Akhir-akhir ini yayasan panti asuhan di Medan menjadi sorotan karena kasus eksploitasi anak. Yang buat miris, ada bayi berusia 2 bulan yang disuapi dengan bubur dan air putih jam 1 malam, padahal usia tersebut seharusnya belum diberikan MPASI. Pengelolanya live di Tiktok demi mendapatkan gift penonton atau donasi. Apa pasal yang menjerat pengelola dan yayasan panti asuhan jika melakukan eksploitasi anak?
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
Perlu diketahui bahwa eksploitasi anak adalah tindakan atau perbuatan memperalat, memanfaatkan, atau memeras anak untuk memperoleh keuntungan pribadi, keluarga, atau golongan. Salah satu bentuk eksploitasi anak adalah eksploitasi ekonomi.
Terhadap pengelola maupun panti asuhan yang Anda maksud terbukti melakukan eksploitasi anak, maka akan dikenakan sanksi, berupa sanksi administratif hingga sanksi pidana.
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.
ULASAN LENGKAP
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Kami turut prihatin atas tindakan pengelola panti asuhan yang mengorbankan kesehatan dan keselamatan anak-anak demi keuntungan pribadi/organisasi. Tindakan eksploitasi anak tersebut tentu sangat disayangkan dan kami harap tidak akan terulang kembali.
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Selanjutnya, sebelum kami menjawab pertanyaan Anda, kami akan menjelaskan terlebih dahulu apa itu eksploitasi anak. Eksploitasi menurut KBBI adalah pengusahaan; pendayagunaan; pemanfaatan untuk keuntungan sendiri; pengisapan, pemerasan (tentang tenaga orang).
Adapun yang dimaksud dengan perlakuan eksploitasi atau eksploitasi anak adalah tindakan atau perbuatan memperalat, memanfaatkan, atau memeras anak untuk memperoleh keuntungan pribadi, keluarga, atau golongan.[1]
Tindakan eksploitasi anak ini tidak sejalan dengan amanat Pasal 19 angka 1 Konvensi tentang Hak-hak Anak bahwa negara akan mengambil semua langkah legislatif, administratif, sosial dan pendidikan untuk melindungi anak dari semua bentuk kekerasan fisik dan mental, cidera atau penyalahgunaan, penelantaran atau perlakuan salah atau eksploitasi, termasuk penyalahgunaan seksual, sementara berada dalam asuhan orang tua, wali, atau orang lain yang memelihara anak.
Selain itu, juga bertentangan dengan UU Perlindungan Anak bahwa setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali, atau pihak lain mana pun yang bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak mendapat perlindungan dari perlakuan eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual.[2]
Dalam konteks pertanyaan Anda, kami berpendapat bahwa tindakan pengelola panti asuhan yang live di media sosial untuk mendapatkan uang dengan memanfaatkan anak-anak termasuk dalam kategori eksploitasi ekonomi.
Secara yuridis, maksud dari “dieksploitasi secara ekonomi” adalah tindakan dengan atau tanpa persetujuan anak yang menjadi korban yang meliputi tapi tidak terbatas pada pelacuran, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan atau praktik serupa perbudakan, penindasan, pemerasan, pemanfaatan fisik, seksual, organ reproduksi, atau secara melawan hukum memindahkan atau mentransplantasi organ dan/atau jaringan tubuh atau memanfaatkan tenaga atau kemampuan anak oleh pihak lain untuk mendapatkan keuntungan materiel.[3]
Perlu diketahui khalayak umum, bahwa segala bentuk ‘mengemis online’ di media sosial yang mengeksploitasi kelompok rentan, termasuk anak-anak adalah dilarang. Hal ini tertuang dalam SE Mensos 2/2023 yang mengimbau kepala daerah untuk mencegah kegiatan tersebut. Jika ditemukan kegiatan mengemis dan/atau yang mengeksploitasi anak dan kelompok rentan lainnya harus dilaporkan kepada kepolisian dan/atau ditindaklanjuti Satpol PP (hal. 2).
Ancaman Hukuman Pelaku Eksploitasi Anak
Terhadap pengelola panti asuhan atau perseorangan, ancaman hukuman eksploitasi anak diatur dalam Pasal 76I jo. Pasal 88 UU 35/2014 yang mengatur bahwa setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan eksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual terhadap anak. Setiap orang yang melanggar ketentuan tersebut dipidana penjara paling lama 10 tahun dan/atau denda paling banyak Rp200 juta.
Adapun terhadap yayasan yang menyelenggarakan panti asuhan yang berizin melakukan eksploitasi anak, terancam dapat dicabut izin operasional panti asuhannya[4] hingga adanya kemungkinan yayasan dibubarkan. Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam UU Yayasan bahwa yayasan dapat bubar karena adanya putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dengan alasan yayasan melanggar ketertiban umum dan kesusilaan.[5]
Namun, apabila penyelenggaraan panti asuhan oleh yayasan tersebut belum berizin, maka kegiatan operasionalnya dapat dihentikan.[6] Hal ini berdasarkan Lampiran Permensos 30/2011 (hal. 94) bahwa setiap lembaga kesejahteraan anak harus memiliki izin operasional dari Dinas Sosial.
Perkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwibahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di sini.