KlinikBerita
New
Hukumonline Stream
Data PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Karyawan Lupa Isi Form Lembur, Wajibkah Upah Lembur Dibayarkan?

Share
Ketenagakerjaan

Karyawan Lupa Isi Form Lembur, Wajibkah Upah Lembur Dibayarkan?

Karyawan Lupa Isi Form Lembur, Wajibkah Upah Lembur Dibayarkan?
Renata Christha Auli, S.H.Si Pokrol

Bacaan 10 Menit

Karyawan Lupa Isi Form Lembur, Wajibkah Upah Lembur Dibayarkan?

PERTANYAAN

Perusahaan kami memiliki sistem absensi baru secara elektronik (aplikasi) di mana selain mencatat kehadiran, sistem tersebut juga mencatat jadwal cuti, lembur/overtime, dan business trip. Sebelumnya, absensi dilakukan secara manual. Setiap karyawan yang lembur/overtime harus mencatatkan dalam aplikasi online tersebut jika lembur/overtime, yang selanjutnya harus disetujui oleh atasannya agar dapat dibayarkan lemburnya. Sejak penggunaan sistem baru ini, banyak karyawan yang tidak tercatat lemburnya dengan berbagai alasan, di antaranya:

  • karyawan sudah absen dan mencatat lembur secara manual (pada kertas) dan telah mendapat persetujuan dengan form manual dari atasannya, namun karyawan lupa melakukan pencatatan lembur dalam aplikasi online;
  • atasan si karyawan lupa bahwa ia sudah memberikan persetujuan lembur dalam form manual (padahal sebelumnya atasan sudah menyetujui dalam form manual);
  • ada kesalahan tim HRD/tim finance dalam melakukan rekap absensi.

Karena permasalahan di atas, banyak karyawan yang tidak terbayarkan upah lemburnya di bulan yang seharusnya, sehingga menjadi dibayarkan pada bulan berikutnya. Hal ini menyebabkan banyak karyawan yang mengadukan ke HRD/finance.

Pertanyaannya:

  1. Apakah kesalahan karyawan yang tidak melakukan absensi sesuai ketentuan (yaitu menggunakan aplikasi) dapat dijadikan alasan perusahaan terlambat membayarkan lembur/overtime? Jika tidak, apa konsekuensinya dan apa yang harus dilakukan perusahaan?
  2. Apakah atasan si karyawan yang tidak memberikan persetujuan lembur serta staff HRD/staff finance yang melakukan kesalahan dalam rekap absensi dapat dikenakan peringatan/sanksi?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Sepanjang penelusuran kami, UU Ketenagakerjaan dan perubahannya tidak mengatur mengenai sistem absensi menggunakan aplikasi dan sanksinya jika karyawan lupa melakukan absensi atau isi form lembur melalui aplikasi online. Sehingga, ketentuan mengenai absensi karyawan melalui aplikasi termasuk dalam tata tertib perusahaan atau termasuk dalam syarat kerja yang memuat kewajiban pekerja. Dengan demikian, sanksi/konsekuensi bagi karyawan yang lupa melakukan absensi melalui aplikasi dapat diatur dalam peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, atau perjanjian kerja.

    Lantas, jika karyawan yang lembur sudah mengisi form lembur secara tertulis namun lupa mengisi form lembur pada aplikasi absensi online, apakah upah lembur tersebut tetap wajib dibayarkan kepada karyawan? Apa langkah hukum jika upah lembur terlambat dibayarkan oleh perusahaan?

     

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

     

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

    KLINIK TERKAIT

    Langkah Hukum Jika Pengusaha Tak Membayar Upah Lembur

    Langkah Hukum Jika Pengusaha Tak Membayar Upah Lembur

     

    Untuk menjawab pertanyaan Anda, kami akan jelaskan terlebih dahulu mengenai peraturan perusahaan, peraturan kerja bersama, dan perjanjian kerja.

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

     

    Pengertian PP, PKB, dan Perjanjian Kerja

    Menurut Pasal 1 angka 20 UU Ketenagakerjaan, peraturan perusahaan (“PP”) adalah peraturan yang dibuat secara tertulis oleh pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja dan tata tertib perusahaan.

