Logo hukumonline
KlinikBerita
New
Hukumonline Stream
Data PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Freelancer yang Telat Terima Upah, Segera Lakukan Ini

Share
Ketenagakerjaan

Freelancer yang Telat Terima Upah, Segera Lakukan Ini

<i>Freelancer</i> yang Telat Terima Upah, Segera Lakukan Ini
Muhammad Raihan Nugraha, S.H.Si Pokrol

Bacaan 11 Menit

Article Klinik

PERTANYAAN

Saya bekerja sebagai�freelancer�yang bekerja secara�remote�(tidak�on site). Saat mulai bekerja, ada perjanjian/kontrak kerja tertulis. Saya dijanjikan akan digaji setiap bulan dengan nominal yang telah disetujui dan pembayaran via transfer rekening dan gaji akan diberikan setiap tanggal 29 setiap bulan. Satu bulan pertama berjalan lancar. Pada bulan kedua, seterusnya, terjadi keterlambatan pembayaran gaji (yang seharusnya tanggal 29). Sudah saya komunikasikan dan pihak yang mempekerjakan saya berjanji akan melunasi pada minggu pertama bulan berikutnya. Saya sudah mencoba menghubungi pihak yang mempekerjakan saya untuk membayar gaji sesuai dengan tanggal yang diperjanjikan, namun tidak ada respon yang serius bahkan kadang tidak direspon. Bagaimana ketentuan hukumnya berdasarkan PP 36 tahun 2021 tentang pengupahan? Apa yang bisa saya lakukan?

Daftar Isi

    INTISARI JAWABAN

    Pada dasarnya, pengusaha wajib membayar upah pada waktu yang telah diperjanjikan antara pengusaha dan pekerja/buruh.

    Terkait masalah pembayaran upah Anda yang seharusnya diterima setiap tanggal 29 per bulan yang mana telah disepakati bersama, maka adalah hak Anda untuk memperoleh upah tersebut sesuai tanggal kesepakatan. Sehingga keterlambatan yang dilakukan oleh pemberi kerja adalah merupakan perbuatan yang melanggar ketentuan dari apa yang telah diperjanjikan.

    Lantas apa akibat yang harus ditanggung oleh pemberi kerja?

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.

     

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

    Artikel di bawah adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul Upaya Hukum Bagi Freelancer yang Telat Mendapatkan Upah yang dibuat oleh Riska Rina Rohiana Kaloko, S.H. dan pertama kali dipublikasikan pada 4 Oktober 2018.

    KLINIK TERKAIT

    Gaji Ditahan karena Resign, Bagaimana Hukumnya?

    25 Apr, 2024

    Gaji Ditahan karena <i> Resign</i>, Bagaimana Hukumnya?

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

    Status Pekerja Freelance menurut Hukum Positif

    Pertama-tama, penting untuk dijelaskan terlebih dahulu mengenai apa itu pekerja freelance dan bagaimana status pekerja freelance menurut hukum positif. Pada dasarnya, pekerja freelance disebut freelancer. Jika diterjemahkan, freelancer adalah pekerja lepas atau tenaga lepas. Berdasarkan KBBI, tenaga lepas adalah pekerja yang hanya diperlukan sewaktu-waktu bergantung pada ketersediaan.

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

    Bagaimana sistem kerja freelance? Dalam peraturan perundang-undangan, freelancer dikenal dengan istilah pekerja harian lepas, yaitu pekerja yang bekerja pada perusahaan untuk melakukan pekerjaan tertentu yang berubah-ubah dalam hal waktu maupun kontinuitas pekerjaan dengan menerima upah didasarkan atas kehadirannya secara harian, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 17 Permenaker 5/2021.

    Lalu freelancer apakah PKWT? Dari definisi di atas, pekerja freelance dapat dikategorikan sebagai pekerja dengan status Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (“PKWT”). Hal tersebut dipertegas oleh beberapa pasal dalam PP 35/2021:

                Pasal 1 angka 10

    Perjanjian Kerja Waktu Tertentu yang selanjutnya disingkat PKWT adalah Perjanjian Kerja antara Pekerja/Buruh dengan Pengusaha untuk mengadakan Hubungan Kerja dalam waktu tertentu atau untuk pekerjaan tertentu.

    Pasal 10 ayat (1) dan (2)

    1. PKWT yang dapat dilaksanakan terhadap pekerjaan tertentu lainnya yang jenis dan sifat atau kegiatannya bersifat tidak tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) berupa pekerjaan tertentu yang berubah-ubah dalam hal waktu dan volume pekerjaan serta pembayaran upah Pekerja/Buruh berdasarkan kehadiran.
    2. PKWT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dengan Perjanjian Kerja harian.

    Oleh karena itu, menurut hemat kami, sebaiknya pengusaha yang mempekerjakan pekerja harian lepas (freelancer) tetap harus berdasarkan perjanjian kerja harian, sebagaimana diatur oleh Pasal 10 ayat (2) PP 35/2021.

