Ulasan :
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Hak Cipta Sebuah Potret
Hak cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
[1]
Kemudian, ciptaan adalah setiap hasil karya cipta di bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang dihasilkan atas inspirasi, kemampuan, pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang diekspresikan dalam bentuk nyata.
[2]
Dapat dilihat ketentuan Pasal 40 ayat (1) huruf l UUHC yang menyatakan bahwa ciptaan yang dilindungi meliputi Ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra, salah satunya adalah potret.
Potret adalah karya fotografi dengan objek manusia.
[3] Pelindungan hak hipta atas ciptaan berupa potret berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali dilakukan pengumuman.
[4]
Jadi, dapat dipahami bahwa karya fotografi dengan objek berupa wajah istri kerabat Anda termasuk ke dalam definisi dari potret yang tentunya dilindungi oleh UUHC.
Menggunakan Potret Berisikan Wajah Seseorang
Kami luruskan kembali pertanyaan Anda bahwa badan/orang yang menyewakan gedung pernikahan kepada kerabat Anda, termasuk penggunaan jasa fotografer, tanpa izin telah menggunakan potret wajah istri kerabat Anda di papan reklame persis di atas gedung pernikahan tersebut.
Pada dasarnya, hak cipta merupakan hak eksklusif yang terdiri atas hak moral dan hak ekonomi.
[5] Dalam pembahasan kali ini, kami akan memfokuskan perihal hak ekonomi.
Hak ekonomi merupakan hak eksklusif pencipta atau pemegang hak cipta untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan.
[6]
Untuk itu kami akan jelaskan bahwa terhadap potret terdapat pembatasan hak ekonomi sebagaimana diatur dalam Pasal 12 UU Hak Cipta yang berbunyi:
Setiap Orang dilarang melakukan Penggunaan Secara Komersial, Penggandaan, Pengumuman, Pendistribusian, dan/atau Komunikasi atas Potret yang dibuatnya guna kepentingan reklame atau periklanan secara komersial tanpa persetujuan tertulis dari orang yang dipotret atau ahli warisnya.
Penggunaan Secara Komersial, Penggandaan, Pengumuman, Pendistribusian, dan/atau Komunikasi Potret sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang memuat Potret 2 (dua) orang atau lebih, wajib meminta persetujuan dari orang yang ada dalam Potret atau ahli warisnya.
Yang dimaksud dengan "kepentingan reklame atau periklanan" adalah pemuatan potret antara lain pada iklan, banner, billboard, kalender, dan pamflet yang digunakan secara komersial.
[7]
Sanksi yang dapat dikenakan apabila tidak meminta persetujuan dari orang yang dipotret atau ahli warisnya diatur dalam Pasal 115 UU Hak Cipta sebagai berikut:
Setiap Orang yang tanpa persetujuan dari orang yang dipotret atau ahli warisnya melakukan Penggunaan Secara Komersial, Penggandaan, Pengumuman, Pendistribusian, atau Komunikasi atas Potret sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 untuk kepentingan reklame atau periklanan untuk Penggunaan Secara Komersial baik dalam media elektronik maupun non elektronik, dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Jadi dari sisi hukum pidana, perbuatan badan/orang yang menyewakan gedung pernikahan kepada kerabat Anda yang menggunakan potret istri kerabat Anda tanpa mendapatkan persetujuan dari istri Anda untuk kepentingan reklame secara komersial dapat dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp 500 juta.
Gugatan atas Pelanggaran Hak Cipta
Dari sisi hukum perdata, perlu diketahui bahwa pencipta, pemegang hak cipta dan/atau pemegang hak terkait atau ahli warisnya yang mengalami kerugian hak ekonomi berhak memperoleh ganti rugi. Ganti rugi tersebut diberikan dan dicantumkan sekaligus dalam amar putusan pengadilan tentang perkara tindak pidana hak cipta dan/atau hak terkait. Pembayaran ganti rugi kepada pencipta, pemegang hak cipta dan/atau pemilik hak terkait dibayarkan paling lama 6 (enam) bulan setelah putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
[8]
Pencipta, pemegang hak cipta, atau pemilik hak terkait berhak mengajukan gugatan ganti rugi kepada pengadilan niaga atas pelanggaran hak cipta atau produk hak terkait.
[9]
Sayangnya tidak disebutkan secara eksplisit dalam UUHC bahwa orang yang ada di dalam potret berhak untuk mengajukan gugatan, namun menurut Risa Amrikasari, konsultan hukum kekayaan intelektual pada Intellectual Property Advisory Services (IPAS) Institute, bahwa sebenarnya kalau kita urutkan lebih luas lagi yang berhubungan dengan hak terkait, orang yang terdapat di dalam potret dapat termasuk memiliki hak terkait. Semua berdasarkan perjanjian yang ditandatangani antara orang yang dipotret dan pencipta/pemegang hak cipta. Sayangnya di UUHC, secara khusus menyebutkan hak terkait itu untuk pelaku pertunjukan, dan pelaku pertunjukan ditulis juga definisinya.
Kemudian, gugatan atas pelanggaran hak cipta diajukan kepada ketua Pengadilan Niaga.
[10] Putusan atas gugatan harus diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum. Perlu diingat bahwa terhadap putusan Pengadilan Niaga tersebut hanya dapat diajukan kasasi.
[11]
Perlu digarisbawahi bahwa hak untuk mengajukan gugatan keperdataan atas pelanggaran hak cipta dan/atau hak terkait tidak mengurangi hak pencipta dan/atau pemilik hak terkait untuk menuntut secara pidana.
