Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran kedua dari artikel dengan judul Bolehkah Menggeser Hari Libur Karyawan Tanpa Memberi Upah Lembur? yang dibuat oleh Umar Kasim dan pertama kali dipublikasikan pada Jumat, 8 Agustus 2014, yang pertama kali dimutakhirkan pada 2 Februari 2021.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Bekerja di Hari Libur
Berkenaan dengan hak dan kewajiban pekerja pada hari libur resmi, Pasal 85 ayat (1) dan (2) UU Ketenagakerjaan mengatur ketentuan berikut.
- Pekerja/buruh tidak wajib bekerja pada hari-hari libur resmi;
- Pengusaha dapat mempekerjakan pekerja/buruh untuk bekerja pada hari libur resmi apabila jenis dan sifat pekerjaan tersebut harus dilaksanakan atau dijalankan secara terus-menerus, atau pada keadaan lain berdasarkan kesepakatan antara pekerja/buruh dengan pengusaha.
Pengusaha yang mempekerjakan pekerja untuk kerja di hari libur resmi tersebut wajib membayar upah kerja lembur.[1]
Adapun yang dimaksud dengan jenis-jenis pekerjaan yang dijalankan secara terus-menerus berdasarkan Pasal 3 ayat (1) Kepmenakertrans 233/2003 adalah pekerjaan di bidang:
- pelayanan jasa kesehatan;
- pelayanan jasa transportasi;
- jasa perbaikan alat transportasi;
- usaha pariwisata;
- jasa pos dan telekomunikasi;
- penyediaan tenaga listrik, jaringan pelayanan air bersih (PAM) dan penyediaan bahan bakar minyak dan gas bumi;
- pekerjaan di usaha swalayan, pusat perbelanjaan dan sejenisnya;
- media massa;
- lembaga pengamanan;
- lembaga konservasi;
- pekerjaan-pekerjaan yang apabila dihentikan akan mengganggu proses produksi, merusak bahan, dan termasuk pemeliharaan/perbaikan alat produksi;
Artinya, pada dasarnya di hari-hari libur resmi pekerja tidak wajib bekerja. Meski demikian, pada jenis dan sifat pekerjaan tertentu yang harus dijalankan secara terus-menerus sebagaimana disebutkan di atas, pengusaha dapat mempekerjakan pekerjanya.
Selain itu, pada keadaan lain, pengusaha juga dapat memerintahkan pekerja untuk tetap bekerja pada hari libur resmi, namun harus didasarkan atas kesepakatan dengan pekerja, sebagaimana bunyi pasal yang kami kutip di atas.
Wajib Bayar Upah Lembur
Patut digarisbawahi, baik untuk pekerja yang tetap dipekerjakan karena pekerjaannya termasuk pekerjaan yang harus dilaksanakan atau dijalankan secara terus-menerus, maupun yang diperintahkan untuk bekerja atas dasar kesepakatan, pengusaha tetap wajib membayar upah kerja lembur.[2]
Bagi pengusaha yang tidak membayar upah lembur akan dikenai sanksi sesuai Pasal 81 angka 68 UU Cipta Kerja yang mengubah Pasal 187 ayat (1) UU Ketenagakerjaan yang berbunyi:
Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (1), Pasal 67 ayat (1), Pasal 71 ayat (2), Pasal 76, Pasal 78 ayat (2), Pasal 79 ayat (1), ayat (2), atau ayat (3), Pasal 85 ayat (3), atau Pasal 144 dikenai sanksi pidana kurungan paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Upaya Hukum
Menjawab pertanyaan Anda, apabila manajemen perusahaan Anda menggeser hari libur resmi ke hari lain (untuk memperpanjang hari istirahat mingguan) dan menghilangkan hak atas upah kerja lembur, maka penghilangan hak atas upah kerja lembur tersebut bertentangan dengan hukum. Hal ini dikarenakan menggeser hari libur tidak menghilangkan kewajiban pengusaha untuk membayar upah kerja lembur.
Jika praktik ini sudah lama diterapkan di perusahaan Anda, maka tentu selama ini Anda tidak menerima upah lembur sama sekali. Dalam hal ini, Anda tetap berhak meminta pembayaran upah lembur yang menjadi hak Anda karena dipekerjakan di hari libur resmi.
Untuk menuntut pemenuhan hak upah kerja lembur, Anda dapat mengikuti mekanisme penyelesaian perselisihan hak sebagaimana diatur dalam UU PPHI.
Pertama-tama, harus dilakukan perundingan bipartit terlebih dahulu paling lama 30 hari sejak tanggal dimulainya perundingan.[3] Kemudian jika gagal, salah satu atau kedua belah pihak mencatatkan ke instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat dan melampirkan bukti bahwa perundingan bipartit telah dilakukan, lalu dilanjutkan ke tahap mediasi.[4] Jika mediasi juga tidak membuahkan kesepakatan, salah satu pihak bisa mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial.[5]
Di sisi lain, pengusaha yang tidak membayar upah kerja lembur diancam dengan sanksi pidana sebagaimana yang kami jelaskan sebelumnya.
Demikian jawaban dari kami terkait kasus Anda yang diminta bekerja di hari libur namun tidak diberikan upah lembur, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
[2] Pasal 85 ayat (3) UU Ketenagakerjaan
[4] Pasal 4 ayat (1) dan Angka 6 Penjelasan Umum UU PPHI