Saya ingin menanyakan hukum bagi perusahaan retail yang menggeser hari libur reguler ke hari libur nasional, apakah diperbolehkan? Contoh: karyawan A memiliki hak hari libur reguler (mingguan) di hari Jumat, 25 Maret 2023. Sedangkan Rabu, 23 Maret 2023 adalah libur nasional hari raya Nyepi. Perusahaan menggeser hari libur reguler (mingguan) ke tanggal 23 Maret 2023. Sehingga karyawan A tersebut akan bekerja dari hari Kamis, 24 Maret 2023 s.d. Kamis, 30 Maret 2023. Bolehkah hal tersebut dilakukan? Lalu, bagaimana hak yang seharusnya didapatkan oleh karyawan?
Daftar Isi
INTISARI JAWABAN
Setiap pekerja/buruh pada dasarnya berhak untuk menikmati hari libur mingguan dan hari libur resmi yang ditetapkan pemerintah. Namun demikian, atas kesepakatan kedua belah pihak, pengusaha dapat mempekerjakan pekerja di hari libur dan wajib membayar upah lemburnya.
Lantas, bagaimana hukumnya jika perusahaan menggabung hari libur mingguan dan hari libur resmi, sehingga pekerja harus bekerja di hari libur mingguannya?
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.
ULASAN LENGKAP
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalanselengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Waktu Kerja dan Hak Pekerja Mendapatkan Hari Libur
Perlu Anda ketahui terlebih dahulu bahwa ketentuan mengenai hak pekerja menikmati hari libur mingguan, berkaitan dengan Pasal 81 angka 23 Perppu Cipta Kerja yang mengubah Pasal 77 ayat (1) dan (2) UU Ketenagakerjaantentang ketentuan waktu kerja sebagai berikut:
7 jam sehari dan 40 jam seminggu untuk 6 hari kerja dalam seminggu; atau
8 jam sehari dan 40 jam seminggu untuk 5 hari kerja dalam seminggu.
Berdasarkan ketentuan di atas, maka dalam seminggu pekerja/buruh mempunyai waktu setidaknya 1 hari untuk tidak bekerja. Hari libur bekerja tersebut merupakan waktu istirahat yang wajib diberikan oleh pengusaha kepada pekerja/buruh. Adapun, libur mingguan (istirahat mingguan) diberikan kepada pekerja minimal 1 hari untuk 6 hari kerja dalam seminggu dan berhak mendapat upah penuh.[1]
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Namun demikian, patut diperhatikan bahwa ketentuan mengenai waktu kerja di atas tidak berlaku bagi sektor usaha atau pekerjaan tertentu,[2] yaitu yang menerapkan waktu kurang atau lebih dari ketentuan waktu kerja,[3] sebagaimana diatur di dalam Pasal 23 PP 35/2021.
Sektor usaha atau pekerjaan tertentu yang dapat menerapkan waktu kerja kurang dari ketentuan mempunyai karakteristik yaitu penyelesaian pekerjaan kurang dari 7 jam sehari dan kurang dari 35 jam seminggu, waktu kerja fleksibel, dan pekerjaan dapat dilakukan di luar lokasi kerja.[4]
Adapun, usaha atau pekerjaan tertentu yang dapat menerapkan waktu kerja lebih dari ketentuan antara lain usaha energi dan sumber daya mineral pada daerah tertentu, sektor usaha pertambangan umum pada daerah operasi tertentu, kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi, sektor agribisnis hortikultura, dan sektor perikanan pada daerah operasi tertentu.[5]
Selain hari libur mingguan, pekerja juga berhak mendapatkan libur pada hari-hari libur resmi yang ditetapkan oleh pemerintah, kecuali apabila jenis dan sifat pekerjaan tersebut harus dilaksanakan atau dijalankan secara terus-menerus, atau pada keadaan lain berdasarkan kesepakatan antara pekerja/buruh dengan pengusaha.[6]
Adapun yang dimaksud dengan jenis-jenis pekerjaan yang dijalankan secara terus-menerus dapat Anda lihat dalam Pasal 3 ayat (1) Kepmenakertrans 233/2003.
Waktu Kerja Lembur
Dalam Pasal 1 angka 7 PP 35/2021, dijelaskan bahwawaktu kerja lembur adalah waktu kerja yang melebihi 7 jam sehari dan 40 jam seminggu untuk 6 hari kerja dalam seminggu atau 8 jam sehari dan 40 jam seminggu untuk 5 hari kerja dalam seminggu atau waktu kerja pada hari istirahat mingguan dan/atau pada hari libur resmi yang ditetapkan pemerintah.
Pengusaha yang mempekerjakan pekerja pada waktu kerja lembur harus ada persetujuan dari pekerja/buruh yang bersangkutan.[7] Selain itu, pekerja yang bekerja di waktu kerja lembur berhak mendapatkan upah kerja lembur.[8]
Dengan demikian, pekerja yang bekerja pada hari libur mingguannya dan/atau pada hari libur resmi yang ditetapkan pemerintah berhak untuk mendapatkan upah lembur.[9]
Bolehkah Pengusaha Menggabungkan Dua Jenis Hari Libur Pekerja?
Menjawab pertanyaan Anda mengenai bolehkah perusahaan menggabungkan hari libur mingguan dan hari libur resmi, sepanjang penelusuran kami, tidak ada aturan hukum yang mengatur secara eksplisit terkait hal tersebut.
Namun demikian, berdasarkan penjelasan yang sudah kami paparkan di atas, dapat disimpulkan bahwa baik hari libur mingguan dan hari libur resmi masing-masing merupakan hak pekerja/buruh. Sehingga, apabila hak untuk menikmati hari libur mingguan maupun hari libur resmi tidak dipenuhi, maka perusahaan wajib membayar upah lembur.
Hal ini juga berkaitan dengan sektor usaha tempat A bekerja, yaitu bergerak di bidang retail yang tidak termasuk sektor usaha atau pekerjaan tertentu yang dapat menerapkan waktu kerja kurang atau lebih dari ketentuan. Artinya, perusahaan tempat A bekerja harus menaati ketentuan waktu kerja.
Dengan demikian, bergesernya hari libur mingguan A ke hari libur resmi nasional sehingga A harus bekerja di hari libur mingguannya, maka A berhak mendapatkan upah kerja lembur dan pengusaha wajib membayarkannya.[10]
Lantas adakah sanksi terhadap pengusaha yang tidak membayarkan upah lembur karyawan yang bekerja di hari libur mingguannya? Jawabannya ada. Pengusaha dikenai sanksi pidana kurungan paling singkat bulan dan paling lama 12 bulan dan/atau denda paling sedikit Rp10 juta dan paling banyak Rp 100 juta.[11]
Dengan demikian, dapat kami simpulkan bahwa pekerja yang bekerja pada hari libur mingguan karena digabung dengan hari libur resmi, berhak atas upah kerja lembur dan pengusaha wajib membayarkannya. Apabila pengusaha tidak membayarkan upah lembur kepada pekerjanya, terancam pidana penjara dan/atau denda.
Perkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwibahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di sini.