    Perjanjian kerja tersebut dibuat secara tertulis, dan paling sedikit memuat:[1]

    1. nama/alamat perusahaan atau pemberi kerja;
    2. nama/alamat pekerja/buruh;
    3. jenis pekerjaan yang dilakukan; dan
    4. besarnya upah.

    Sebagai informasi, pengusaha wajib memenuhi hak-hak freelancer, termasuk hak atas program jaminan sosial.[2]

    Selain itu, perjanjian kerja menjadi sah apabila telah memenuhi persyaratan sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 52 ayat (1) UU Ketenagakerjaan:

    1. kesepakatan kedua belah pihak;
    2. kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum;
    3. adanya pekerjaan yang diperjanjikan; dan
    4. pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

    Jika perjanjian kerja yang dibuat bertentangan dengan poin a dan b, maka perjanjian kerja tersebut dapat dibatalkan.[3] Sedangkan, jika perjanjian kerja dibuat bertentangan dengan poin c dan d, maka perjanjian tersebut batal demi hukum.[4]

    Sehingga, berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut, hubungan kerja antara Anda dengan pemberi kerja adalah sah secara hukum karena telah terpenuhinya unsur-unsur tersebut. Lalu, karena adanya hubungan kerja, apabila Anda (freelancer) telah memenuhi kewajiban sebagai pekerja, maka Anda berhak atas hak-hak yang seharusnya Anda peroleh sebagaimana yang telah diperjanjikan, seperti upah.

    Baca juga: Adakah Ketentuan Soal Tanggal Pembayaran Gaji?

    Freelancer Telat Mendapatkan Upah

    Dalam pertanyaan, Anda bertanya tentang aturan pengupahan yang diatur di PP 36 tahun 2021. Pada dasarnya, menurut ketentuan Pasal 1 angka 30 UU Ketenagakerjaan dan Pasal 1 angka 1 PP 36/2021, upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/ buruh dan keluarganya atau suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan.

    Selanjutnya, Pasal 55 ayat (1) PP 36/2021 mengatur bahwa pengusaha wajib membayar upah pada waktu yang telah diperjanjikan antara pengusaha dan pekerja/buruh.

    Terkait masalah pembayaran upah Anda yang seharusnya sudah Anda terima setiap tanggal 29 per bulan yang mana telah disepakati bersama, maka adalah hak Anda untuk memperoleh upah tersebut sesuai tanggal kesepakatan. Sehingga, keterlambatan yang dilakukan oleh pemberi kerja merupakan perbuatan yang melanggar ketentuan dari apa yang telah diperjanjikan.

    Oleh karena itu, pengusaha yang terlambat membayar dan/atau tidak membayar upah dapat dikenai denda berdasarkan Pasal 61 ayat (1) PP 36/2021, dengan ketentuan:

    1. mulai dari hari keempat sampai hari kedelapan terhitung tanggal seharusnya upah dibayar, dikenakan denda sebesar 5% untuk setiap hari keterlambatan dari upah yang seharusnya dibayarkan;
    2. sesudah hari kedelapan, apabila upah masih belum dibayar, dikenakan denda keterlambatan sebagaimana point sebelumnya ditambah 1% untuk setiap hari keterlambatan dengan ketentuan 1 bulan tidak boleh melebihi 50% dari upah yang seharusnya dibayarkan: dan
    3. sesudah sebulan, apabila upah masih belum dibayar, dikenakan denda keterlambatan sebagaimana dimaksud pada poin-poin sebelumnya ditambah bunga sebesar suku bunga tertinggi yang berlaku pada bank pemerintah

    Adapun pengenaan denda tersebut tidak menghilangkan kewajiban pengusaha untuk tetap membayar upah kepada pekerja/buruh[5]

    Hal tersebut adalah hak-hak yang seharusnya Anda terima karena keterlambatan yang dilakukan oleh pihak pemberi kerja. Kemudian menurut hemat kami, sebagai tindakan awal yang Anda lakukan yaitu mengomunikasikan mengenai keterlambatan pembayaran upah Anda kepada pihak pemberi kerja adalah sudah benar.

    Lantas, selain mengomunikasikan mengenai keterlambatan pembayaran upah kepada pihak pemberi kerja, langkah hukum apa yang dapat dilakukan freelancer jika telat mendapatkan upah?

