentuan Pasal 183 KUHAP mengatur sebagai berikut:
Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.
Berdasarkan ketentuan di atas, jika Anda merasa narkotika yang Anda bawa bukan milik Anda, maka yang dapat Anda lakukan adalah membuktikannya di persidangan dan menyakinkan hakim bahwa narkotika tersebut bukan milik Anda. Selanjutnya, Hakim yang akan memutuskan apakah Anda dapat dijatuhkan pidana atau tidak.
Pada putusan tersebut, Majelis Hakim mempertimbangkan bahwa keberadaan benda jenis shabu-shabu dalam kantong terdakwa dari awal pemeriksaan sampai di persidangan tidak diakui terdakwa sebagai miliknya, dan tidak diketahui terdakwa darimana asalnya. Oleh karena itu, Majelis Hakim berpendapat bahwa maksud undang-undang dalam Pasal 112 ayat (1) UU Narkotika pada kalimat “memiliki, menyimpan, menguasai atau menyediakan Narkotika Golongan I” tersebut harus dimaksudkan bahwa benda itu di tangan terdakwa/pelaku, dan harus mengandung dua anasir yaitu “kekuasaan atas suatu benda” dan “adanya kemauan untuk memiliki benda itu”.
Kemudian, selain terdakwa tidak mengetahui dari mana benda itu berasal, terdakwa juga tidak mengetahui bagaimana masuknya benda itu atau siapa yang memasukkan ke dalam kantong terdakwa, sehingga terdakwa tidak menyadari bahwa benda itu ada dalam kantongnya. Dengan demikian, Majelis Hakim berpendapat tidak adil untuk menyatakan terdakwa telah memiliki, menyimpan, dan menguasai serta menyediakan narkotika jenis shabu-shabu sebagaimana dakwaan Jaksa Penuntut Umum (“JPU”). Sedangkan, terdakwa sendiri tidak kenal dengan benda yang ada dalam kantongnya, apa lagi dari mana datangnya benda tersebut sehingga harus dituduh berada dibawah penguasaannya.
Selain itu, hasil pemeriksaan tes urine terdakwa negatif, sehingga dapat dijadikan petunjuk bahwa terdakwa tidak memakai narkoba jenis shabu-shabu.
Sehingga dalam putusan tersebut, Majelis Hakim menyatakan bahwa terdakwa tidak terbukti secara sah dan tidak meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan JPU.
Putusan Pengadilan Tinggi Padang No. 222/PID/2011/PT.PDG.
Referensi:
Iradhati Zahra dan Yehezkiel Genta. Tinjauan Terhadap Asas Presumption of Guilt dalam Keadaan Tertangkap Tangan Tindak Pidana “Kepemilikan” Narkotika Sebagai Upaya Penegakan Hak Asasi Tersangka. Padjadjaran Law Review, PLEADS, Vol. 7, No. 1, 2019;
M. Yahya Harahap. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP: Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali (Edisi Kedua). Jakarta: Sinar Grafika, 2008.
[3] Iradhati Zahra dan Yehezkiel Genta. Tinjauan Terhadap Asas Presumption of Guilt dalam Keadaan Tertangkap Tangan Tindak Pidana “Kepemilikan” Narkotika Sebagai Upaya Penegakan Hak Asasi Tersangka. Padjadjaran Law Review, PLEADS, Vol. 7, No. 1, 2019, hal. 42.