Ulasan:
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Asas Sidang Terbuka untuk Umum
Persidangan dilakukan secara terbuka untuk umum dengan maksud agar proses pemeriksaan terhadap saksi-saksi, ahli, barang bukti, dan terdakwa bisa dilihat oleh siapapun. Artinya, tidak ada yang ditutup-tutupi. Proses tersebut menjadi prinsip dasar atau asas utama pada seluruh persidangan pengadilan di Indonesia.
Semua sidang pemeriksaan pengadilan adalah terbuka untuk umum, kecuali undang-undang menentukan lain.
Putusan pengadilan hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum apabila diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.
Tidak dipenuhinya ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) mengakibatkan putusan batal demi hukum.
Berdasarkan asas tersebut, semua pemeriksaan persidangan dan pembacaan putusan pada Mahkamah Konstitusi, peradilan umum, peradilan agama, peradilan tata usaha negara, dan peradilan militer wajib dilakukan dalam sidang secara terbuka.
Adapun yang dimaksud aturan pengecualian yang diatur undang-undang adalah, antara lain:
Apabila Majelis Hakim memandang bahwa sengketa yang disidangkan menyangkut ketertiban umum atau keselamatan negara, persidangan dapat dinyatakan tertutup untuk umum.
Pemeriksaan gugatan perceraian dilakukan dalam sidang tertutup.
Dalam perkara yang menyangkut rahasia militer dan/atau rahasia negara, Hakim Ketua dapat menyatakan sidang tertutup untuk umum.
Hakim memeriksa perkara Anak dalam sidang yang dinyatakan tertutup untuk umum, kecuali pembacaan putusan.
Regulasi dan Penerapan Asas Sidang Terbuka untuk Umum di Masa COVID-19
Namun, berkaitan dengan adanya pandemi COVID-19, persidangan dengan asas terbuka untuk umum agak sulit dilakukan.
Kondisi ini tentunya juga mempengaruhi kegiatan di pengadilan. Walaupun berdasarkan UU Kekuasaan Kehakiman pada prinsipnya sidang dilaksanakan terbuka untuk umum, tapi terdapat asas dalam hukum yang berbunyi salus populi suprema lex esto, yang berarti keselamatan rakyat merupakan hukum tertinggi bagi suatu negara. Jadi, dapat disimpukan berdasarkan asas tersebut, bahwa hukum juga bisa menyesuaikan dengan kondisi yang ada, dengan pertimbangan keselamatan rakyat.
Melalui SEMA 1/2020, MA mengatur pembatasan dalam pelaksanaan persidangan, antara lain dengan ketentuan:
Penundaan persidangan dan
pembatasan pengunjung sidang merupakan kewenangan majelis hakim untuk menentukan.
[1]Majelis hakim dapat membatasi jumlah dan jarak aman antar pengunjung sidang (
social distancing).
[2] Pencari keadilan dianjurkan untuk memanfaatkan aplikasi e-litigation untuk persidangan perkara perdata, perdata agama dan tata usaha negara.
Penggunaan E-Litigation
Dalam PERMA 1/2019 dijelaskan bahwa dalam persidangan secara elektronik ini, putusan/penetapan diucapkan oleh hakim/hakim ketua secara elektronik, pengucapan tersebut secara hukum telah dilaksanakan dengan menyampaikan salinan putusan/penetapan elektronik kepada para pihak melalui sistem informasi pengadilan.
[3] Pengucapan yang demikian secara hukum dianggap telah dihadiri oleh para pihak dan dilakukan dalam sidang terbuka untuk umum.
[4] Kemudian, pengadilan mempublikasikan putusan/penetapan untuk umum pada sistem informasi pengadilan.
[5]
Dalam Pasal 27 PERMA 1/2019 juga ditegaskan bahwa persidangan secara elektronik yang dilaksanakan melalui sistem informasi pengadilan pada jaringan internet publik secara hukum telah memenuhi asas dan ketentuan persidangan terbuka untuk umum sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Sehingga, kami menyimpulkan bahwa dalam situasi COVID-19, penerapan persidangan terbuka untuk umum tetap dilaksanakan akan tetapi dengan beberapa pembatasan seperti pembatasan jumlah pengunjung sidang dan jarak antar pengunjung. Selain itu penggunaan e-litigation secara hukum juga dianggap sebagai persidangan terbuka untuk umum.
Demikian jawaban kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
[1] Angka 2 huruf d SEMA 1/2020
[2] Angka 2 huruf d SEMA 1/2020
[3] Pasal 26 ayat (1) dan (2) PERMA 1/2019
[4] Pasal 26 ayat (3) PERMA 1/2019
[5] Pasal 26 ayat (6) PERMA 1/2019