Dear hukumonline, kiranya dapat dijelaskan soal definisi mertua menurut hukum? Apakah jika pasangan kita (suami atau istri) sudah meninggal atau bercerai, maka orang tua pasangan kita itu masih dikatakan sebagai mertua?
Daftar Isi
INTISARI JAWABAN
ULASAN LENGKAP
Setahu kami, definisi mertua tidak secara spesifik diatur dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia. Definisi mertua menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (“KBBI”) adalah orang tua istri (suami).
Namun, kata mertua sendiri dapat kita temui antara lain dalam Pasal 8 huruf c UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinanyang menyebutkan larangan perkawinan, yang salah satunya antara dua orang yang berhubungan semenda, yaitu mertua, anak tiri, menantu dan ibu/bapak tiri. Hal yang sama ditegaskan dalam Pasal 69 huruf d angka 3 Kompilasi Hukum Islam ("KHI").
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Jadi, hubungan yang terjalin antara mertua dengan menantu adalah hubungan semenda atau hubungan yang terjadi karena perkawinan. Akibat hukum dari hubungan tersebut sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 8 huruf c UU Perkawinan di atas, yaitu antara lain, dilarang perkawinan antara menantu dengan mertua.
Selebihnya, secara sederhana dapat kami jelaskan bahwa hubungan antara mertua dan menantu tidak diatur oleh peraturan perundang-undangan. Sehingga, dalam hal terjadi perkawinan, hukum hanya mengatur bahwa hubungan keperdataan yang terjadi adalah antara laki-laki dan perempuan yang menjadi suami-istri, serta anak(-anak) yang lahir dalam perkawinan tersebut.
Ketika terjadi perceraian atau salah satu pihak (suami atau istri) kemudian meninggal, secara hukum tidak ada hubungan lagi antara mertua dan menantu. Namun, memang dalam beberapa tradisi atau kebudayaan hubungan tersebut tetap terjalin dan dijaga dengan baik. Meskipun dalam tradisi atau kebudayaan yang berbeda, dengan meninggalnya salah satu pasangan atau jika terjadi perceraian, maka hubungan antara mertua dan menantu juga menjadi putus.
Jadi, menurut hemat kami, pada dasarnya dengan putusnya hubungan perkawinan, baik karena kematian atau perceraian, maka orang tua dari bekas suami/bekas istri bukan lagi mertua. Meski demikian, seorang pria tetap dilarang melangsungkan perkawinan dengan wanita yang melahirkan istrinya atau bekas istrinya. Hal ini berdasarkan ketentuan Pasal 39 angka 1 huruf a KHI.