Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Acta de jure imperii atau prinsip jure imperii adalah istilah yang erat kaitannya dengan pemberian imunitas terhadap suatu negara. Secara historis, imunitas itu sendiri memiliki dua konsep, yaitu imunitas absolut dan imunitas terbatas (restrictive immunity).
Dalam konsep imunitas absolut, suatu negara memiliki imunitas yang tidak dapat diganggu gugat oleh negara lainnya.[1] Konsep imunitas absolut ini dipakai pertama kali dalam kasus Schooner Exchange vs. McFaddon di Amerika,[2] yang mana selanjutnya juga diterapkan dalam kasus The Parliament Belge di Inggris Raya (United Kingdom).[3]
Selanjutnya pada awal abad ke-20, saat negara juga telah terlibat dalam transaksi komersial dengan pihak swasta, maka berkembanglah konsep imunitas terbatas karena konsep imunitas absolut dianggap kurang menjamin keadilan kepada perusahaan swasta.[4] Pasalnya, negara dapat berlindung di balik konsep imunitas absolut untuk tindakan yang sifatnya komersial (private acts).[5]
Jure Imperii dan Jure Gestionis
Dalam konsep imunitas terbatas ini tindakan negara dibedakan menjadi dua macam, yaitu acta de jure imperii dan acta de jure gestionis.[6] Jus imperii atau acta de jure imperii adalah tindakan resmi suatu negara (beserta perwakilannya) di bidang publik dalam kapasitasnya sebagai suatu negara yang berdaulat. Imunitas dapat diberikan kepada negara dalam tindakan jus imperii.[7] Konsep jus imperii ini juga digunakan oleh Mahkamah Internasional (International Court of Justice) dalam memeriksa kasus Germany vs. Italy.[8]
Di sisi lain, merujuk pada Duhaime’s Law Dictionary, jus gestionis atau acta de jure gestionis adalah tindakan negara untuk tindakan yang sifatnya komersial (private acts). Tindakan jus gestionis dapat dianggap seperti halnya perdagangan pada umumnya. Sehingga apabila ada sengketa yang ditimbulkan dari tindakan tersebut, negara dapat dituntut di badan peradilan umum maupun badan arbitrase. Dalam hal ini, imunitas tidak dapat diberikan kepada negara untuk tindakan (jus gestionis).[9]
Lebih lanjut, Matthew McMenamin (hal. 192) menerangkan bahwa konsep imunitas terbatas telah diakui di berbagai negara, antara lain Inggris Raya, Amerika Serikat, Australia Pakistan, Kanada, Afrika Selatan, Jepang, Singapura, Israel, Argentina, dan Malaysia. Konsep imunitas terbatas ini akan diatur dalam the United Nations Convention on Jurisdictional Immunities of State and Their Property, yang mengakui bahwa imunitas suatu negara dibedakan berdasarkan tindakan yang dilakukannya.[10]
[1] Malcolm N. Shaw, International Law. 6th ed. Cambridge: Cambridge University Press, 2008, hal. 701.
[2] Matthew McMenamin. State Immunity before The International Court of Justice: Jurisdictional Immunities of the State. 44 VUWLR, 2013, hal. 191.
[3] Ernest K. Brankas. The State Community Controversy in International Law: Private Suits Against Sovereign States in Domestic Courts. Berlin: Springer, 2005, hal. 251.
[4] Rosanne van Alebeek. The Immunity of States and Their Officials in International Criminal Law and International Human Rights Law. New York: Oxford Univ. Press, 2008, hal. 47.
[5] Leandro de Oliveira Moll. Al-Adsani vs. United Kingdom: State Immunity and Denial of Justice with Respect to Violations of Fundamental Human Rights. 4 MJIL 561 (2003), hal. 566.
[6] Hazel Fox, The Law of State Immunity. 2nd ed. Oxford: Oxford Univ. Press, 2008, hal. 35.
[7] L. Fischer Damrosch et al. International Law. 4th ed, 2004, hal 1198.
[8] Jurisdictional Immunities of the State (Germany vs. Italy: Greece Intervening), judgement, ICJ Reports 2012, paragraf 64 – 76.
[9] Sevrine Knuchel. State Immunity and the Promise of Jus Cogens. Northwest Journal of International Human Rights Vol. 9 (2011), hal. 162.