    Sedangkan yang dimaksud dengan perjanjian kerja bersama (“PKB”) adalah perjanjian yang merupakan hasil perundingan antara serikat pekerja/serikat buruh atau beberapa serikat pekerja/serikat buruh yang tercatat pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dengan pengusaha, atau beberapa pengusaha atau perkumpulan pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban kedua belah pihak, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 21 UU Ketenagakerjaan.

    Sebagai informasi, perbedaan antara PP dan PKB terletak pada inisiatif pembuatannya. PP disusun oleh dan menjadi tanggung jawab pengusaha yang bersangkutan.[1] Namun dalam proses penyusunannya, pengusaha wajib memerhatikan saran dan pertimbangan dari wakil pekerja/buruh pada perusahaan tersebut. Jika di perusahaan telah terdapat serikat pekerja/serikat buruh, maka wakil pekerja/buruh merupakan pengurus serikat. Sementara jika di dalam perusahaan belum terbentuk serikat, maka dalam penyusunan PP, wakil pekerja/buruh dipilih secara demokratis untuk mewakili kepentingan buruh di perusahaan.[2]

    Berbeda dengan PP, PKB dibuat oleh serikat pekerja/serikat buruh atau beberapa serikat pekerja/serikat buruh yang telah tercatat pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dengan pengusaha atau beberapa pengusaha melalui mekanisme musyawarah.[3]

    Adapun menurut Pasal 1 angka 14 UU Ketenagakerjaan, perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak.

     

    Isi PP, PKB, dan Perjanjian Kerja

    Selanjutnya, PP sekurang-kurangnya harus memuat:[4]

    1. hak dan kewajiban pengusaha;
    2. hak dan kewajiban pekerja/buruh;
    3. syarat kerja;
    4. tata tertib perusahaan; dan
    5. jangka waktu berlakunya peraturan perusahaan.

    Lebih lanjut, PKB paling sedikit memuat:[5]

    1. hak dan kewajiban pengusaha;
    2. hak dan kewajiban serikat pekerja/serikat buruh serta pekerja/buruh;
    3. jangka waktu dan tanggal mulai berlakunya perjanjian kerja bersama; dan
    4. tanda tangan para pihak pembuat perjanjian kerja bersama.

    Kemudian perlu diperhatikan, ketentuan dalam PP dan PKB tidak boleh bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.[6]

    Selanjutnya, perjanjian kerja dibuat untuk waktu tertentu atau untuk waktu tidak tertentu.[7] Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (“PKWT”) didasarkan atas jangka waktu atau selesainya suatu pekerjaan tertentu, yang ditentukan berdasarkan perjanjian kerja.[8]

    Berdasarkan Pasal 13 PP 35/2021, PKWT paling sedikit harus memuat:

    1. nama, alamat perusahaan, dan jenis usaha;
    2. nama, jenis kelamin, umur, dan alamat pekerja/buruh;
    3. jabatan atau jenis pekerjaan;
    4. tempat pekerjaan;
    5. besaran dan cara pembayaran upah;
    6. hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja/buruh sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan/atau syarat kerja yang diatur dalam PP atau PKB;
    7. mulai dan jangka waktu berlakunya PKWT;
    8. tempat dan tanggal PKWT dibuat; dan
    9. tanda tangan para pihak dalam PKWT.

    Sedangkan untuk isi Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (“PKWTT”) diatur dalam Pasal 54 ayat (1) UU Ketenagakerjaan, yaitu perjanjian kerja yang dibuat secara tertulis sekurang kurangnya harus memuat:

    1. nama, alamat perusahaan, dan jenis usaha;
    2. nama, jenis kelamin, umur, dan alamat pekerja/buruh;
    3. jabatan atau jenis pekerjaan;
    4. tempat pekerjaan;
    5. besarnya upah dan cara pembayarannya;
    6. syarat-syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja/buruh;
    7. mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja;
    8. tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat; dan
    9. tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja.

    Adapun ketentuan dalam PKWTT mengenai besarnya upah dan cara pembayarannya serta syarat-syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja/buruh, tidak boleh bertentangan dengan PP, PKB, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.[9]

    Berdasarkan penjelasan mengenai PP, PKB, dan perjanjian kerja, dapat kami simpulkan bahwa antara perusahaan dan pekerja terdapat perjanjian atau peraturan yang disepakati kedua belah pihak, yang mana dalam perjanjian maupun peraturan tersebut dimuat hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja, juga tata tertib perusahaan.

