Kantor kami melakukan penjualan aset tanah dan bangunan pada tahun 2016 dengan pembayaran menggunakan sistem angsuran yang baru lunas pada akhir tahun 2018. Namun akta jual belinya ditandatangani awal tahun 2020, permasalahan yang timbul kemudian dan menjadi pertanyaan kami adalah pengenaan pajak BPHTB didasarkan pada NJOP tahun berapa? Jika NJOP 2019 yang menjadi dasar pengenaan, siapa yang harus menanggung BPHTB? Mengingat kami telah melakukan penjualan di tahun 2016, serta kenaikan NJOP dari tahun 2016 s.d 2019 sangat signifikan. Kami keberatan jika harus menanggung pajak BPHTB penjualan yang didasarkan NJOP 2018 atau 2019. Mohon solusinya. Terima kasih.
Daftar Isi
INTISARI JAWABAN
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (“BPHTB”) adalah pajak yang dikenakan atas perolehan tanah dan/atau bangunan yang termasuk perbuatan atau peristiwa hukum orang pribadi atau badan.
Adapun pihak yang menanggung BPHTB adalah si pembeli, bukan Anda selaku penjual. Kemudian meskipun dibayar secara mengangsur atau mencicil sejak tahun 2016 dan lunas pada tahun 2018, namun akta jual beli baru ditandatangani pada tahun 2020, sehingga dasar pengenaan pajak adalah setahun sebelumnya yaitu tahun 2019.
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda klik ulasan di bawah ini.
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan ini bisa diartikan terdapat nilai lebih atas tambahan atau perolehan hak tersebut, di mana tidak semua orang mempunyai kemampuan lebih untuk mendapatkan tanah dan/atau bangunan.
Sebagai informasi tambahan, Surat Tagihan BPHTB merupakan surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administrasi berupa bunga dan atau denda.
Kemudian, dasar pengenaan BPHTB adalah Nilai Perolehan Objek Pajak, yaitu jika jual beli maka didasarkan dari harga transaksi. Tapi, jika nilainya lebih rendah dari Nilai Jual Objek Pajak (“NJOP”), maka yang dikenakan adalah NJOP Pajak Bumi dan Bangunan,[1] dengan hitungan sebagai berikut:
NJOP: (NJOP Bumi = luas tanah x nilai tanah) + (NJOP Bangunan = luas bangunan x nilai bangunan)
Adapun besaran NJOP ditentukan berdasarkan 3 aspek yaitu:[2]
Perbandingan Harga Objek
Nilai NJOP berdasarkan perbandingan dengan objek properti lainnya yang sejenis dan letaknya yang tidak berjauhan dan telah diketahui harga jualnya.
Nilai Perolehan Baru
Penentuan NJOP yang didasarkan nilai perolehan baru yang perhitungan biaya untuk mendapatkan properti yang dibeli dan dikurangi dengan penyusutan berdasarkan kondisi fisik properti yang dibeli.
Nilai Jual Pengganti
Metode penentuan nilai pajak berdasarkan hasil produksi objek pajak.
Sedangkan besarnya pokok pajak BPHTB yang terutang dihitung dengan:
BPHTB: Tarif x (NJOP - Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP))
NPOPTKP merupakan nilai pengurangan Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) sebelum dikenakan tarif BPHTB, di mana besarnya NPOPTKP ditetapkan dengan peraturan daerah masing-masing.
Jadi perlu kami luruskan, BPHTB merupakan pungutan yang ditanggung pembeli, sedangkan pungutan yang ditanggung penjual adalah Pajak Penghasilan (PPh). Oleh karena itu, pihak penjual dan pembeli sama-sama memiliki tanggung jawab untuk membayar pajak.
Kesimpulan
Dikarenakan yang menanggung BPHTB adalah tetap si pembeli, kami berpendapat sebelumnya tetap harus melakukan validasi BPHTB sebelum terbitnya akta jual beli kepada kantor pendapatan daerah setempat.
Sebagai contoh, melalui laman Bapenda Jakarta menjelaskan BPHTB merupakan salah satu jenis pajak yang diselenggarakan pemungutannya oleh badan pendapatan daerah. Kemudian Bapenda Jakarta juga mencantumkan tahapan alur e-BPHTB yang pembayarannya dapat dilakukan secara online.
Menyambung pertanyaan Anda, karena pada dasarnya pembeli yang menanggung BPHTB, maka NJOP tahun berapa pun saat beralih kepemilikan antara penjual ke pembeli, maka yang harus menanggung adalah pembeli.
Namun dalam kasus Anda, setelah penandatanganan akta jual beli pada tahun 2020, maka yang dipakai dasar pengenaan pajak adalah tahun 2019 (merujuk tahun pajak sebelumnya).