[12]
Perlukah Somasi
Somasi diatur dalam Pasal 1238 KUH Pedatar yang menyatakan:
Si berutang adalah lalai, apabila ia dengan surat perintah atau dengan sebuah akta sejenis itu telah dinyatakan lalai, atau demi perikatannya sendiri, ialah jika ini menetapkan, bahwa si berutang harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yg ditentukan.
Selanjutnya, dalam Pasal 1243 KUH Perdata diatur bahwa tuntutan atas wanprestasi suatu perjanjian hanya dapat dilakukan apabila si berutang telah diberi peringatan bahwa ia melalaikan kewajibannya, namun kemudian ia tetap melalaikannya. Peringatan ini dilakukan secara tertulis, yang kemudian kita kenal sebagai somasi.
Perlu ditegaskan bahwa pasal di atas menjelaskan bahwa somasi dibutuhkan dalam hal terjadi wanprestasi, sementara karena dalam kasus Anda dapat dilihat bahwa badan/orang yang menyewakan gedung pernikahan kepada kerabat Anda, termasuk penggunaan jasa fotografer, telah melanggar ketentuan Pasal 12 UUHC. Maka dari itu dapat ditarik kesimpulan telah terjadi perbuatan melawan hukum (“PMH”). Untuk PMH, nyatanya tidak diperlukan adanya somasi.
Hal ini juga ditegaskan oleh praktisi hukum Boris Tampubolon, bahwa dalam praktiknya, karena cakupan PMH itu lebih luas daripada wanprestasi, sebagai contoh jika seseorang melanggar undang-undang, maka semua orang dapat mengetahui hal tersebut, maka dari itu tidak diperlukan lagi adanya somasi. Meski bukan berarti tidak bisa mengajukan somasi lebih dulu dalam perkara PMH.
Jadi menjawab pertanyaan Anda, karena badan/orang yang menyewakan gedung pernikahan kepada kerabat Anda, termasuk penggunaan jasa fotografer, telah melanggar ketentuan Pasal 12 UUHC, dalam ranah hukum perdata, kerabat Anda dapat mengajukan gugatan ganti rugi kepada pengadilan niaga atas pelanggaran hak cipta dengan dasar perbuatan melawan hukum. Untuk PMH tidak diperlukan adanya somasi. Meski bukan berarti tidak bisa mengajukan somasi lebih dulu dalam perkara PMH.
Contoh Kasus
Berkaitan dengan pertanyaan Anda, kami mengambil contoh dalam
Putusan Mahkamah Agung Nomor 262 K/Pdt.Sus-HKI/2016. Penggugat merupakan tenaga kesehatan yang bekerja pada sebuah rumah sakit milik tergugat. Permasalahan dimulai ketika penggugat dipotret oleh seseorang yang disuruh tergugat yang berlokasi di rumah sakit milik tergugat. Tergugat tidak memberitahukan kepada penggugat mengenai tujuan pemotretan tersebut yang akan digunakan sebagai sarana komersial.
Tanpa izin dan sepengetahuan dari penggugat, pihak tergugat menggunakan potret dari penggugat sebagai:
sarana promosi berupa brosur untuk memasarkan layanan kesehatan rumah sakit milik tergugat; dan
iklan yang telah dimuat pada Harian Jawa Pos tanggal 16 April 2012 dengan judul Emergency & Trauma Center terbaik.
Pada tingkat pertama, telah diputus dalam
Putusan Pengadilan Niaga Surabaya Nomor 10/HKI/Hak.Cipta/2014/PN.Niaga.Sby yang dalam amarnya, antara lain mengabulkan gugatan penggugat sebagian, menyatakan tergugat melakukan pelanggaran Pasal 12 UUHC, menghukum tergugat membayar ganti rugi sebesar Rp 200 juta, membayar uang paksa sebesar Rp 500 ribu setiap harinya sejak putusan berkekuatan hukum tetap sampai dilaksakanan, serta membayar biaya perkara.
Pada putusan tingkat kasasi, majelis memperbaiki amar putusan tingkat pertama, yang pada intinya majelis tetap mengabulkan gugatan penggugat sebagian dan menghukum tergugat untuk membayar ganti kerugian sebesar Rp 200 juta, namum menghapuskan hukuman bagi tergugat untuk membayar uang paksa.
Yang menarik adalah, dalam gugatannya, penggugat telah mengirimkan surat teguran (Somasi I dan Somasi ke II) kepada pihak tergugat yang isinya penggugat meminta hak ekonominya kepada tergugat atas penggunaan hak cipta atas potret penggugat pada brosur sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya sebesar Rp 8 miliar.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar hukum:
Putusan:
Catatan:
Penjawab telah melakukan wawancara via telepon dengan praktisi hukum Boris Tampubolon, pada hari Kamis, 20 Juni 2019, pukul 14.18 WIB.
Penjawab telah melakukan wawancara via WhatsApp dengan Risa Amrikasari, konsultan hukum kekayaan intelektual pada Intellectual Property Advisory Services (IPAS) Institute, pada hari Kamis, 20 Juni 2019, pukul 14.51 WIB.
[3] Pasal 1 angka 10 UUHC
[4] Pasal 59 ayat (1) huruf b UUHC
[7] Penjelasan Pasal 12 ayat (1) UU Hak Cipta
[9] Pasal 99 ayat (1) UUHC
[10] Pasal 100 ayat (1) UUHC
[11] Pasal 101 ayat (3) jo. Pasal 102 ayat (1) UUHC