    Menjawab pertanyaan Anda yang pertama, sepanjang penelusuran kami, UU Ketenagakerjaan dan perubahannya tidak mengatur mengenai sistem absensi menggunakan aplikasi dan sanksinya jika karyawan lupa melakukan absensi melalui aplikasi. Sehingga menurut hemat kami, ketentuan mengenai absensi karyawan melalui aplikasi termasuk dalam tata tertib perusahaan atau termasuk dalam syarat kerja yang memuat kewajiban pekerja. Dengan demikian, sanksi/konsekuensi bagi karyawan yang lupa melakukan absensi melalui aplikasi dapat diatur dalam PP, PKB, atau perjanjian kerja.

    Namun patut diingat, ketentuan (misalnya sanksi/konsekuensi) dalam PP dan PKB tidak boleh bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selain itu, apabila ketentuan absensi melalui aplikasi diatur dalam perjanjian kerja, syarat-syarat kerja yang memuat kewajiban pekerja juga tidak boleh bertentangan dengan PP, PKB, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

     

    Jika Pengusaha Tidak Bayar Upah Lembur

    Dalam kasus yang Anda tanyakan, pada intinya terdapat situasi di mana karyawan telah mengisi form lembur secara manual dan pihak perusahaan sudah menyetujui form lembur tersebut. Namun, karyawan lupa untuk melakukan pencatatan lembur melalui sistem aplikasi absensi online. Di sisi lain, pihak perusahaan (atasan) lupa bahwa form lembur tersebut sudah ia setujui sebelumnya. Hal ini berdampak pada pihak perusahaan yang akhirnya tidak memberikan persetujuan lembur. Sehingga kami asumsikan, pengusaha tidak membayar upah lembur karyawan.

    Berdasarkan Pasal 28 ayat (1) dan (2) PP 35/2021, karyawan yang ingin melaksanakan waktu kerja lembur harus mendapatkan perintah dari pengusaha dan persetujuan dari pekerja yang bersangkutan secara tertulis dan/atau melalui media digital. Adapun perintah dan persetujuan dapat dibuat dalam bentuk daftar pekerja yang bersedia bekerja lembur yang ditandatangani oleh pekerja dan pengusaha. Dari ketentuan ini, menurut hemat kami, jika sudah ada perintah dan persetujuan kedua belah pihak secara tertulis/manual mengenai lembur, maka bukti form lembur tertulis yang diisi oleh karyawan dan disetujui oleh pihak perusahaan dapat dijadikan bukti bahwa lembur sudah disetujui. Maka, perusahaan wajib membayar upah lembur.

    Adapun menurut Pasal 81 angka 23 Perppu Cipta Kerja yang mengubah Pasal 77 ayat (2) UU Ketenagakerjaan, waktu kerja pekerja/buruh meliputi:

    1. 7 jam 1 hari dan 40 jam 1 minggu untuk 6 hari kerja dalam 1 minggu; atau
    2. 8 jam 1 hari dan 40 jam 1 minggu untuk 5 hari kerja dalam 1 minggu.

    Lalu, pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh melebihi waktu kerja sebagaimana dimaksud di atas harus memenuhi syarat:[10]

    1. ada persetujuan pekerja/buruh yang bersangkutan; dan
    2. waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling lama 4 jam dalam 1 hari dan 18 jam dalam 1 minggu.

    Selanjutnya, pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh melebihi waktu kerja, wajib membayar upah kerja lembur.[11] Sehingga, menjawab pertanyaan Anda yang kedua, apabila pengusaha melanggar kewajiban membayar upah kerja lembur, maka pengusaha yang bersangkutan akan dikenakan sanksi pidana kurungan paling singkat 1 bulan dan paling lama 12 bulan dan/atau pidana denda paling sedikit Rp10 juta dan paling banyak Rp100 juta.[12]

    Akan tetapi, kami berpendapat jika karyawan lupa mengisi form lembur melalui aplikasi absensi online, menurut hemat kami hal ini bisa dijadikan alasan perusahaan terlambat membayar upah lembur, misalnya karena alasan pendataan secara online oleh HRD atau tim finance yang belum lengkap.