    Upaya Hukum Jika Freelancer Telat Mendapatkan Upah

    Pada dasarnya, peristiwa yang terjadi pada Anda adalah perselisihan hak. Berdasarkan Pasal 1 angka 2 UU PPHI, perselisihan hak adalah perselisihan yang timbul karena tidak dipenuhinya hak, akibat adanya perbedaan pelaksanaan atau penafsiran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

    Cara-cara yang dapat Anda tempuh berdasarkan ketentuan UU PPHI dalam upaya penyelesaian perselisihan hak atas upah adalah sebagai berikut:

    1. Jalur Bipartit 

    Jalur bipartit adalah suatu perundingan antara pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh dengan pengusaha untuk menyelesaikan perselisihan hubungan industrial.[6] Penyelesaian perselisihan melalui bipartit ini harus diselesaikan paling lama 30 hari kerja sejak tanggal dimulainya perundingan.[7]

    Jika dalam perundingan bipartit dicapai kesepakatan penyelesaian, maka dibuat perjanjian bersama yang ditandatangani oleh para pihak.[8]

    Apabila perundingan bipartit ini gagal atau pengusaha menolak berunding, salah satu atau kedua belah pihak mencatatkan perselisihannya kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat dengan melampirkan bukti bahwa upaya-upaya penyelesaian melalui perundingan bipartit telah dilakukan.[9]

    Apabila bukti-bukti sebagaimana dimaksud tidak dilampirkan, maka instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan mengembalikan berkas untuk dilengkapi paling lambat dalam waktu 7 hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya pengembalian berkas.[10] Setelah menerima pencatatan dari salah satu atau para pihak, dilanjutkan dengan tahapan penyelesaian melalui jalur tripartit.

    1. Jalur Tripartit 

    Apabila perundingan bipartit gagal, khusus untuk penyelesaian perselisihan hak, dapat dilakukan perundingan tripartit melalui mediasi[11] yang ditengahi oleh seorang/lebih mediator yang netral.[12]  Sebagai informasi, perselisihan hak yang telah dicatat pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan tidak dapat diselesaikan melalui konsiliasi atau arbitrase, namun sebelum diajukan ke pengadilan hubungan industrial terlebih dahulu melalui mediasi.[13]

    Apabila mediasi berhasil, maka hasil kesepakatan dituangkan dalam suatu perjanjian bersama yang ditandatangani oleh para pihak dan disaksikan oleh mediator serta didaftar di pengadilan hubungan industrial pada pengadilan negeri di wilayah hukum pihak-pihak yang mengadakan perjanjian bersama untuk mendapatkan akta bukti pendaftaran.[14]

    Jika tidak terdapat titik temu, maka mediator menuangkan hasil perundingan dalam suatu anjuran tertulis dan apabila salah satu pihak menolak anjuran tersebut, maka salah satu pihak dapat melakukan gugatan perselisihan pada pengadilan hubungan industrial.[15]

    1. Jalur Pengadilan Hubungan Industrial 

    Jalur ini ditempuh oleh pekerja/pengusaha melalui mekanisme gugatan yang didaftarkan di pengadilan hubungan industrial yang mewilayahi tempat kerja Anda dengan dasar gugatan perselisihan hak berupa upah pekerja yang tidak dibayarkan oleh perusahaan.[16]

    Pada intinya, jalur ini dilakukan apabila upaya perundingan bipartit dan tripartit gagal mencapai kesepakatan penyelesaian.

    Baca juga: Upah di Bawah Standar Minimum, Ini Langkah Hukumnya

    Perkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwibahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di sini.

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

    Dasar Hukum:

    Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
    Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Hubungan Industrial
    Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja
    Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang
    Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja
    Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan
    Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2023 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan

    Referensi:

    1. Rai Mantili. Konsep Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial antara Serikat Pekerja dengan Perusahaan melalui Combined Process (Med-Arbitrase), Jurnal Bina Mulia Hukum, Vol. 6, No. 1, September 2021;
    2. Tenaga lepas, yang diakses pada 6 September 2024, pukul 17.22 WIB.

    [1] Pasal 11 ayat (1) dan (2) Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja (“PP 35/2021”)

    [2] Pasal 11 ayat (3) PP 35/2021

    [3] Pasal 52 ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”)

    [4] Pasal 52 ayat (3) UU Ketenagakerjaan

    [5] Pasal 61 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan

    [6] Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Hubungan Industrial (“UU PPHI”)

    [7] Pasal 3 ayat (2) UU PPHI

    [8] Pasal 7 ayat (1) UU PPHI

    [9] Pasal 4 ayat (1) UU PPHI

    [10] Pasal 4 ayat (2) UU PPHI

    [11] Rai Mantili. Konsep Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial antara Serikat Pekerja dengan Perusahaan melalui Combined Process (Med-Arbitrase), Jurnal Bina Mulia Hukum, Vol. 6, No. 1, September 2021, hal. 53

    [12] Pasal 1 angka 11 UU PPHI

    [13] Penjelasan Umum angka 6 UU PPHI

    [14] Pasal 13 ayat (1) UU PPHI

    [15] Pasal 13 ayat (2) huruf a jo. Pasal 14 UU PPHI

    [16] Pasal 81 UU PPHI

    TAGS

    Punya masalah hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Powered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Semua

    TIPS HUKUM

    Lihat Semua
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?