    Sebagaimana dikutip dalam Langkah Hukum Jika Pengusaha Tak Membayar Upah Lembur, jika hak karyawan untuk mendapatkan uang lembur tertunda lama (misalnya tidak terbayarkan upah lemburnya di bulan yang seharusnya, sehingga menjadi dibayarkan pada bulan berikutnya), maka ini termasuk perselisihan hak, yaitu perselisihan yang timbul karena tidak dipenuhinya hak, akibat adanya perbedaan pelaksanaan atau penafsiran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, perjanjian kerja, PP, atau PKB.[13]

    Dengan kata lain, perselisihan hak juga dapat diartikan sebagai perselisihan mengenai hak normatif yang sudah ditetapkan dalam perjanjian kerja, PP, PKB, atau peraturan perundang-undangan.[14]

    Adapun langkah hukum penyelesaian perselisihan hubungan industrial, dalam hal ini perselisihan hak, terdapat beberapa mekanisme:

    1.  
    2. perundingan bipartit;
    3. perundingan tripartit melalui mediasi;[15]
    4. gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial.

    Perihal langkah hukum yang dapat ditempuh, Anda dapat membaca ulasan selengkapnya dalam 3 Mekanisme Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.

     

    Sanksi Peringatan Atas Pelanggaran

    Kemudian, Anda menanyakan, dalam hal HRD/tim finance melakukan kesalahan dalam rekap absensi, apakah dapat dikenai sanksi? Pada dasarnya, HRD/tim finance sebagai karyawan dapat diberikan surat peringatan (“SP”) misalnya dalam hal ini karena tidak melaksanakan ketentuan prosedur atau Standard of Operation mengenai lembur. Pemberian SP karyawan diatur dalam Pasal 81 angka 42 Perppu Cipta Kerja yang memuat baru Pasal 154A ayat (1) huruf k UU Ketenagakerjaan yang berbunyi:

    1. Pemutusan hubungan kerja dapat terjadi karena alasan:

    k. pekerja/buruh melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama dan sebelumnya telah diberikan surat peringatan pertama, kedua, dan ketiga secara berturut-turut masing-masing berlaku untuk paling lama 6 (enam) bulan kecuali ditetapkan lain dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

    Selengkapnya mengenai aturan pemberian SP karyawan dapat Anda baca dalam ulasan berjudul Aturan Pemberian Surat Peringatan Karyawan.

    Dengan demikian, kami menyarankan agar perusahaan dapat lebih gencar melakukan sosialisasi ketentuan lembur. Hal ini bertujuan untuk meminimalisir timbulnya permasalahan seperti karyawan lupa mengisi form lembur pada aplikasi absensi online, keterlambatan pendataan lembur, telat bayar upah lembur, dan permasalahan lainnya.

     

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

     

    Dasar Hukum:

    1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;
    2. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial;
    3. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja yang telah ditetapkan sebagai undang-undang melalui Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023;
    4. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja.

    [1] Pasal 109 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”)

    [2] Pasal 110 UU Ketenagakerjaan

    [3] Pasal 116 ayat (1) dan (2) UU Ketenagakerjaan

    [4] Pasal 111 ayat (1) UU Ketenagakerjaan

    [5] Pasal 124 ayat (1) UU Ketenagakerjaan

    [6] Pasal 111 ayat (2) dan Pasal 124 ayat (2) UU Ketenagakerjaan

    [7] Pasal 81 angka 12 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (“Perppu Cipta Kerja”) yang mengubah Pasal 56 ayat (1) UU Ketenagakerjaan

    [8] Pasal 81 angka 12 Perppu Cipta Kerja yang mengubah Pasal 56 ayat (2) UU Ketenagakerjaan

    [9] Pasal 54 ayat (2) UU Ketenagakerjaan

    [10] Pasal 81 angka 24 Perppu Cipta Kerja yang mengubah Pasal 78 ayat (1) UU Ketenagakerjaan

    [11] Pasal 81 angka 24 Perppu Cipta Kerja yang mengubah Pasal 78 ayat (2) UU Ketenagakerjaan

    [12] Pasal 81 angka 68 Perppu Cipta Kerja yang mengubah Pasal 187 ayat (1) UU Ketenagakerjaan

    [13] Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (“UU PPHI”)

    [14] Penjelasan Pasal 2 huruf a UU PPHI

    [15] Penjelasan Umum angka 6 UU PPHI

    Tags

    karyawan
    lembur

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Powered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Tips Agar Terhindar dari Jebakan Saham Gorengan

    15 Agu 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    dot
    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda di sini!